Bab 10

605 54 2
                                        

Selamat membaca

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Selamat membaca.

.

.

.

Sudah dua bulan Yoongi bekerja sebagai kurir di restoran Tiongkok. Setiap hari, rutinitasnya sama, restoran yang selalu ramai, terutama di malam hari, membuat Yoongi harus bergegas mengantar makanan ke berbagai rumah.

Meski lelah, Yoongi tetap semangat karena biaya hidup di Seoul ternyata jauh lebih mahal dibandingkan di Daegu. Untungnya, sistem gaji harian yang ia terima memungkinkan Yoongi untuk mengambil jam lembur.

Semakin lama ia bekerja, semakin banyak uang yang bisa ia kumpulkan untuk membayar sewa flat, makanan, dan keperluan sehari-hari.

Hari ini, seperti biasanya, Yoongi baru saja kembali dari mengantar pesanan. Begitu ia memasuki restoran, salah satu karyawan lainnya, seorang pria muda yang sudah bekerja lebih lama di sana, langsung memanggil namanya dengan suara keras.

"Yoongi! Ada pesanan lagi!"

"Ne" balas Yoongi.

Ia langsung menuju meja kasir untuk mengambil nota pesanan berikutnya. Tak ada jeda baginya, satu pesanan selesai, pesanan berikutnya sudah menunggu. Namun, Yoongi tidak mengeluh. Baginya, pekerjaan ini adalah kesempatan yang berharga, dan ia akan menjalankannya sebaik mungkin.

Dalam dua bulan terakhir, Yoongi sudah banyak belajar tentang berbagai macam pelanggan. Beberapa sangat baik, bahkan kadang memberinya sedikit tip.

Namun, sebagian besar justru memperlakukannya dengan ketus, seolah-olah ia hanyalah bagian kecil yang tidak berarti dalam keseharian mereka.

Ada yang seenaknya membulatkan nominal pembayaran ke bawah dan membuat Yoongi harus menutup kekurangannya sendiri. Meski begitu, Yoongi tidak pernah marah. Dia selalu tersenyum dan berterima kasih sebelum pergi.

Kali ini, Yoongi mendapat tugas mengantar makanan ke sebuah apartemen di pinggiran kota. Setelah mengetuk pintu, seorang wanita paruh baya dengan ekspresi dingin membukakan pintu. Tanpa sepatah kata pun, ia menyerahkan uang pembayaran pada Yoongi.

Yoongi memeriksa uang itu sejenak, menyadari kekurangannya 1000 won. Memang tampak sepele, namun jika diakumulasi dari beberapa pelanggan yang seperti itu, lama-lama akan menjadi banyak.

Pernah suatu kali, ia harus menutupi kekurangan hingga 20.000 won dalam sehari, yang setara dengan gajinya selama dua jam.

Namun, meskipun menyadari hal tersebut, Yoongi tetap memasang senyum tipis dan berkata, "Terima kasih, Bu."

Wanita itu hanya meliriknya sekilas dengan tatapan datar sebelum menutup pintu dengan kasar di depan wajah Yoongi.

Suara pintu yang membanting keras itu menggema, tapi sekali lagi, Yoongi sudah terbiasa dengan perlakuan seperti ini. Dengan langkah tenang, ia kembali menuju restorannya.

Threads of Affection | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang