Isak tangis bayi berusia 2 minggu itu menghiasi rumah kecil Raffa dan Qiya di Solo. Mereka baru saja tiba setelah mengurus beberapa keperluan pemakaman dan pengajian kepergian almarhum dan almarhumah orang tua Alaniya.
Keributan antara Raffa dan Qiya sudah dapat di lerai. Wanita itu kini sibuk mengurusi anak cantik yang ia sayangi. Qiya sudah mulai terbiasa dengan pola tidur, jadwal minum susu dan pup sang anak. Raffa pun sudah biasa membantu Qiya dalam hal ini. Keduanya begitu telaten mengurus anak mereka.
Raffa dan Qiya memang tak sendiri mengurus anak mereka. Ada babysitter yang mereka bayar untuk merawat Alaniya saat keduanya bekerja. Mereka sadar jika akan banyak biaya yang dibutuhkan untuk membesarkan anaknya.
"Lani, papa berangkat kerja dulu ya sayang, hari ini papa janji ajak Lani jalan sore ke taman ya nak" Pamit Raffa pada bayi yang dipanggil Lani tersebut.
"Mama juga berangkat ya sayang, nanti mama temenin jalan-jalan sore sama papa ya." Pamit Qiya pada Lani
***
Raffa menepati janjinya untuk pulang ke rumah lebih awal. Kedatangannya disambut hangat oleh Qiya dan Lani. Senyum Raffa terbit begitu saja saat melihat kedua wanita yang ia sayangi.
"Assalamu'alaikum istri dan anak papa" Salam Raffa pada mereka berdua
"Waalaikumsalam papa" Balas Qiya menirukan suara anak kecil. Raffa tersenyum kemudian mencium kening Qiya.
"Mas mandi dulu gih. Baju gantinya udah Qiya taruh di atas kasur ya. Qiya mau siapin makanan dulu buat mas" Perintah Qiya pada Raffa.
"Makasih ya, Sa" Balas Raffa dengan senyum kehangatan.
Keluarga kecil yang jamet ini kembali. Raffa kembali jamet dengan segala kelakuannya dengan sang putri. Qiya selalu dibuat tertawa melihat Raffa dengan segala tingkah lucu dan tentu jamet bersama dengan putri mungilnya.
Seperti di taman sore ini. Raffa sudah selesai dengan urusan mandinya, Qiya pun sudah selesai dengan urusan masaknya. Mereka duduk di bangku taman. Raffa mengarahkan pandangannya pada stroller untuk melihat Lani. Berbeda dengan Qiya yang kini dirinya sedang menatap Raffa dengan tatapan penuh cinta. Tangan Qiya terulur membelai rambut Raffa yang mulai panjang.
"Anak papa yang cantik tapi cantikan mama si nak hehehe" Ucap Raffa pada sang putri. Respon Lani saat itu hanya menggeliat dan sedikit terisak
"Eh iya sama deh cantiknya. Mata papa banyak kotorannya tadi" Tambah Raffa yang berpikir jika anaknya akan menangis karena kalimatnya.
Lani seperti mengerti ucapan Raffa, ia kembali menatap Raffa. Walaupun masih bayi Lani benar-benar seperti memiliki ikatan dengan Raffa.
"Anak papa, Terima kasih ya sudah ngeramein rumah papa yang semula sepi sekarang jadi rame. Papa sama mama sayang banget sama Lani" Ucap Raffa tulus pada Lani.
"Eh iya papa lupa sesuatu" Ucap Raffa tiba-tiba karena melupakan sesuatu
"Lupa apa mas?" Tanya Qiya bingung
"Ini aku beliin gelang buat Lani. Bagus engga?" Tanya Raffa pada Qiya dan menunjukan gelang tersebut
"Qirani?" Tanya Qiya saat melihat gelang dengan liontin yang terdapat nama. Lalu diangguki Raffa.
"Aku sengaja pakai nama belakang Lani karena itu gabungan nama kita kan. Qiya Raffa dan Lani jadi Qirani." Terang Raffa
"Mas sayang banget sama Lani ya? Sayangan sama aku atau sama Lani?" Tanya Qiya sekarang. Entah mengapa perasaannya begitu cemburu melihat Raffa begitu effort membelikan gelang pada Lani
"Mas sayang banget sama Lani, Sa. Lani kado buat mas disaat mas tau engga akan ada hadirnya anak di keluarga kecil kita dan Lani hadir jadi jawaban dari segala do'a yang mas langit kan" Terangnya
"Kalo cantik selalu cantikan mama nya Lani. Kalo sayang mas lebih sayang mama nya Lani. Kalian dua wanita yang sekarang jadi pelengkap hidup mas." Tambah Raffa
"Mas, kalo suatu saat Allah kasih kita anak kandung apa mas akan tetap sayang sama Lani kaya sekarang?" Tanya Qiya ragu
"Sayangnya mungkin akan beda karena secara garis keturunan aja berbeda kan? Tapi mas akan berusaha adil dalam membagi kasih sayang itu. Tapi selagi mikirin hal itu mas mau fokus dulu sama kita yang sekarang ya!" Pinta Raffa dan Qiya tersenyum tulus.
