Pagi itu, sinar matahari lembut menembus jendela dapur, menciptakan bayangan keemasan di lantai kayu yang memantulkan hangatnya suasana. Wangi roti panggang dan aroma kopi yang baru diseduh memenuhi ruangan, memberikan rasa nyaman yang begitu akrab. Catherine dengan telaten menyiapkan sarapan, sementara Clouwi duduk di meja, membaca koran pagi. Angel, dengan senyum lembut di wajahnya, mengambil tempat di meja, melihat ke arah kedua orang tuanya.
"Hmm, roti panggang Mama selalu enak," Angel berkata sambil mengambil sepotong roti dengan selai stroberi. Setelah beberapa saat hening, Angel mengangkat wajahnya dan menatap serius ke arah Catherine dan Clouwi.
"Ma, Pa, kalian pernah bilang kalau Angel punya saudara... Angel ingin ketemu dan kenalan sama mereka," kata Angel dengan nada pelan tapi tegas. Ada harapan di matanya, namun juga sedikit keraguan.
Clouwi meletakkan korannya dan tersenyum hangat ke arah putrinya. Catherine, yang mendengar permintaan Angel, berhenti sejenak, menatap suaminya seakan meminta dukungan dalam menjawab.
"Iya, Angel. Kamu memang punya tiga kakak," jawab Clouwi lembut, suaranya penuh kasih sayang. "Tapi... nanti, jika waktunya sudah tepat, Papa dan Mama akan mempertemukan kamu dengan mereka. Semuanya butuh waktu, Angel."
Catherine mendekati Angel, membelai lembut rambutnya. "Kita ingin memastikan semuanya berjalan dengan baik, sayang. Sabar ya, waktunya akan datang."
Angel menunduk sebentar, merenungkan jawaban itu. Meski rasa penasaran masih bergelora di hatinya, ia tersenyum tipis dan mengangguk. "Baik, Ma. Angel akan menunggu."
Suasana hening sesaat, hanya diisi dengan suara sendok yang beradu dengan piring. Pagi itu terasa lebih tenang, meski pertanyaan yang sempat muncul di hati Angel kini menyisakan ruang kosong yang ingin segera terisi.
Setelah selesai sarapan, Angel merasa pikirannya dipenuhi dengan bayangan tentang saudara-saudaranya. Ia beranjak ke kamarnya dan duduk di tepi tempat tidur sambil menatap kosong ke dinding.
“Aku penasaran dengan wajah ketiga kakakku,” gumamnya pelan, matanya tampak menerawang, berusaha membayangkan seperti apa rupa mereka.
Pikiran itu terus menghantui, membuatnya tidak bisa tenang. Tiba-tiba sebuah ide muncul di benaknya. Ia memandang keluar jendela, memastikan bahwa kedua orang tuanya sudah benar-benar pergi.
“Baiklah, pertama aku harus mencari foto mereka di kamar Papa dan Mama, mumpung mereka sedang tidak di rumah,” ucap Angel dengan mantap.
Dengan langkah hati-hati, ia keluar dari kamarnya dan berjalan ke kamar orang tuanya. Tangannya sedikit gemetar saat memutar gagang pintu, dan perlahan ia membuka pintu kamar itu. Setelah masuk, ia langsung menuju lemari besar di sudut ruangan. Dibukanya pintu lemari itu lebar-lebar, matanya dengan cepat menyapu setiap sudut rak, berharap menemukan sesuatu.
“Tidak ada di lemari,” gumam Angel, agak frustrasi. Ia kemudian beralih ke laci meja di samping tempat tidur. Dibukanya satu per satu laci, dan pada laci terakhir, tangannya berhenti ketika ia melihat sebuah bingkai foto terselip di antara dokumen-dokumen lain.
Angel mengambil foto itu dengan hati-hati. Di sana terlihat seorang gadis cantik yang sedang tersenyum. Rambut panjangnya yang tergerai tampak berkilau di bawah sinar matahari dalam foto tersebut.
“Dapat satu,” katanya dengan sedikit bangga. “Cantik banget, namanya siapa ya?” tanyanya pada dirinya sendiri, sambil memandangi foto itu dengan penuh rasa ingin tahu.
Tanpa berpikir panjang, Angel segera kembali ke kamarnya sambil membawa foto itu. Ia duduk di depan laptopnya dan dengan cepat mengetikkan alamat situs media sosial milik ayahnya. Ia yakin, dari sana, ia bisa menemukan petunjuk lebih banyak tentang kakak-kakaknya.
"Semoga ada sesuatu di sini..." bisiknya sambil menelusuri halaman profil sang Papa. Setiap postingan dan foto diperhatikannya dengan cermat, berharap bisa menemukan informasi yang selama ini ia cari.
Angel menatap layar laptopnya dengan tatapan penuh harap. Ia menggulir profil sang Papa, membuka setiap foto dan postingan, namun setelah beberapa menit, ia tidak menemukan apa-apa yang langsung mengarah pada saudara-saudaranya.
“Nggak ada…” keluhnya pelan. Namun, Angel tidak menyerah begitu saja. "Coba cari di followers Papa deh," pikirnya. Ia langsung membuka daftar pengikut Papa di media sosial dan mulai menelusuri satu per satu akun.
Tangannya bergerak cepat, matanya fokus memperhatikan nama-nama yang muncul di layar. Setelah beberapa saat mencari, tiba-tiba ada satu nama yang menarik perhatiannya. Sebuah akun dengan foto profil yang terlihat familier—wajah gadis dalam foto yang baru saja ia temukan di laci.
“Ketemu!” serunya pelan, hati berdebar-debar. Angel membuka profil tersebut dan melihat nama yang tertulis di sana: Hierra.
"Ternyata namanya Kak Hierra..." ucap Angel, suaranya nyaris berbisik, seolah tidak percaya dirinya benar-benar menemukan salah satu saudara yang ia cari.
Angel mengamati lebih lanjut profil Hierra, memperhatikan setiap postingan yang mungkin memberinya lebih banyak petunjuk tentang kehidupannya. Rasa penasaran yang sebelumnya hanya samar-samar kini semakin tumbuh. Wajah cantik di foto itu terasa semakin nyata, dan Angel semakin ingin mengenal lebih dalam siapa sebenarnya kakaknya ini.
Tanpa sadar, senyum kecil muncul di bibirnya. "Satu sudah ketemu... tapi masih ada dua lagi," gumamnya, merasa langkah pertamanya menuju jawaban yang ia cari baru saja dimulai.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.