026 - Mancing Kodok Berkodok

220 42 33
                                    

Mentari pagi bersinar cerah, dan awan saling mengejar di langit biru dengan angin sepoi-sepoi yang dengan segar menerpa wajah.

Nyiur kelapa dapat tampak dari kejauhan. Tumpukan gunung yang berjajar satu sama lainnya. Atau bagaimana sungai mengalir dengan rindang pohon di tepiannya.

Di manakah itu? Ini adalah sebuah desa, tak jauh dari Kost Pelangi, atau komplek tempat tinggal mereka. Cukup dekat, dan dapat dituju hanya dengan jalan kaki saja. Karena memang sedekat itu.

Di mana-mana sawah dapat tampak. Pohon kepala setiap jalan tanah yang ada. Dan sungai mengalir dengan jernih, segar, dan sangat berenangable. Alias, cocok buat berenang.

"Woah! Sawah emang the best! Dah lama banget gue gak lihat sawah." Ucap Taufan bermonolog. Menikmati semilir angin dengan mata tertutup. Menghirup dalam-dalam hawa pedesaan di pagi hari dengan perasaan tenang.

"Nih tempat bagus nih buat dikabarin ke Bang FF. Siapa tahu butuh tempat refresing waktu akhir semester nanti." Imbuh Blaze sembari berjongkok di tepian jalan. Memperhatikan aliran air tenang dengan dasar yang dipenuhi kepiting dan kerang mini.

Thorn mengangguk semangat, kemudian memotret pemandangan yang dapat ia potret. Entah darimana ia mendapatkan kamera itu, tapi yang pasti kamera itu cukup bagus.

"Bagus banget pemandangannya, hijau-hijau, warna favorit Thorn~" Monolognya di antara sesi memotret yang ia lakukan. Ia melirik pada Blaze yang masih tampak amat sibuk memperhatikan sungai.

"Liatin apaan lo ampe melotot-melotot gitu?" Tanya Taufan setengah heran dengan kelakuan Blaze. Lihatin sungai sampe melotot? Ngapain bang?

"Hush, diem. Lagi nyari ikan gue." Jawab Blaze geram. Pasalnya suara Taufan itu amat sangat mengganggu dengan oktafnya yang tinggi sekali. Ikan-ikannya kan jadi kabur semua.

"Upsie~ sengaja."

"Babique!"

"Heh udaaah, ntar di denger orang ga baik." Ucap Thorn menyela perdebatan yang ada.

Pasalnya mereka tengah berada di tengah sawah pagi-pagi sekali. Yang mana umumnya orang-orang di sini akan berada di sawah dan mendengarkan perdebatan tak manuk akal mereka.

Taufan dan Blaze seketika saling tatap, sebelum kemudian mereka menyeringai. Entah pada dasar apa, tapi yang pasti ini hanya ada pada otak Taufan dan Blaze.

"Yang kalah bawa barang sehabis pulang!" Mereka berseru bersamaan sembari berlari dengan menenteng apapun yang tengah mereka bawa.

Otomatis, Thorn yang tak siap langsung gelagapan. Beruntungnya makhluk ijo satu ini punya reflek yang bagus. Dan kini, ia berhasil mengejar ketertinggalan yang ada.

"Sampai gubuk, ya! Soalnya kalau mendaki gunung itu keahliannya Thorn!" Serunya sembari berlari, mengejek sekali.

"Lah anjir!? Si ijo bendul bisa balap kocak– wah gak boleh dibiarin ini!"

"Woy! Jan cepet-cepet!"

Bahkan anak SD yang baru akan berangkat sekolah merasa heran dengan tingkah orang dewasa itu. Apakah masa kecil mereka tidak bahagia? Apakah mereka akan menjadi seperti orang-orang itu di kemudian hari?

"Lak yo! Wis tak kandani awak e dhewe ki ora sah sekolah. Mek buang-buang tenaga, manfaat e ra ono, golek gawean yo sek menang sedulure kono!" Seru salah satu anak kecil dengan setengah kesal.

| Nah kan! Udah tak kasih tahu kita itu nggak usah sekolah. Cuma buang-buang tenaga, manfaatnya gak ada, cari pekerjaan yang menang ya saudaranya mereka!

"Lah yo namane kan berusaha to yo. Ra ono faedahe nek mung ngeluh, neng ora di dalani. Mending, mending ki to awak dhewe ki mangkat wae sekolah gek sinau." Tanggap anak yang satu lagi dengan amat sabar.

Kost-kostan PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang