Orion masuk ke dalam mansion dengan terburu melemparkan kunci motornya kepada pengawal yang berjaga di sana, langkahnya ia bawa cepat menuju lantai atas tanpa mempedulikan Lysander yang tengah duduk di ruang utama menatapnya dengan kepala menggeleng pelan.
Membuka kamar baru yang di tempati oleh Aurelian cukup keras membuat sosok didalam sana yang tengah tidur langsung terperajat kaget dan terduduk, nafasnya mulai terlihat tidak teratur dan terengah membuat Calix yang memang menemani anak itu tertidur mengelus dada Aurelian dan menatap tajam Orion di ambang pintu.
"Bernafas dengan perlahan, Lian." Katanya.
Aurelian memang begini, jika ia mendengar suara keras itu akan membuatnya terperajat bahkan meskipun ia tengah tertidur sekalipun. Nampaknya itu ada hubungannya dengan apa yang di alaminya selama ini. Andreas dan yang lainnya sering kali memarahi Aurelian dengan suara yang keras atau bahkan sampai melempar barang, seolah sudah menanam dengan baik di pikirannya, tubuhnya akan secara otomatis tersentak.
"Papa- apa papa marah pada Lian?" Katanya terdengar panik, matanya nampak tidak fokus dan hal itu berhasil membuat kakak dan adiknya khawatir.
"Itu Lian tidak sengaja. Benar-benar tidak sengaja." Racaunya, tubuhnya bergetar seperti orang yang ketakutan dan tangannya meraih tangan besar Calix, "Lian minta maaf ya? Lian janji tidak akan melakukannya lagi."
Mata madu itu tergenang oleh air mata, Calix yang tak tega langsung memeluk tubuh bergetar adiknya itu, mengelus punggung kecilnya dan membisikan kata-kata penenang di telinga Aurelian, "tidak adik. Papa tidak marah. Ingat apa yang di katakan olehnya pada mu? Ia tidak suka kau menangis. Kakak mohon tolong jangan seperti ini."
Mendengar nafas yang berhembus dari Aurelian tidak teratur, Calix pun mengurai pelukannya, meraih wajah sang adik, "lihat kakak. Tenang oke? Tarik nafas mu dengan perlahan. Ikuti intruksi ku. Dan Orion, bukan pintu balkon, biarkan udara masuk kedalam."
Orion langsung mematuhi perintah kakak keduanya itu dan membuka lebar pintu balkon sehingga angin sejuk yang berasal dari taman masuk memenuhi kamar Aurelian.
"Tarik nafas mu, lalu hembuskan melalui hidung mu." Calix mengangguk kecil beberapa kali saat Aurelian mengikuti intruksinya, "iya, seperti itu. Bagus sekali Lian. Perlahan saja, terus lakukan seperti itu."
Melakukan apa yang di intruksikan Calix padanya dengan patuh, Aurelian menutup matanya saat dirasa nafasnya sudah kembali teratur. Kepalanya jatuh menumpu pada dada kakaknya, "terimakasih kak." Lirihnya.
Suara rusuh dari lorong di ikuti masuknya Lysander mengalihkan atensi mereka bertiga. Si sulung mendekat pada Aurelian sedang nafasnya terengah karena ia yang tadi tengah bersantai di ruang utama sembari mengawasi adik-adiknya dari handphone yang tersambung dengan kamera CCTV di kamar Aurelian dibuat panik setengah mati kala melihat adik keduanya itu nampak tidak baik-baik saja.
"Apa yang terjadi? Mana yang sakit? Katakan pada ku." Katanya cepat.
Aurelian yang melihat raut Lysander malah merasa terhibur. Jarang sekali kakak sulungnya itu menunjukan ekspresi lain selain datar dan dingin, makanya ia terkekeh kecil sekarang, "Lian baik kak."
"Jangan berbohong. Sudah jelas aku melihatnya dari CCTV tadi." Balas Lysander yang mengundang tatapan penasaran dari adiknya itu.
Aurelian mengerjap sesaat, "CCTV apa kak?"
Lysander yang ditanyai seperti itu terdiam tidak menjawab, sedang Calix dan Orion hanya bisa menghela nafas saat kakak sulungnya itu keceplosan.
"Tidak kak. Bukan apa-apa. Tidak usah di pikirkan." Orion yang sedari tadi terdiam membuka mulut dan turut menghampiri kakak manisnya itu, "lalu, maaf sudah mengagetkan mu kak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hyacinth [Hiatus]
Random[Brothership, Familyship, & Bromance Area] [Not BL!] . . . Perlakuan kasar juga sikap acuh tak acuh menjadi landasan penyesalan mereka saat melihat tubuh itu terbaring kaku di ranjang pesakitan setelah sebelumnya di tangani oleh dokter. Satu kali...