Hari-hari berlalu dan Oty terus berjuang antara tanggung jawab keluarga dan impian menulisnya. Setiap malam, setelah membantu ibunya menyiapkan dagangan dan memastikan Belyn sudah tidur, dia akan kembali duduk di depan laptopnya, mencoba menuangkan semua ide yang berkecamuk di pikirannya. Namun, semakin dia mencoba, semakin dia merasa terjebak dalam kebingungan.
Suatu sore, Oty menerima pesan dari Luis. “Hey, Ty. Ada lomba menulis cerita pendek, lho. Deadline-nya minggu depan. Kamu ikut, kan?”
Oty tertegun. Dia sudah tahu tentang lomba itu, tetapi rasa keraguan menghantuinya. “Aku belum siap, Luis. Belum ada ide yang bagus di pikiranku.”
“C’mon, Oty! Ini kesempatan untuk menunjukkan bakatmu. Siapa tahu ini bisa jadi langkah pertama menuju mimpimu itu!” balas Luis penuh semangat.
Oty menggigit bibirnya, merasa tertekan. Di satu sisi, dia ingin sekali ikut, tetapi di sisi lain, dia khawatir dengan tanggung jawabnya. “Tapi, aku harus membantu Mama dan menjaga Belyn. Apa aku bisa menyelesaikannya tepat waktu?”
Lila menjawab dengan bijak, “Kalau kamu tidak coba, kamu tidak akan pernah tahu, kan? Coba pikirkan tentang semua yang sudah kamu lakukan untuk mereka. Ini adalah kesempatan untuk membuktikan bahwa kamu juga bisa mengejar mimpi tanpa mengabaikan keluarga.”
Kata-kata Luis membangkitkan lagi semangat Oty, tetapi lagi-lagi keraguan masih membayang. Malam itu, setelah mengantarkan Belyn tidur, Oty duduk di meja belajarnya, memikirkan segala hal yang harus dia lakukan.
Tiba-tiba, suara ibu Oty terdengar dari dapur. “Oty, bantu Mama sebentar, ya? Ada yang perlu disiapkan untuk besok.”
Oty menghela napas, merasa beban tanggung jawabnya semakin berat. Dia merasa terjebak di antara harapan ibunya dan mimpinya sendiri. Dengan enggan, dia menjawab, “Iya, Ma. Aku datang.”
Di dapur, dia membantu ibunya mempersiapkan bahan makanan. Sambil bekerja, Oty mencuri dengar obrolan antara ibunya dan tetangga yang datang berkunjung.
“Anakku yang sulung itu pintar menulis. Aku harap dia bisa jadi penulis terkenal suatu hari nanti,” ibunya bercerita penuh harap.
Oty merasa hatinya bergetar. Bagaimana mungkin dia bisa mengecewakan harapan ibunya? Dia ingin membuat ibunya bangga, tetapi di saat yang sama, dia juga ingin menggapai impiannya sendiri.
“Ma, bagaimana kalau Oty ikut lomba menulis?” tanya Oty tiba-tiba, tanpa menyangka dirinya akan mengatakannya.
“Oh, sayang! Itu ide yang bagus! Kamu harus melakukannya! Tapi ingat, kamu juga harus tetap fokus pada yang lebih penting juga,” balas ibunya, senyumnya memberi dukungan.
Oty mengangguk, meskipun keraguan masih menyelimuti pikirannya. Setelah membantu ibunya, dia kembali ke kamarnya dan duduk di depan laptop. Dengan semangat yang baru, dia mulai mengetik. Kata demi kata mulai mengalir, tetapi rasa cemas dan keraguan masih menghantuinya.
Sementara Oty berkutat dengan tulisannya, Belyn muncul dengan wajah khas bangun tidur. “Kakak, kenapa Kakak tidak ingin bermain denganku?”
Oty menatap adiknya, merasa bersalah. “Maafkan Kakak, ya. Kakak lagi ada pekerjaan. Nanti kalau Kakak selesai, kita main, ya?”
Belyn mengangguk, tetapi wajahnya menunjukkan kekecewaan. Oty merasa hatinya semakin berat. “Aku harus membagi waktu lebih baik lagi,” pikirnya.
Ketika malam semakin larut, Oty berjuang untuk menyelesaikan ceritanya. Dia ingin membuat semua perasaannya tertuang dalam tulisan. Dia berusaha menuangkan emosi, harapan, dan ketakutannya ke dalam naskahnya.
Di tengah keheningan malam, Oty teringat akan kata-kata penulis di acara buku. “Tulis apa yang kamu rasakan, dan jangan biarkan rasa takut menghalangimu.” Dia merasa semangatnya kembali bangkit.
Dengan tekad yang kuat, Oty menulis hingga larut malam, merangkai setiap kata dengan penuh perasaan. Dia tahu ini adalah langkah pertamanya untuk menggapai mimpi. Dalam hati, dia berjanji, tidak peduli seberapa sulitnya, dia akan berjuang untuk impiannya sambil tetap mengutamakan keluarganya.
Saat akhirnya dia menyelesaikan draf pertama ceritanya, Oty merasa lelah tetapi bahagia. Ini adalah awal dari perjalanan yang panjang dan dia siap menghadapinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Apa ! Generasi Sandwich ! (Revisi)
Novela JuvenilBagaimana jadinya jika seorang gadis berusia 22 tahun menghadapi likunya era Generasi Sandwich di tengah-tengah jaman yang masih menganut sistem kepercayaan tradisi dan jaman digital modernlisasi? Yok ikuti terus kisah Oty gadis yang berjuang demi m...