Hari semakin malam. Raffa masih setia menggendong Lani dalam gendongannya. Setelah dibuatkan susu oleh Qiya lalu diberikan pada Lani biasanya ia akan tertidur namun kali ini berbeda. Lani terus menangis tanpa henti sehingga mau tak mau Raffa harus menggendong nya.
"Cup... Cup... Cup... Jangan nangis nak. Lani mau apa sayang?" Tanya Raffa dengan intonasi selembut mungkin.
"Sa, mas boleh minta tolong engga?" Tanya Raffa pada Qiya yang sedang merapikan piring bekas makan keduanya.
"Sebentar mas" Balas Qiya
Qiya berjalan menuju Raffa yang sedang berada di ruang keluarga rumahnya.
"Kenapa mas?" Tanya Qiya
"Coba kamu bukain bajunya, Sa" Usul Raffa
"Kenapa?" Tanya Qiya
"Ngecek aja takutnya ada semut" ucap Raffa
"Oke, dikamar aja yuk!" Ajak Qiya, Raffa menurut memasuki kamar nya lalu membuka pakaian Lani
"Badannya merah-merah mas tapi ini bukan semut kayanya. Alergi engga si mas lihat deh!" Tunjuk Qiya
"Iya ini Alergi. Alergi apa ya?" Bingung Raffa
"Kayanya susu sapi engga si mas?" Ungkap Qiya
"Bisa jadi si ini. Mas keluar dulu deh beliin obat sama susu soya. Kamu mau nitip apa?" Tanya Raffa pada Qiya
"Es krim, Qiya nitip es krim aja. Hari ini day 1" terang Qiya
"Yah mas libur dong?" Murung Raffa
"Iyalah. Lagian anaknya lagi sakit gini" ucap Qiya
"Oiya mas sekalian pembalut ya!" Pinta Qiya lagi. Raffa mengangguk lalu menjulurkan tangannya ke arah Qiya dan Qiya menyalimi tangan sang suami baru setelahnya Raffa pamit untuk menuju minimarket.
Kamar Qiya masih diisi oleh isak tangis Lani. Qiya sudah memberikan bedak anti gatal yang ia punya dan cocok untuk bayi. Lalu menggantikan pakaian Lani dengan pakaian yang tak terlalu tertutup. Dengan telaten Qiya menggendong Lani lalu menimang-nimang anaknya dengan penuh kasih sayang.
"Sayangnya mama haus ya? Sabar ya nak papa lagi beli susu"
"Cup...cup...cup... anak cantik mama, cape nak nangis terus" terang Qiya
30 menit berlalu, Lani berhasil terlelap 10 menit yang lalu dalam dekapan Qiya. Lani terlihat lelah menangis sehingga Qiya memberikan Lani air putih hangat ke dalam botolnya. Lani yang sudah lelah menerima saja dan tak lama mulai terpejam. Qiya perlahan-lahan meletakan Lani setelah terlelap.
"Assalamualaikum" salam Raffa memasuki kamar dengan suara yang begitu pelan namun Qiya menyadarinya.
"Waalaikumsalam" balas Qiya lalu mengambil punggung tangan Raffa untuk menciumnya.
"Mas ko lama?" tanya Qiya setelahnya
"Faqih pindah ke Solo. Rumahnya di gang sebelah tadi mas sempet ngobrol sebentar. Terus tadi ada Zilla juga. Kata Zilla ASI nya dia masih banyak sedangkan Bian udah mulai makan jadi minum susunya engga se banyak dulu. Zilla bersedia kasih ASI nya buat Lani, Sa" terang Raffa
"Oh ya? Alhamdulilah" balas Qiya
***
Pada minta keluarganya Silvi dituntut ya? Huhuhu tunggu aja ya love.
Mohon maaf jika masih terdapat banyak typo ya guys, love u.
Selamat membaca dan jangan lupa tinggalin jejak

KAMU SEDANG MEMBACA
Bangsal Terakhir (End)
RomanceSaqiya terpaksa mengulang state nya karena seorang dokter yang tak memiliki hati nurani. Dirinya harus mengurungkan niat untuk lulus pada koas nya kali ini dan tidak dapat mengucapkan sumpah dokter bersama temen-temennya karena perbuatan dokter ters...