Menemukan Suara

50 5 0
                                    

Hari-hari berikutnya terasa seperti perjalanan penuh emosi bagi Oty. Dia berusaha sekuat tenaga untuk menyelesaikan ceritanya sambil tetap menjalankan rutinitas sehari-hari. Belyn semakin sering datang mengganggu saat dia menulis, tetapi Oty mencoba menyempatkan waktu untuk bermain bersama adiknya, meskipun hanya sebentar.

Suatu malam, saat Oty duduk di meja belajarnya dengan secangkir kopi di sampingnya, dia melihat draf ceritanya. “Apa ini sudah cukup?” pikirnya. Dia merasa cerita yang dia tulis masih jauh dari kata ‘baik’. Seolah ada sesuatu yang hilang dari karyanya, seperti puzzle yang belum sepenuhnya terpasang.

Ketika Oty mulai menulis lagi, dia teringat pada momen ketika dia dan Luis menghadiri acara buku. Dia berusaha untuk menyalakan kembali semangatnya. “Ingat, Oty, tulis apa yang kamu rasakan,” ucapnya pelan pada dirinya sendiri.

Dia pun mulai menuangkan perasaannya tentang kehidupan sehari-hari, tentang bagaimana dia merasa terjebak dalam tanggung jawab dan harapan orang tuanya. Dia menceritakan momen ketika ibunya membanggakannya, harapan-harapan yang berat, dan juga cintanya yang mendalam terhadap Belyn. Kata demi kata mulai mengalir, dan Oty merasa seolah dia menemukan suaranya.

Tetapi di tengah proses itu, rasa cemas kembali datang menghantuinya. Dia merasa tertekan karena deadline lomba semakin dekat. Hanya tinggal tiga hari lagi. Oty berusaha keras untuk tidak membiarkan stres menguasai, tetapi terkadang sulit untuk mengabaikan semua perasaan itu.

Suatu malam, saat Oty sedang menulis, ibunya mengetuk pintu kamarnya. “Kakak, kamu sudah makan, nak?”

“Belum, Ma. Nanti aku makan,” jawab Oty tanpa menoleh.

“Ibu khawatir. Jangan terlalu larut malam. Tubuhmu butuh istirahat,” suara ibunya lembut namun penuh kekhawatiran.

Oty menahan napas. Dia tahu ibunya hanya ingin yang terbaik. “Iya, Ma. Aku janji akan istirahat setelah ini.”

Setelah ibunya pergi, Oty kembali melanjutkan tulisannya. Namun, pikirannya melayang. Bagaimana kalau dia gagal? Bagaimana kalau tulisannya tidak diterima? Dia merasa jiwanya sedang terombang-ambing.

Dia pun mengingat apa yang dikatakan Luis sebelumnya. “Kamu bisa lakukan ini, Oty. Kamu sudah sampai sejauh ini. Jadilah berani, kawan!” Semangat itu mulai membakar hatinya kembali. Oty tahu dia harus menepiskan rasa takut yang menghantuinya.

Beberapa hari kemudian, Oty memutuskan untuk mengirimkan draf cerita pendeknya ke lomba menulis itu. Hatinya berdebar-debar, dan dia merasakan campur aduk antara harapan dan ketakutan. Dia membayangkan bagaimana rasanya jika karyanya diterima. Namun, saat bersamaan, dia juga takut akan penolakan.

Setelah mengirimkan ceritanya, Oty mencoba untuk tidak memikirkan hasilnya. Dia kembali fokus pada aktivitas sehari-hari, membantu ibunya dan bermain dengan Dika. Namun, rasa cemas tidak sepenuhnya hilang.

Suatu sore, saat dia bersama Belyn di taman bermain, Oty merasa seolah dunia di sekelilingnya sangat cerah. Dia dan Dika bermain layang-layang, tertawa dan berlari tanpa beban. Dalam momen itu, dia merasakan kebahagiaan yang murni. Ini adalah saat-saat yang ingin dia abadikan dalam tulisannya.

“Adik, lihat! Layang-layang kita terbang tinggi!” seru Oty dengan semangat.

“Ya, Kakak! Kita harus terbang lebih tinggi lagi!” jawab Dika dengan wajah ceria.

Ketika Oty melihat Luis yang tersenyum, hatinya dipenuhi dengan kebanggaan. Dia menyadari, meskipun hidupnya penuh tekanan, ada kebahagiaan yang menunggu untuk ditemukan. Oty berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak membiarkan rasa takut dan tekanan menghalanginya menikmati momen-momen kecil yang berarti ini.

Saat kembali ke rumah, Oty merasa lebih ringan. Dia tahu bahwa, terlepas dari hasil lomba, prosesnya telah memberikan banyak pelajaran. Dia telah menemukan suaranya dan berani untuk mengekspresikannya.

Dengan perasaan baru ini, Oty duduk di depan laptopnya dan mulai menulis lagi. Dia ingin menulis tentang kebahagiaan, tentang bagaimana setiap momen berharga, dan tentang bagaimana cinta keluarganya memberikannya kekuatan. Dia ingin menyalurkan semua perasaannya ke dalam tulisan, dan kali ini, dia tidak merasa terjebak lagi.

Ketika dia menulis, satu hal yang pasti: Oty tidak akan pernah berhenti mengejar impian dan mencintai keluarganya. Dia tahu bahwa setiap langkah yang diambil, baik dalam menulis maupun dalam hidup, adalah bagian dari perjalanan yang indah.

Apa ! Generasi Sandwich ! (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang