Kerjasama!

2.8K 212 6
                                    

Rumah kecil yang di huni Raffa dan Qiya ini terasa lebih berisi karena beberapa furniture yang mereka beli sudah tiba di rumah yang berukuran 60 m2. Senyum ratu di rumah tersebut terpancar jelas, Raffa juga ikut larut mengikuti tarikan bibir Qiya, seolah dunia nya akan indah jika Qiya nya bernyawa, tak peduli ia sedang marah, ia sedang sedih, ia sedang bahagia atau ia sedang melempar canda tawa, lagi-lagi bagi Raffa, Qiya nya bernyawa sudah cukup membuatnya bahagia.

"Ibu seneng?" ledek Raffa

"Seneng, seneng banget" balas Qiya tanpa menatap Raffa. Tangannya terulur mengelus perutnya yang masih rata

"Alhamdulilah, pokoknya kalo ada yang kamu pengen kamu bilang ke mas ya!" perintah Raffa dan Qiya mengangguk. Kali ini Qiya menatap Raffa dan setelahnya memeluk pria yang begitu ia cintai.

Hujan membasahi garasi rumah Qiya yang belum tertutup dengan atap. Qiya sengaja membuka rumahnya agar angin masuk ke dalam rumahnya, lumayan dapat menghemat pengeluaran karena tak perlu menyalahkan AC.

Qiya dan Raffa memilih duduk di ruang tamu sekaligus keluarga rumahnya, menikmati air hujan yang jatuh, menikmati wangi hujan dan kemudian saling memberikan kehangatan dengan saling memeluk. Keduanya terduduk pada sofa yang plastiknya pun baru dibuka.

"Solo beda ya mas sama Jakarta" kata Qiya

"Bedanya apa?" tanya Raffa

"Bedanya di Solo kita cuma berdua kalo di Jakarta rame-rame, jadi kalo mau menikmati hujan sambil pelukan engga bisa" ucap Qiya polos

"Bener juga, disini bisa menikmati hujan sambil pelukan, sambil jenguk ade dengan berbagai gaya" balas Raffa mesum

"Ye otak mu itu lho nafsuan banget" ucap Qiya

"Namanya juga laki-laki" balas Raffa

"Oke kita skip, kasian ade jadi obat nyamuk" balas Qiya

Setelah itu tawa keduanya beradu, menggema mengisi ruangan kecil itu, hangat itu semakin terasa nyata. Mimpi buruk itu nyatanya hadir hanya sesaat karena setelah bangun keindahan justru hadir dan tercipta tanpa pernah lelah. Kejadian kemarin membuat keduanya saling, saling mensyukuri hidup dan lebih menghargai kehidupan saat ini. 

















***














Cahaya matahari masuk dari sela-sela gordain di kamar kedua pasutri yang masih betah berada di dalam kamarnya. Qiya dan Raffa sedari tadi saling berpelukan untuk menyalurkan kehangatan. Pagi ini memang terasa jauh lebih dingin karena merasa tidak seperti pagi-pagi sebelumnya, maklum saja malam tadi hujan datang kembali sehingga udara pagi lebih dingin dari biasanya.

"Mas tangannya awasin dulu, aku mual" ucap Qiya. Tangan Raffa memang berada diatas perut Qiya dengan sesekali Raffa mengusapnya lembut. Raffa cepat melepas dekapannya dan membiarkan Qiya berlari pelan. Raffa tentu tak tinggal diam, ia membuntuti sang istri menuju wastafel tempatnya memuntahkan seluruh rasa mualnya. Raffa dengan telaten membelai leher Qiya, mengelusnya lembut, sedangkan Qiya sendiri menikmati sentuhan itu, sentuhan yang Raffa yang dapat membuat rasa mual Qiya berkurang.

"Udah mendingan?" tanya Raffa ketika Qiya sudah mulai membasuh mulutnya dengan air mengalir dari wastafel itu. Qiya tak menjawab, ia hanya mengangguk lalu setelah usai ia menatap Raffa dengan tatapan lemas.

"Lemes ya?" tanya Raffa. Qiya mengangguk dengan bibir yang ia kerucutkan

"Ayo ke kasur lagi, mas mau marahin ade" balas Raffa

"Ko di marahin si?" tanya Qiya

"Ya karena ade udah buat mamanya mual-mual" balas Raffa

"Gapapa mas, ini wajar ko tiap pagi kaya gini" balas Qiya

Bangsal Terakhir (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang