Pita hitam

5 2 0
                                    

◆◇◆

Aku dan Fariel mendapat giliran terakhir yaitu ketujuh dan kedelapan. Kartu itu membawa kami berdiri kembali di depan gerbang sekolah tua yang dikelilingi semak-semak liar. Suasananya begitu mencekam, suasana sore yang gelap dengan angin kencang berdesir di antara pepohonan. Kini mereka kembali ke tempat yang menyimpan banyak kenangan menakutkan.

"Ini beneran bikin merinding sih," kataku sembari merapatkan jaket.

"Kita harus cepat."ujarku kemudian

Fariel mengangguk, matanya menyapu area sekitar. "Kartu itu bilang kita harus mencari tujuh pita hitam. Setiap pohon, mungkin ada satu."

Kami pun menatap pohon-pohon besar yang berdiri angkuh, bayangannya menari di bawah sinar matahari. Dengan langkah hati-hati, mereka mulai menjelajahi halaman. Hembusan angin semakin kencang, seolah berusaha menakut-nakuti mereka.

"Di mana ya?" Fariel berbisik, berusaha mengusir rasa cemas. "Setiap pohon sepertinya terlihat sama."

Aku pun mengambil napas dalam-dalam. "Kalau kita bisa menyusun rencana, mungkin kita bisa lebih cepat."

Setelah berdiskusi singkat, kami memutuskan untuk memeriksa dua sisi halaman secara bersamaan. Dengan jantung berdebar, kami melangkah terpisah, tetap saling waspada.

Di antara semak-semak, aku menemukan pohon pertama. Sebuah pita hitam menempel di batangnya. "Satu!" teriakku dengan wajah bersinar dengan harapan. Dengan cepat-cepat kugenggam pita itu, lalu melanjutkan pencarian.

Di sisi lain, Fariel mengalami kesulitan. Dia berlutut di depan sebuah pohon besar, mengamati detailnya. "Ada apa, ya?" gumamnya, saat tiba-tiba mendengar suara berdesir di balik semak. Dia menoleh, tetapi hanya menemukan angin yang menggerakkan daun.

Waktu terus berjalan. Dalam hitungan menit, mereka telah mengumpulkan empat pita hitam. Namun, saat aku mencoba menjangkau pohon kelima, aku merasakan sesuatu yang aneh. "Fariel, kamu merasakan ini juga?" tanyanku, suaraku bergetar.

"Ya, ada yang aneh," jawab Fariel, gelisah. "Sepertinya kita diikuti."

Kami berdua pun terdiam mematung ditempat. Aku mengenggam erat ujung baju Fariel, ya, aku merasa takut.

"Apakah kita harus mengeceknya?" tanya Fariel

"Tunggu sebentar, hitungan ketiga..., satu..., dua..., TIGA!!" seruku

Dengan cepat, kami berlari menuju pohon keenam, dan di sana, di antara cabang-cabang yang menjuntai, sambil berusaha tenang, kami mencari ke sekeliling, saat tiba-tiba angin bertiup lebih kencang, membawa suara bisikan. "Ayo, kita tidak punya banyak waktu!" seruku

Di pohon terakhir, kami akhirnya melihat pita hitam yang kami cari. Dengan tangan bergetar, kami menggapai dan mengangkatnya. "Kita sudah punya tujuh!" teriak Fariel dengan semangat, meski rasa takut masih menyelimuti.

"Baiklah, kalian berhasil, silakan pilih outfit kalian berdua, misi kalian masih disini, jadi tetap waspada." kata kartu itu

Tiba-tiba kabut menghampiri mereka berdua. "Astagaaa, apalagi sekarang??" panikku dengan kehadiran kabut yang tiba-tiba bermunculan

"Jangan mencar kak, kita gak tau apa yang akan terjadi setelah ini." tutur Fariel

Aku mengangguk dan mencoba tetap tenang. Misi ini belum berakhir tapi aku yakin kami bisa berkumpul kembali setelah ini semua selesai.

Trapped in Terror: The Eight and Their FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang