Pagi yang cerah di minggu ketiga bulan Oktober membuat Oty merasa bersemangat. Dia sudah menyiapkan semua bahan yang diperlukan untuk proyek festival seni bersama teman-temannya. Mereka sepakat untuk berkumpul di rumah Oty untuk melakukan persiapan terakhir sebelum hari H. Oty pun merasakan ada harapan baru mengalir dalam dirinya.
Ketika teman-temannya tiba, rumah Oty dipenuhi tawa dan canda. “Oty, kamu benar-benar punya banyak ide! Tapi kenapa kamu nggak bilang dari awal?” tanya Fitri sambil memegang kertas berisi sketsa ide-ide yang telah Oty buat.
“Aku agak ragu, sih. Tapi aku senang kita bisa bekerja sama. Semoga ini jadi sesuatu yang berarti,” jawab Oty sambil tersenyum.
Mereka membagi tugas, ada yang bertanggung jawab untuk menyiapkan alat, ada yang membuat naskah, dan Oty sendiri ditunjuk sebagai sutradara. Oty merasa bangga, sekaligus sedikit cemas. Dia berusaha menjaga semangat dan energi timnya tetap tinggi.
“Jadi, untuk adegan ini, kita akan menunjukkan bagaimana generasi sandwich sering kali merasakan beban ganda. Kita bisa mulai dengan menggambarkan karakter utama yang merasa terjepit antara harapan orang tua dan impian pribadi,” jelas Oty, memberi pengarahan kepada teman-temannya.
Saat proses syuting dimulai, mereka semua berusaha menampilkan perasaan mereka dengan sepenuh hati. Oty melihat bagaimana masing-masing dari mereka menuangkan emosi dalam setiap adegan. Dia merasakan atmosfer yang penuh semangat dan keseriusan. Namun, di balik tawa dan canda, dia tidak bisa menghilangkan perasaan cemas yang terus mengganggu pikirannya.
“Kenapa sih rasanya aku harus sempurna? Apa semua ini bakal berhasil?” gumam Oty dalam hati. Dia merasa terjebak antara harapan untuk memberikan yang terbaik dan ketakutan akan kegagalan.
Setelah beberapa jam syuting, mereka akhirnya selesai. Namun, Oty merasa tidak puas. Dia menyadari bahwa ada bagian dari dirinya yang belum sepenuhnya terekspresikan. Dia ingin lebih dari sekadar menampilkan cerita; dia ingin berbagi tentang ketidakpastian yang sering kali mengisi pikirannya.
Malamnya, Oty duduk di balkon rumah sambil menatap langit malam. Bintang-bintang bersinar cerah, namun pikirannya dipenuhi bayangan keraguan. Tiba-tiba, ponselnya berbunyi. Itu pesan dari ibunya.
“Ma, lagi ngapain?” tanya Oty.
“Lagi ngeliat bintang di luar. Kamu di mana? Boleh Mama join?” balas ibunya.
Oty tersenyum, merasa lega. “Boleh, Ma! Aku juga lagi butuh teman ngobrol.”
Tak lama kemudian, ibunya keluar dan duduk di samping Oty. Mereka berdua menikmati keheningan malam sambil melihat bintang. Setelah beberapa saat, Oty pun mulai berbagi perasaannya. “Ma, aku merasa sangat terbebani akhir-akhir ini. Kadang aku ngerasa semua orang mengandalkanku, tapi aku juga bingung sama impianku sendiri.”
Ibu Oty menatapnya penuh kasih sayang. “Nak, ingatlah bahwa tidak ada yang sempurna. Kamu tidak perlu membawa beban itu sendirian. Mama ada di sini untukmu. Kapan pun kamu butuh, kita bisa berbagi.”
Air mata mulai menggenang di mata Oty. Dia merasa terharu. “Terima kasih, Ma. Aku merasa lebih baik setelah bicara sama Mama. Tapi, aku tetap ingin proyek ini berhasil. Aku pengen semua orang tahu tentang cerita ini.”
“Dan itulah alasan mengapa kamu harus tetap menjadi dirimu sendiri. Jangan pernah takut untuk berbagi perasaanmu. Justru, itu yang membuat proyek ini jadi lebih bermakna,” jawab ibunya.
Oty merasa hangat di hatinya. Dia tahu, di balik semua tekanan dan harapan, ada dukungan yang selalu menunggu. Keesokan harinya, saat mereka melanjutkan pekerjaan untuk proyek, Oty mengajak teman-temannya untuk berbagi perasaan masing-masing.
“Teman-teman, bagaimana kalau kita cerita tentang apa yang kita rasakan saat bekerja di proyek ini? Mungkin itu bisa membantu kita lebih mengerti satu sama lain,” Oty mengusulkan.
Fitri, Andi, dan yang lainnya langsung setuju. Mereka mulai berbagi cerita dan pengalaman masing-masing, bagaimana mereka juga merasakan beban yang sama, antara harapan orang tua dan cita-cita pribadi. Oty merasa semakin dekat dengan teman-temannya. Mereka semua berbagi tawa, air mata, dan dukungan, menciptakan ikatan yang kuat.
Saat akhir pekan tiba, Oty dan teman-temannya bersiap untuk menampilkan proyek mereka di festival seni. Ada rasa gugup dan semangat yang bercampur aduk. Oty mengingat semua yang telah mereka lakukan dan semua cerita yang telah mereka bagi. Dia tahu bahwa apapun hasilnya, mereka telah menciptakan sesuatu yang berarti.
Di hari festival, saat giliran mereka tampil tiba, Oty merasa jantungnya berdebar. Mereka menampilkan video yang menggambarkan perjalanan generasi sandwich dengan segala liku-likunya. Oty memperhatikan wajah penonton, melihat bagaimana mereka terhubung dengan cerita yang mereka sajikan.
Saat video selesai, tepuk tangan menggema. Oty merasa lega dan bangga. Dia merasakan energi positif yang mengalir di antara mereka. Momen itu menjadi bukti bahwa perjuangan mereka tidak sia-sia.
Setelah penampilan, Oty dan teman-temannya berkumpul untuk merayakan keberhasilan mereka. Oty merasa bersyukur memiliki teman-teman yang bisa saling mendukung dan berbagi cerita. Dia tahu bahwa hidup tidak akan selalu mudah, tetapi saat memiliki orang-orang yang peduli, semuanya terasa lebih ringan.
Di tengah tawa dan suka cita, Oty merenungkan betapa pentingnya untuk terus berbagi, bukan hanya dengan teman, tetapi juga dengan keluarganya. Dia memutuskan untuk lebih terbuka dan berbagi dengan ibunya tentang apa yang dia rasakan, karena dia tahu bahwa tidak ada yang lebih berharga daripada dukungan dan cinta keluarga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Apa ! Generasi Sandwich ! (Revisi)
Roman pour AdolescentsBagaimana jadinya jika seorang gadis berusia 22 tahun menghadapi likunya era Generasi Sandwich di tengah-tengah jaman yang masih menganut sistem kepercayaan tradisi dan jaman digital modernlisasi? Yok ikuti terus kisah Oty gadis yang berjuang demi m...