002 - Ananda & Febri

503 51 90
                                    

Boy akhirnya bertemu dengan penghasil uang instant miliknya. Ia tersenyum bisnis ketika menghadapi orang itu, orang yang lebih muda darinya namun lebih ber-uang darinya. Mungkin.

"Okay, jadi... Ananda?"

"Panggil Solar aja Kak, jangan Ananda. Kesannya aneh kalau didenger." Ucap Solar menjawab pertanyaan dari Pak Lek dengan santai dan kelewat datar. Ia kemudian mengulurkan sebuah amplop coklat yang kalau di film-film berisi jutaan uang.

"Saya bayar tiga kali, ya. Kakak bisa cek aja kalau nggak percaya." Ucap Solar yang bagi orang normal bertelinga dua akan terdengar seolah menyombongkan diri. Tapi Boy tidak mempermasalahkannya, karena ia bukan orang yang normal.

Boy menerima uang itu dengan batin yang tak dapat tenang untuk segera merobek amplop itu dan mengecek isinya. Meski Pak Lek dididik untuk tidak mata duitan, Pak Lek tetap saja akan hijau matanya jika melihat uang dalam nominal banyak.

"Nggak usah. Kalau kamu bohong saya anggap itu pahala aja buat saya." Jawan Boy dengan senyum pebisnis yang handal. Karena memang beliau ini pebisnis yang luar biasa handal dengan IPK yang lumayan.

"Nah, kalau begitu saya permisi dulu. Kamar kamu di nomor 1 lantai bawah, ya. Ini kuncinya, kalau hilang ya udah. Tidur di sofa."

Boboiboy memberikan sebuah kunci yang digantungi angka satu. Beserta sebuah kunci pintu dan kunci gerbang. Dan Solar menerima ketiga kunci itu dengan mengangguk, mengiyakan apa yang dinasihati oleh Boy kepadanya.

"Iya, Kak. Aman kalau cuma saya."

"Oke, saya tinggal dulu. Kalau ada apa-apa sama kostan, jangan lupa telepon saya ya." Ucap Boy untuk yang terakhir kalinya sebelum ia pergi dari sana. Pergi ke rumahn yang hanya berjarak beberapa rumah dari kostan.

Meninggalkan Solar yang masih berdiam diri di depan gerbang kostan. Sebelum akhirnya Solar masuk ke dalam area gedung karena kepalanya kepanasan.

Belum juga masuk, Solar dapat menduga bahwa kostan ini dirawat sebaik-baiknya hingga rasanya Solar tidak percaya ini adalah bangunan tua. Namun melihat dari batu bertanda tangan yang bertuliskan tahun 1990 membuat Solar menghilangkan keraguannya.

"Gila aja, beneran udah tua banget. Lebih tua dari lama nikah bonyok gue, buset..." Komen Solar sebelum akhirnya masuk ke dalam kostan.

Baru saja membuka pintu, Solar sudah ditampar dengan hawa dingin, horor, dan elegan dari kostan itu. Sejenak membuatnya merinding, membayangkan akankah mungkin ada seorang(?) hantu Nona Belanda di sini.

Tak menunggu black hole menemukan mangsa, Solar langsung menarik kopernya untuk menuju kamar nomor 01 untuk membereskan barang-barang bawaannya yang hanya 1 koper dengan tambahan tas kuliah yang cukup berisi. Oh, serta tas kotak biasa yang penuh.

"Hm... Horor juga ya di sini sendiri. Boleh minta ditemenin Kak Boy ga sih..." Gumam Solar merasa ngeri sendiri dengan keadaannya. Sendirian, sepi, dan sunyi. Suasana yang  amat cocok untuk muncul sebuah jumpscare.

"Moga cepet dapet temen sekostan walau gue males ada temen kostan."

- Beberapa waktu kemudian... -

Solar menguap lebar di dapur kostan, tengah menyiapkan diri untuk berangkat ke kampus. Ia menyiapkan berbagai hal, mulai dari sarapannya hingga tas serta pakaiannya.

Sekarang pukul 9 pagi, dan Solar harus segera terbang menuju kampusnya karena tiba-tiba saja dosennya meminta kelas. Seharusnya jadwal kelas itu besok, namun dosennya lupa karena sudah terlalu tua dan terlalu jenius.

Kost-kostan PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang