Semua Varian

4.2K 228 24
                                    

Disclaimer (21+)

*

Rintik hujan sudah menghiasi jendela kamar di apartment Qiya. Tangannya masih setia melingkari tubuh pria yang sedang memandanginya sedari tadi. Qiya bangun jauh lebih siang karena lembur mengurusi Raffa.

"Makasih ya" tutur Raffa dengan tangan yang terulur menyalipkan rambut Qiya di telinganya agar tak menutupi wajah cantik istrinya. Qiya hanya membalasnya dengan senyuman.

"Mas engga usah kerja dulu ya" pinta Qiya

"Engga bisa, Faqih sama Zilla lagi honeymoon masa aku engga masuk. Formasi dokter ganteng nanti kosong" tutur Raffa. Qiya menyentil kening Raffa, menyadarkan jika yang dihadapan Raffa adalah Qiya, istrinya.

"Hahahaha iya bercanda, kenapa si ko kesel gitu?" Tanya Raffa denga ekspresi nya yang meledek.

"Mending mikir! Udah ah Qiya mau bangun. Mas kan mau kerja jadi Qiya harus masak" terang Qiya segera bangun namun Raffa segera melingkari kembali perut Qiya dan menguncinya agar tak kabur

"Engga, mas ga kerja. Mas menghabiskan 24 jam bersama istri mas" tutur Raffa yang membuat senyum Qiya terukir lalu membalas dengan melingkarkan tangannya pada perut Raffa.

Wajahnya kini berhadapan, saling pandang lalu perlahan Raffa mulai mendekatkan wajahnya pada Qiya. Mata Qiya sudah pasti kembali tertutup.

Duaarrrrrr......

Suara petir membuat mata Qiya terbuka dan bibir Raffa sudah menempel pada bibir Qiya. Qiya benar-benar kaget ditambah dengan degup jantungnya akibat ulah Raffa. Raffa pun tak melumat bibir Qiya karena dirinya menyadari refleknya begitu buruk. Keadaan menjadi canggung. Qiya memilih segera bangun dengan tangan Raffa yang sudah mulai meregangkan dekapan tersebut.

Qiya berjalan menuju dapur dan suara petir kembali menyambar telinganya sehingga ia kembali lagi menuju ke kamar dan berlindung dibalik dada bidang Raffa yang sedang terbaring menatap langit-langit kamarnya dengan lengan yang ia gunakan sebagai tambahan bantalan.

"Aaaa mas takut" isakan Qiya terdengar dari dada bidang Raffa. Raffa tersenyum lalu membelai kepala Qiya dengan sentuhan yang amat lembut

"Mas baru sadar kalau nikahin bocah kemarin sore" balas Raffa dengan tawanya

"Ih serem tau tadi kilatnya keliatan mas" balas Qiya dengan mengerucutkan bibirnya dan sudah terduduk menghadap Raffa.

"Sa?" Panggil Raffa yang kini menatap Qiya dan dirinya terduduk. Tangannya terulur membelai rambut Qiya

"Kenapa?" Tanya Qiya gugup

"Kalo mas minta hak mas dari kamu, kamu siap engga?" Tanya Raffa dengan menatap manik mata Qiya lekat

"Massss...." Ujar Qiya semakin gugup

"Oke, mas anggap belum siap. It's oke ko. Ayo bangun, mas laper" ucap Raffa memberikan sentuhan pada pucuk kepala Qiya lalu memilih bangun berjalan keluar dari kamarnya. Qiya mengetahui sekali jika raut wajah penuh dengan kekecewaan.

"Maaf ya mas, Qiya belum siap kalo nanti Qiya engga bisa nyelesain cita-cita Qiya jadi dokter tapi keburu punya anak." Monolognya didalam kamar nya tanpa Raffa didalamnya karena Raffa memang mendengar ucapan Qiya dari luar kamarnya.

"Qiya itu dokter tapi dia lupa kalo adanya alat kontrasepsi untuk apa. Huh dasar bocah" monolog Raffa dengan intonasi yang begitu pasrah

(Kenapa Raff udah mau banget ya? Wkwkwkwk sabar ya)

Keduanya duduk dengan piring yang berisi roti yang diolesi selai kacang oleh Qiya. Selai yang menjadi satu-satu kesukaan Qiya sedari kecil hingga saat ini. Setelah itu Raffa bangun dan kembali bersandar pada soffa sedangkan Qiya sibuk membersihkan meja makan setelah ia dan Raffa makan.

Bangsal Terakhir (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang