Patahnya Harapan

46 3 0
                                    

Hari-hari setelah festival seni berlalu dengan cepat, dan Oty merasakan kebahagiaan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Proyek yang mereka kerjakan tidak hanya berhasil, tetapi juga membuat mereka semakin dekat. Oty merasakan semangat baru untuk melanjutkan perjalanan hidupnya, meski bayang-bayang keraguan masih kadang menghantuinya.

Suatu malam, saat Oty duduk di kamarnya, dia melihat pesan dari seorang teman sekelasnya, Rina. “Oty, kamu ada waktu untuk ngobrol? Ada yang ingin aku bicarakan,” tulisnya.

Oty merasa sedikit khawatir. Rina adalah sosok yang biasanya ceria, jadi dia penasaran apa yang sedang terjadi. “Iya, Rina. Ada apa?” balas Oty.

Rina segera datang ke rumah Oty. Dalam suasana yang tenang, Rina mulai bercerita. “Oty, aku merasa tertekan banget. Mama selalu membandingkan aku sama kakakku yang udah sukses. Dia selalu bilang aku nggak cukup baik, dan aku merasa terus gagal.”

Mendengar itu, Oty merasa hatinya teriris. “Rina, kamu jangan dengarkan omongan mereka. Setiap orang punya jalannya masing-masing. Kamu sudah berjuang dengan cara kamu sendiri, dan itu cukup berharga,” kata Oty berusaha menenangkan temannya.

Rina menggeleng. “Tapi aku merasa beban ini terlalu berat. Aku ingin membuat Mama bangga, tapi aku juga ingin menjalani hidupku sendiri.”

Mendengar perasaan Rina, Oty teringat akan dirinya sendiri. Dia juga merasa tertekan dengan harapan orang tua, terutama ibunya. “Rina, kita harus bisa saling mendukung. Kita nggak sendirian dalam perjalanan ini. Aku juga merasa tertekan dengan ekspektasi orang tua, jadi kita harus kuat bersama.”

Rina mengangguk, sedikit terhibur. Namun, Oty tahu bahwa rasa cemas dan beban itu tidak akan hilang begitu saja. Dia ingin melakukan sesuatu yang lebih untuk membantu temannya, dan juga dirinya sendiri.

Keesokan harinya, Oty memutuskan untuk berbagi cerita dengan ibunya. Ia ingin menceritakan tentang perjuangan dan tekanan yang ia rasakan agar ibunya lebih memahami kondisi mereka. “Ma, bisa kita ngobrol sebentar?” tanya Oty saat sarapan.

Ibu Oty menatapnya penuh perhatian. “Tentu, nak. Ada apa?”

Dengan hati yang berdebar, Oty mulai bercerita. “Aku merasa tertekan dengan harapan yang Mama dan keluarga taruh di pundakku. Aku ingin mengejar impianku, tetapi kadang aku merasa seolah-olah aku harus memenuhi semua ekspektasi orang lain.”

Ibu Oty terdiam sejenak, kemudian menjawab, “Nak, Mama tidak pernah ingin memberikanmu tekanan. Mama hanya ingin yang terbaik untukmu. Tapi Mama juga mengerti bahwa kamu harus menemukan jalanmu sendiri.”

Oty terharu mendengar kata-kata ibunya. “Aku rasa aku butuh waktu untuk mencari tahu siapa aku, tanpa merasa terjebak oleh harapan orang lain.”

“Dan Mama di sini untuk mendukungmu. Jangan takut untuk berbagi perasaanmu. Mama tahu ini mungkin sulit, tapi kamu tidak sendiri,” jawab ibunya, menggenggam tangan Oty.

Kali ini, air mata Oty mengalir. Dia merasa diberdayakan oleh dukungan ibunya. “Terima kasih, Ma. Aku akan berusaha untuk lebih terbuka ke Mama dan keluarga.”

Hari-hari berikutnya, Oty dan Rina semakin dekat. Mereka mulai berbagi pengalaman, baik suka maupun duka. Rina pun merasa lebih tenang dan mulai berani mengejar mimpinya tanpa terlalu memikirkan ekspektasi orang tua.

Namun, tidak lama setelah itu, Oty menerima kabar buruk. Rina mengalami kecelakaan saat pulang dari sekolah dan harus dirawat di rumah sakit. Oty merasa gelisah dan takut. Dia segera meluncur ke rumah sakit untuk menjenguk temannya.

Sesampainya di rumah sakit, Oty melihat Rina terbaring di ranjang, wajahnya pucat. “Rina, aku di sini. Kamu harus kuat!” ucap Oty sambil menggenggam tangan Rina.

Rina membuka mata dan tersenyum lemah. “Oty… maaf. Aku bikin kamu khawatir.”

“Tidak, jangan bilang begitu. Yang terpenting kamu selamat,” Oty berkata, berusaha menahan air mata.

Dalam suasana tegang itu, Rina mulai bercerita tentang apa yang terjadi. “Aku kehilangan kendali dan jatuh dari sepeda. Aku… aku merasa semuanya hancur.”

Oty merasakan kepedihan dalam suara Rina. “Rina, semua orang pernah mengalami momen seperti ini. Tapi yang penting sekarang adalah kamu harus sembuh. Kita akan melalui ini bersama.”

Keduanya saling menggenggam tangan, dan Oty berjanji untuk selalu ada di sisi Rina selama masa pemulihan. Selama beberapa hari ke depan, Oty menghabiskan banyak waktu di rumah sakit, mendukung Rina dengan cerita-cerita lucu dan mendorongnya untuk tetap semangat.

Selama masa itu, Oty menyadari betapa pentingnya memiliki teman sejati. Dia juga merasa terinspirasi untuk terus berjuang untuk dirinya sendiri, apapun tantangannya. Setiap hari, dia berdoa agar Rina cepat sembuh dan mereka bisa kembali menjalani impian mereka bersama.

Apa ! Generasi Sandwich ! (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang