Jalanan cukup ramai hari ini, Aurelian menautkan tangannya, meremat jari jemari satu sama lain karena merasa gugup entah karena apa, padahal ini bukan kali pertama ia masuk sekolah tetapi entah mengapa ia merasa gelisah bukan main.
Tatapannya yang terlihat kosong itu menjadi tanpa bahwa kini pikirannya tengah melayang tidak mempedulikan sekitar bahkan saat mobil yang di tumpanginya sudah berhenti di depan gerbang sekolah.
Andreas yang melihat itu mengulurkan tangannya mengelus kepala Aurelian membawa kesadaran sang anak kembali ke tempatnya hingga manik biru kelamnya bertemu dengan miliknya, "ada apa, hm? Apa yang mengganggu pikiran mu?"
Anak itu tersenyum tipis dan menggeleng, "tidak ada papa. Kalau begitu, Lian sekolah dulu."
Gerakannya terhenti saat bahunya di raih oleh Andreas yang membuatnya kembali menoleh dengan tatapan bertanya. Sebuah kecupan singkat mendarat di dahinya di ikuti kantong berisikan kotak bekal yang Andreas letakan di pangkuannya, "belajar yang giat. Papa akan menjemput mu lagi saat pulang sekolah nanti. Lalu, Orion akan datang saat jam istirahat nanti, tetaplah bersamanya."
Aurelian yang membeku pun dengan kikuk turun dari mobil di barengi sebuah anggukan kecil. Kaca mobil itu turun menampakan Andreas serta senyuman tipis di bibirnya, tangannya melambai pelan pada sang anak yang terdiam di tempat penuh rasa gugup dan ragu.
Aurelian mengangkat satu tangannya yang bebas membalas lambaian sang papa, setelahnya berbalik masuk melewati gerbang sekolah. Pipinya yang terasa hangat, ia yakin bahwa itu akan memerah. Sebuah pagi yang indah untuknya, Aurelian mungkin tidak akan melupakan hal ini selamanya.
Beberapa murid melirik kearahnya, sebuah hal yang langka melihat Aurelian diantarkan oleh Andreas. Meskipun mereka mengetahui bahwa Aurelian juga merupakan putra dari keluarga Wilhelm yang terkenal itu, tetapi keberadaannya selalu di barengi dengan rumor buruk tentang hubungan keluarga yang tidak baik. Apalagi Orion yang secara terang-terangan memperlakukan Aurelian tidak semestinya seorang saudara seolah mengonfirmasi semuanya.
Sebuah gosip yang sudah menjadi rahasia umum. Tetapi untuk menyangkal hal tersebut, kini si bungsu Wilhelm maju mendekat pada Aurelian ikut berjalan di belakang kakaknya tidak peduli dengan berbagai macam tatapan yang mengarah kepada keduanya.
Tatapannya yang datar dengan aura dingin, Orion berjalan dengan satu tangan ia masukan kedalam saku celananya. Ia tiba tidak lama sebelum Aurelian sampai, sengaja menunggu di balik gerbang atas perintah sang papa untuk bisa menjaga sang kakak selama di sekolah.
Satu tangannya yang bebas mengambil alih tas bekas dari tangan Aurelian membuat kakaknya itu menoleh, "Orion? Sudah sampai?" Sebuah pertanyaan tidak berfaedah yang keluar hanya di balas deheman semata oleh sang adik.
"Tas bekalnya biar aku saja yang membawanya." Sambung Aurelian berusaha meraih kembali tas itu dari genggaman Orion.
"Tidak perlu. Papa sudah bilang untuk menunggu ku di kelas sebelumnya bukan? Jadi, jangan kemana-mana!" Sahut Orion.
Pandangannya terarah lurus ke depan, namun tangan yang tadi berada di saku kini beralih meraih pergelangan tangan Aurelian, "jika berjalan lihatlah ke depan. Ayo, aku akan mengantarkan mu ke kelas."
Di sisi lain kedua teman Orion pun merasakan kebingungan yang sama saat melihat kedekatan kakak adik itu yang terasa tiba-tiba. Mereka yang mengenal Orion pasti tahu bagaimana bencinya seorang Orion kepada kakak ketiganya. Setiap hal sepele dari Aurelian yang mengganggunya pasti akan berakhir dengan aduan kepada sang kepala keluarga.
Sudah beberapa kali sebenarnya mereka juga mengingatkan Orion untuk lebih bisa bersikap baik lagi pada Aurelian, tetapi mungkin karena terlalu banyak di manjakan oleh orang-orang di sekitarnya Orion jadi sulit sekali mendengar nasihat orang lain. Anak itu tumbuh menjadi remaja angkuh dengan egoisme yang tinggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hyacinth [Hiatus]
Sonstiges[Brothership, Familyship, & Bromance Area] [Not BL!] . . . Perlakuan kasar juga sikap acuh tak acuh menjadi landasan penyesalan mereka saat melihat tubuh itu terbaring kaku di ranjang pesakitan setelah sebelumnya di tangani oleh dokter. Satu kali...