Pertandingan dimulai dengan berbarisnya para pemain di tengah lapangan, saling berhadapan dengan memakai jersey sekolah masing-masing sedang wasit memberikan sedikit petuah dan juga menjelaskan peraturan pada permainannya.
Orion menatap dingin pada sosok musuh bebuyutan yang sudah menjadi lawannya selama bertahun-tahun. Seorang pemuda dari tim lawan dengan perawakan tinggi yang menatapnya dengan tatapan yang tidak berbeda jauh, Hayden Matarys.
"Kita bertemu kembali disini, Orion Wilhelm."
"Iya, aku tidak menyangka sosok lemah seperti mu terpilih sebagai bagian dari tim basket ini untuk melawan ku."
Hayden tersenyum, matanya yang sedikit sipit itu nampak mengerikan kala seringaiannya terpasang lebar, "bukankah untuk melawan seseorang kita harus setara. Lemah dan lemah. Jika aku kuat maka pertandingannya tidak akan seru."
Urat di pelipisnya mulai timbul, Orion si sumbu pendek tentu saja terpancing dengan perkataan Hayden yang seolah memprovokasinya, "Dari dulu lidah mu itu memang pandai sekali bersilat."
"Terimakasih atas pujiannya. Oh, biarkan aku katakan sesuatu juga padamu, dia... Bukankah sangat manis. Aku jadi ingin mengganggunya dan melihat apa yang akan kau lakukan untuk melindunginya."
Tangan Orion mengepal erat, ada sorot kemarahan dimatanya kala Hayden menyeret Aurelian kedalam pembicaraan mereka, "berani menyentuhnya, katakan selamat tinggal pada hidup mu."
Hayden yang diancam malah bersiul, "aku jadi semakin tertantang."
Saat Orion hendak maju, pergelangan tangannya langsung ditahan oleh Emilio yang ada di sampingnya. Posisi berdiri Orion memang berada di tengah antara Mikhael dan Emilio, mereka berdua tahu jika sudah menyangkut Aurelian emosi Orion akan mudah terpancing.
"Biarkan saja Rion. Kau sudah mempercayakan kakak manis mu pada kami, melawan seorang rendahan sepertinya adalah hal yang mudah." Ujar Mikhael tersenyum miring meremehkan Hayden.
"Dan lagi, apa kau yakin bisa menembus pertahanan dari ketiga benteng utama Wilhelm dengan mudah, Hayden Matarys? Karena untuk mengalahkan Orion saja, kau tidak bisa melakukannya." Timpal Emilio, tatapannya terlihat merendahkan sosok dari musuh bebuyutan Orion yang menurutnya begitu menyebalkan.
Hayden kerap kali mengganggu Orion sedari mereka berada di sekolah menengah pertama entah karena alasan apa, pemuda itu nampak sangat tidak menyukai Orion. Pernah sekali mereka melabraknya karena sudah kepalang kesal karena terus menerus diganggu, namun yang ada malah berakhir dengan perkelahian hebat hingga harus dipisahkan oleh pihak BK dan menjalani konseling juga skors selama beberapa hari.
Hayden yang keroyok pun bungkam dengan tangan mengepal kesal, urat dilehernya tercetak jelas dan wajahnya berubah merah. Emilio dan Mikhael sedari dulu memang selalu berdiri sebagai garda terdepan untuk membela Orion dan hal itu membuat ia kesal. Ingin rasanya ia menyingkirkan kedua orang itu, namun apapun cara yang Hayden lakukan, ia tidak pernah berhasil. Emilio dan Mikhael terus menempel lengket pada Orion apapun yang terjadi.
Wasit mulai mengarahkan mereka untuk mengambil posisi masing-masing, Emilio dan Mikhael menepuk pelan bahu Orion untuk menyadarkan anak itu agar tidak perlu terpancing oleh perkataan Hayden, "tenanglah Rion. Kemarahan mu akan memberikan dampak buruk pada tim."
"Lio benar. Kali ini fokus kan diri mu untuk mengalahkannya. Bukannya kau juga ingin menunjukan performa terbaik mu pada paman Andreas dan saudara mu? Aki ingat jika kak Lian sangat menantikan penampilan mu di pertandingan kali ini. Jadi, jangan kecewakan mereka." Ujar Mikhael memberikan nasihat sekaligus ketenangan dari Orion.
Raut yang tadinya mengeras kini berubah menjadi lebih serius, tekanan yang Orion bawa membuat Mikhael dan Emilio sadar jika kali ini tidak akan ada yang bisa menghentikan bungsu Wilhelm dari kemenangannya, "iya. Maaf untuk yang tadi. Sekarang mari kita habisi mereka. Aku tidak mau melihat wajah menyebalkan itu terlalu lama."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hyacinth [Hiatus]
Random[Brothership, Familyship, & Bromance Area] [Not BL!] . . . Perlakuan kasar juga sikap acuh tak acuh menjadi landasan penyesalan mereka saat melihat tubuh itu terbaring kaku di ranjang pesakitan setelah sebelumnya di tangani oleh dokter. Satu kali...