Bab 16 aiden kembali

22 2 2
                                    

Pagi itu, Aiden baru saja tiba di negara tempat ia menghabiskan masa kecilnya. Ia menatap sekeliling, merasakan nostalgia yang membanjiri pikirannya. "Akhirnya gue sampai," gumam Aiden, merasa lega.

Tak sabar untuk bertemu dengan ayah dan adiknya, Aiden segera memesan taksi online menuju rumah yang selama ini ia rindukan. Sesampainya di sana, ia berdiri di depan pintu dan memencet bel. Pintu terbuka, namun bukan sosok yang ia kenal, melainkan seorang gadis asing yang menatapnya bingung.

"Maaf, Anda siapa ya?" tanya gadis itu.

Aiden mengernyit. "Harusnya gue yang nanya. Lu siapa, dan ngapain di rumah gue?" sahutnya, sedikit kesal.

Gadis itu mengangkat alis, tampak bingung. "Lah, ini rumah gue," jawabnya tegas.

Mendengar keributan di depan, Catherine, ibu Aiden, berjalan ke pintu untuk melihat apa yang terjadi. "Ada apa, Angel?" tanya Catherine kepada gadis itu, yang ternyata adalah anaknya.

"Ini, Ma. Ada orang aneh di depan rumah," kata Angel, menunjuk ke arah Aiden.

Begitu Catherine melihat Aiden, ekspresi wajahnya berubah terkejut. Dia mengenali sosok itu—putranya yang telah lama pergi. "Aiden," ucapnya dengan suara gemetar.

Aiden hanya menatapnya dengan tajam, tak mengucapkan sepatah kata pun.

Catherine mendekat, matanya berkaca-kaca. "Aiden, Mama kangen sama kamu, Nak," ucapnya sambil berusaha memeluknya.

Namun, Aiden langsung menghempaskan pelukan itu, membuat suasana mendadak menjadi tegang.

Catherine tersentak ketika Aiden dengan tegas menghempaskan pelukannya. Mata Aiden dipenuhi amarah, dan ia tak bisa menahan rasa jijiknya.

"Najis, gue dipeluk sama lu," ucap Aiden dingin, nada suaranya tajam seperti pisau.

Catherine terdiam, terluka oleh kata-kata putranya sendiri. Air matanya mulai mengalir, namun Aiden hanya menatapnya tanpa sedikit pun rasa belas kasihan. Angel, yang berdiri di samping ibunya, tampak terkejut dan kebingungan dengan apa yang baru saja terjadi.

"Mama udah ngancurin hidup gue," lanjut Aiden dengan suara bergetar, tapi nadanya tetap tegas. "Lu pikir gue bisa lupain semuanya? Semua yang lu lakuin, ninggalin kita, ninggalin Papa? Gue nggak bisa lupain itu, Ma."

Catherine semakin terisak, namun tetap mencoba mendekat, meski tahu Aiden masih marah. "Aiden, maaf... Mama nggak pernah bermaksud begitu. Mama kangen sama kamu... sama aron juga ."

Aiden menggelengkan kepalanya, penuh dengan rasa kecewa. "Kangen? Lu masih berani ngomong soal kangen? Setelah semua yang lu lakuin?"

Angel hanya bisa memandang dengan bingung, sementara suasana semakin mencekam. Catherine berdiri di tempatnya, tak tahu harus berkata apa lagi, sementara Aiden merasa semakin jauh dari sosok yang dulu pernah ia sebut sebagai ibunya.

Catherine menghapus air matanya dengan tangan yang gemetar, mencoba tetap tegar di hadapan putranya. "Aiden, Mama tahu Mama salah... Mama minta maaf, Nak," ucapnya penuh penyesalan, suaranya pecah oleh emosi.

Namun, Aiden tak tergerak sedikit pun. Wajahnya tetap keras, matanya dingin. "Nggak sudi gue maafin lu," jawab Aiden dengan nada tajam, tanpa sedikit pun keraguan. Kata-kata itu menusuk Catherine seperti belati, membuatnya merasa semakin hancur.

Catherine terdiam, tak mampu lagi berkata apa-apa. Angel, yang menyaksikan semuanya, masih berdiri di samping ibunya dengan ekspresi bingung dan terluka. Ia tak mengerti kenapa pria yang baru saja datang ini begitu penuh kebencian.

"Aiden, tolong... berilah Mama kesempatan," pinta Catherine lagi, suaranya bergetar. Namun, Aiden sudah tak ingin mendengar apa pun. Baginya, luka yang ditinggalkan ibunya terlalu dalam untuk diampuni.

STEPBROTHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang