17

5.5K 714 32
                                    

Makan malam tiba, Aurelian sedari tadi tidak sedikit pun beranjak dari posisinya yang berada di pangkuan Andreas. Mata madunya bahkan tidak mau bertatapan dengan saudaranya, terutama Orion. Si bungsu yang sudah membuat pipinya merah sebelumnya.

Calix dengan inisiatifnya mendekat mencoba untuk membangun komunikasi, rasanya ganjal jika terus diacuhkan seperti ini oleh Aurelian membuat hatinya tidak tenang, "adik." Panggilnya pelan dan halus.

Tangannya yang hendak menyentuh bahu Aurelian hanya bisa terangkat di udara kala tubuh itu meringsut semakin menenggelamkan diri di pelukan Andreas yang hangat. Bibir yang memberengut lucu dengan tatapan acuh terarah lurus pada layar televisi.

Hanya dengan melihatnya sekilas Calix bisa menyimpulkan jika adiknya itu marah saat ini.

Ia melirik sinis pada Orion yang berbaring di karpet berbulu tebal menggunakan tangannya sebagai sanggahan sedang tangan lain mencomot kacang mede di dalam toples. Dengan kesal Calix menyikut sanggahan kepala Orion hingga membuat si bungsu meringis seketika.

"Kau apakan kakak mu itu?" Tanyanya dengan tatapan tajam menuntut jawaban dari adik bungsunya.

Orion hanya menoleh acuh kemudian kembali pada kegiatannya tadi, "hanya mencubitnya."

"Dan meninggalkan ku saat kau bilang akan menunggu ku ke sekolah." Timpal Aurelian terdengar sebal, "pembohong. Lian tidak akan percaya lagi pada Orion." Lanjut si manis mendelik.

Sedang Orion pun nampak tidak peduli dan hanya menggedikkan bahunya saja. Ia hanya merasa puas setelah mencubit habis pipi kakaknya setelah itu mau Aurelian marah atau melakukan apa pun padanya Orion tidak peduli, karena jujur ia sudah gemas sekali pada kakak ketiganya itu.

"Berarti disini Orion yang salah, lalu kenapa Lian marah pada kakak juga?" Lysander ikut menimbrung pembicaraan. Tablet di tangannya ia simpan di atas meja kecil samping kursi dan memfokuskan pandangan pada wajah Aurelian.

"Karena kakak dan kak Cal juga meninggalkan Lian!"

"Tapi kakak tidak pernah berkata akan menunggu mu sebelumnya kan?" Calix ikut melancarkan pembelaannya membuat Aurelian tidak berkutik.

Benar juga, pikir anak itu.

Mata bulatnya beralih pada Andreas dimana papanya itu malah asyik menonton tayangan televisi, menarik pelan baju piyama yang dipakai Andreas membuat sang papa menunduk ke arahnya, "papa katanya mau bantuin Lian. Lian di serang oleh kak Sander dan kak Cal loh pa." Ucap anak itu melas meminta pertolongan pada Andreas.

"Bukan menyerang, kami hanya memberikan pembelaan kami. Seorang tersangka boleh mengajukan pembelaan di hadapan hakim kala tuduhan di layangkan padanya, bukan begitu papa?" Kata Lysander yang diangguki oleh Andreas semakin membuat Aurelian memberengut.

"Apa yang di katakan oleh kakak mu benar, Lian." Andreas mengelus kepala anaknya itu penuh perhatian, "lagian papa bilang akan membantu juga hanya pada saat kau mengatakan akan membalas Orion saja bukan?"

Ugh, ini bagaimana ceritanya sih? Aurelian seperti disadarkan jika dirinya tidak teliti selama ini. Tapi ya, jika di ingat lagi, apa yang dikatakan oleh mereka memang benar semua. Jadi, Aurelian harus bagaimana sekarang?

Menghela nafasnya berat, ia mendekat pada Calix dan duduk berhadapan dengan kakak keduanya itu, pandangannya menunduk dengan kedua tangan terkepal di atas kedua pahanya, "maaf kakak, Lian salah karena menganggapnya terlalu jauh. Seharusnya Lian tidak seperti itu, tadi bahkan Lian juga melakukan hal yang sama pada papa. Saya... Minta maaf."

Kalimat terakhir Aurelian yang kembali formal menyadarkan mereka, meskipun tidak terlihat jelas, tetapi mata itu nampak meredup. Bayangan dari ingatan lama pun merasuk.

Hyacinth [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang