Aurelian tengah bersiap, dirinya ingin menonton pertandingan basket adiknya bersama dengan papa dan saudaranya yang lain. Beruntung karena acara itu dilakukan pada hari libur hingga mereka semua bisa ikut menonton tanpa harus memikirkan hal yang lain. Ngomong-ngomong dirinya sudah keluar rumah sakit kemarin, meskipun awalnya dilarang keras oleh Andreas dan yang lainnya, tetapi anak itu keukeh ingin menontonnya.
Kaos putih dibalut kembali oleh jaket basket milik Orion dimana pada dada bagian kiri berlambangkan SMA tempat dirinya dan Orion bersekolah. Hal itu ia tujukan sebagai bentuk dukungannya pada tim Orion. Tas selempang kecil dengan topi yang sengaja digantung disana.
Dirinya keluar saat senyuman lebar, Andreas dan yang lainnya sudah menunggu di depan lift, sedang Orion sudah lebih dulu ke tempat karena ia harus melakukan pemanasan dan mendiskusikan kembali mengenai strategi yang mereka gunakan untuk melawan tim musuh.
Mereka menoleh bersamaan menatap kearahnya yang tampil manis, jaket Orion yang kebesaran di tubuh Aurelian membuat tubuh itu tenggelam. Senyuman secerah matahari tersemat dibibirnya, Aurelian selalu menebarkan keceriaan dan sisi positifnya hingga membuat orang disekitarnya ikut terbawa suasana baik.
Andreas menghela nafasnya kala melihat senyuman anaknya yang begitu lebar, kemudian turut tersenyum tipis, "sudah siap? Sunblocknya dipakai? Meskipun pertandingannya dilakukan di lapangan tertutup, tetapi hal itu tetap penting."
Anggukan ia dapatkan sebagai balasan. Anak itu kemudian beralih pada Calix yang membawa sebuah tas jinjing berbentuk kotak kecil yang terlihat penuh, "apa itu kak?" Tanyanya penasaran.
Calix melirik kearah tangannya, "handsanitizer, sunblock, suncreen, obat-obatan, tisu basah, tisu kering. Aku juga membawa payung dan jaket cadangan untuk mu, kedua hal itu sudah Leo masukan kedalam mobil."
Aurelian dibuat cengo dengan segala persiapan yang kakaknya itu bawa, "ah, kak Sander juga meminta pelayan untuk menyiapkan buah-buahan untuk cemilan mu. Jadi kau tidak akan bisa jajan disana." Calix melanjutkan dengan sebuah senyuman bangga terukir dibibirnya.
Mendengar kalimat terakhir kakak keduanya, Aurelian lantas menukikkan alisnya, bibirnya memberengut, "loh, tidak bisa begitu! Eze bilang makanan disana enak-enak, Lian tidak bisa melewatkannya."
Mereka bertiga lantas mendatarkan raut wajahnya. Aurelian dan makanan tidak bisa dipisahkan, mulut anak itu memang kerap kali tengah mengunyah sesuatu disetiap keadaan. Namun lihatnya tubuhnya, tetap kecil dan tidak berubah sedikit pun.
Meskipun begitu, sebenarnya diam-diam mereka turut bersyukur dengan nafsu makan Aurelian yang malah meningkat pesat. Mereka mengingatnya, jika salah satu efek samping dari kemoterapi adalah mulai menurunnya nafsu makan. Apa untuk sekarang mereka biarkan saja dulu? Tidak, setidaknya mereka harus menjaga apa yang masuk ke dalam tubuh anak itu dengan ketat.
"Katakan, makanan apa yang kau inginkan, biar pelayan dan juru masak yang menyiapkannya untuk mu." Ujar Lysander, tatapan matanya masih sama dinginnya.
Aurelian berujar ragu, menatap pada kakak sulungnya dengan hati-hati, tetapi keinginannya yang lebih kuat membuat ia memberanikan diri, "Lian ingin yang dijual di tempat pertandingan nanti."
"Aurelian, makanan disana tidak terjamin kebersihannya. Kau ada di fase mudah untuk terserang bakteri dan virus, kami tidak mau kau kenapa-napa nantinya." Andreas membuka suara membujuk anaknya, ia mendekat dan mensejajarkan dirinya dengan Aurelian, "untuk sekarang, tahan dirimu. Saat kau sepenuhnya nanti, papa akan belikan apapun yang kau mau, oke?"
Meskipun bibir itu terlihat mencebik, anak itu tetap mengangguk dengan patuh. Ini demi kebaikannya, pikirnya.
Calix memencet tombol lift melihat adiknya itu sudah lebih tenang, dentingan yang di susul oleh pintu lift yang terbuka pun mengalihkan atensi mereka, "nah, ayo kita berangkat. Aku yakin si bungsu tengah menunggu kita untuk menyemangatinya sekarang." Ujarnya memasuki lift di ikuti yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hyacinth [Hiatus]
Random[Brothership, Familyship, & Bromance Area] [Not BL!] . . . Perlakuan kasar juga sikap acuh tak acuh menjadi landasan penyesalan mereka saat melihat tubuh itu terbaring kaku di ranjang pesakitan setelah sebelumnya di tangani oleh dokter. Satu kali...