Aurelian sudah menjalani sesi kedua dari kemoterapinya, anak itu baru saja pulang dari rumah sakit. Ditengah jalan Andreas mampir terlebih dahulu di toko kue langganannya, sebagai hiburan kecil Andreas ingin membelikan anaknya itu brownies kesukaannya.
Menyandar pada bahu Orion di sampingnya, akhir-akhir ini dia mulai sering merasakan kelelahan tanpa alasan yang spesifik. Tatapannya nampak lebih sayu dan beberapa kali berkedip kala rasa kantuk mulai menyerang, Lysander melirik dari kaca spion dalam -rear vision mirror-, sedang Calix menolehkan kepalanya ke belakang.
Tangannya terjulur menyapu lembut pipi pucat adiknya, "ngantuk?" Tanyanya.
Anggukan kecil Aurelian berikan, "Lian merasa lelah sekali."
"Kalau begitu, tidurlah." Katanya.
Dengan Orion mengelus punggung tangan yang berhias hansaplast bekas dari infus yang terpasang sebelumnya, dan kedua kakaknya yang menatap penuh kelembutan, secara perlahan mata Aurelian meredup dan mulai tertutup. Anak itu memenuhi perkataan Calix untuk tertidur dan beristirahat, memilih mengikuti keinginan tubuhnya.
Ada sorot kehampaan kala Calix melihat wajah tenang Aurelian. Rasa kecewa dan tidak berdaya, ia kesal karena tidak bisa melakukan apapun untuk adiknya itu. Tubuhnya kembali ia balikan menatap pada jalanan kota, menggigit bibir bawahnya dengan tangan terkepal.
Lysander melihatnya, perubahan raut wajah Calix yang mengeras terlihat dari bagaimana rahang itu mengeras, "apa yang kau pikirkan sekarang tidak akan bisa mengubah apapun, Cal. Faktanya hal inilah yang menjadi bukti penyesalan kita sekarang. Papa juga mengatakannya pada ku, tentang betapa menyesalnya ia. Tapi meskipun begitu, apa hal itu mungkin bisa membantu penyakit itu hilang dari Aurelian? Aku rasa tidak. Yang bisa kita lakukan sekarang hanyalah ada disisinya dan menemaninya."
Lysander menyandarkan dirinya, kepalanya mendongak, "mungkin ini terlambat, bahkan sangat terlambat. Hanya saja setidaknya aku bersyukur karena ditengah keterlambatan itu, kita diberikan waktu untuk memperbaiki semuanya. Dan, aku tahu ini akan terdengar aneh ditelinga kalian, tetapi... Kedepannya tolong andalkan aku juga."
Baik Calix atau pun Orion yang mendengar kalimat panjang Lysander dibuat tertegun. Ini pertama kalinya kakak sulungnya itu berkata panjang lebar seperti itu mengingat Lysander dikenalnya sebagai sosok dingin yang cuek.
Calix mendengus pelan, "kau membuat suasana menjadi semakin menekan, kak."
"Kak Cal benar. Selain itu, aneh sekali mendengar mu berbicara sepanjang itu." Timpal Orion.
Lysander yang setengah diejek pun tertawa pelan. Jika saja kini Aurelian terbangun, anak itu pasti akan mengacungkan kedua jempolnya untuk memuji ketampanan sang kakak yang bisa saja membuat banyak wanita jatuh hati padanya, "begitukah? Aku mungkin akan lebih cerewet nanti, jadi jangan heran lagi." Katanya, mengembalikan suasana menjadi lebih santai.
"Ah, telingaku akan lebih sakit lagi nantinya. Kak Cal sudah cukup berisik bagi ku." Canda Orion.
Calix terkekeh, "ya, karena itu bersiaplah. Bukan hanya Aurelian yang akan kami recoki, tapi kau juga."
"Kau juga, Cal. Sebagai yang tertua aku bisa memarahi mu jika kau bertindak diluar batas." Peringat keras Lysander.
"Aku mengerti."
Pintu mobil dibuka, Andreas masuk dengan membawa bingkisan kotak berisikan kue coklat kesukaan Aurelian. Menatap ke arah samping dimana anak manisnya ternyata sudah tertidur pulas dengan menyandar pada si bungsu, Orion.
"Kau lama, pa." Ujar Orion nampak kebosanan karena dirinya hanya diam terus menatap ke arah luar dimana banyak kendaraan lain yang berlalu lalang.
"Antriannya cukup panjang." Jawab singkat Andreas, "ayo pulang." Lanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hyacinth [Hiatus]
Random[Brothership, Familyship, & Bromance Area] [Not BL!] . . . Perlakuan kasar juga sikap acuh tak acuh menjadi landasan penyesalan mereka saat melihat tubuh itu terbaring kaku di ranjang pesakitan setelah sebelumnya di tangani oleh dokter. Satu kali...