Aurelian duduk diatas ranjang rumah sakit dengan gugup, tangannya saling meremat satu sama lain, sedang pandangannya menunduk. Seluruh anggota keluarga Wilhelm berkumpul ikut merasakan kegugupan yang melanda hati anak itu, terutama Andreas.
Hari ini adalah hari dimana Aurelian akan menjalani kemoterapi pertamanya, dan itu membuat mereka semua khawatir dan cemas kala menunggu kehadiran dokter Frans. Orion yang entah mendapat pesan dari mana, ia mendekat pada kakaknya itu dan memeluk tubuh kecil Aurelian, berusaha memberikan ketenangan bagi sang kakak karena ia mengerti diantara mereka semua yang paling merasakan beratnya atmosfer itu adalah Aurelian sendiri.
Membalas pelukan adiknya, Aurelian tersenyum lembut, "ada apa adik? Jantung mu berdegup kencang seperti ini." Ujarnya ringan, kepalanya yang bersandar pada dada Orion bisa dengan jelas mendengarkan dan merasakan debaran gugup dari si bungsu.
"Kau akan baik-baik saja kan, kak?"
Aurelian mendengus pelan, memeluk tubuh Orion semakin erat, dagunya ia tumpukan pada dada adiknya yang terasa lebih bidang, "apa sekarang adik ku ini tengah khawatir, hm?"
Orion menunduk membalas tatapan kakak manisnya itu, "tentu saja. Kau tidak lihat kami semua khawatir pada mu?"
Sedikit tertegun, si manis kemudian mengedarkan pandangannya menatap satu persatu anggota keluarganya. Lysander duduk dengan tangan tertaut, Calix dengan ponselnya nampak acuh dari luar tetapi jari yang bergerak mengusap layar hanya tetapi stuk di screen home ponselnya, pemuda itu hanya tengah berusaha mengalihkan fokusnya saja. Sedang Andreas sendiri tengah menatap interaksi si bungsu dengannya, tetapi Aurelian dapat dengan jelas melihat pancaran kekhawatiran dimatanya yang nampak lebih sayu.
Tangan kurus berbalutkan kulit putih pucat terulur pada sang papa, mengelus pipi Andreas pelan, "jangan khawatir papa. Lian sudah berjanji untuk berjuang, jadi cukup doa kan Lian untuk sembuh saja."
Andreas membawa tangan anaknya itu untuk bisa ia cium, "tentu saja. Putra manis papa akan sembuh bagaimana pun caranya."
Hal itu mengundang sebuah senyuman lebar di bibir Aurelian, apalagi kala Andreas menciumi tangannya. Di tengah kekhawatiran yang dalam itu, Aurelian justru merasakan hangat yang amat sangat. Dirinya bisa dengan jelas merasakan kasih sayang tercurah dari mereka yang di sayanginya, "jangan marah jika nanti uang papa akan terkuras banyak karena pengobatan Lian, ya."
Perkataan itu tidak hanya membuat Andreas terkekeh tetapi anak-anaknya yang lain pun ikut tersenyum karenanya, disaat seperti ini si manis ternyata masih bisa mencairkan suasana pengap yang menekan dada itu, "papa tidak akan keberatan jika itu untuk kesembuhan mu."
"Jangan sampai nanti saat Lian sembuh, papa malah menagih gantinya."
"Tidak akan. Kuras saja uang papa sesuka mu."
Suasana hangat itu teralihkan saat pintu di ketuk, dokter Frans masuk dengan di ikuti oleh beberapa perawat yang membawa sebuah troli berisikan peralatan dari keperluan kemoterapi sang tuan muda.
"Tuan, kami akan memulai proses kemoterapi pertama tuan muda Aurelian. Apa anda siap tuan muda?"
Pelukan Orion terurai dari tubuh sang kakak, ketegangan mulai kembali muncul di antara mereka. Aurelian yang duduk di ranjang pun menarik nafasnya dalam, menatap penuh keyakinan pada sang dokter, dengan tegas anak itu mengangguk, "iya."
Mengambil posisi di kursi yang sempat Andreas duduki sebelumnya, Frans pun mulai menyiapkan peralatan di bantu oleh perawat, "sebelumnya, sesuai prosedur yang telah di anjurkan, tuan muda tidak makan terlebih dahulu kan?"
Bukan tanpa alasan dokter Frans bertanya seperti itu, karena pasien yang akan menjalani proses kemoterapi dianjurkan untuk tidak makan atau jika mau mereka harus makan beberapa jam sebelum kemoterapi di lakukan, mengingat efek samping kemoterapi itu sendiri merupakan mual dan muntah, dan hal tersebut pasti akan membuat pasien lemah.(*)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hyacinth [Hiatus]
Random[Brothership, Familyship, & Bromance Area] [Not BL!] . . . Perlakuan kasar juga sikap acuh tak acuh menjadi landasan penyesalan mereka saat melihat tubuh itu terbaring kaku di ranjang pesakitan setelah sebelumnya di tangani oleh dokter. Satu kali...