Setelah beberapa minggu di rumah sakit, Rina akhirnya diperbolehkan pulang. Meskipun masih dalam proses pemulihan, senyum di wajahnya membuat Oty merasa lega. “Akhirnya kita bisa kembali lagi, ya!” ucap Oty ceria saat melihat Rina di rumahnya.
Rina tertawa pelan. “Iya, setelah menjalani drama di rumah sakit. Jadi bintang tamu, nih.”
Mereka berdua tertawa, tetapi di dalam hati Oty tahu bahwa Rina masih merasa rapuh. Rina masih butuh waktu untuk sepenuhnya pulih, baik secara fisik maupun emosional. Oty bertekad untuk mendukung Rina dengan sekuat tenaga.
Satu sore, saat mereka duduk di teras, Rina mengeluarkan sebuah buku catatan. “Oty, aku pengen mulai nulis lagi. Tapi kali ini, aku mau nulis tentang pengalamanku. Mungkin bisa jadi motivasi untuk orang lain.”
Oty tersenyum. “Ide yang bagus, Rina! Cerita kamu pasti bisa menginspirasi banyak orang. Aku bisa bantu jika kamu mau.”
“Beneran? Makasih, Oty!” Rina tampak bersemangat. “Aku mau cerita tentang perjalanan hidupku, tentang mimpi dan semua tantangan yang aku hadapi.”
Oty merasakan semangat baru dalam diri Rina. Dia menyadari bahwa mengekspresikan diri melalui tulisan bisa menjadi terapi yang sangat efektif. “Kita bisa bikin semacam grup menulis, kamu dan aku. Kita bisa saling berbagi ide dan dukungan.”
“Setuju! Kita bisa jadwalkan setiap akhir pekan untuk menulis bareng. Siapa tahu, kita bisa bikin antologi cerita kita sendiri,” Rina menambahkan, matanya berbinar.
Keduanya mulai merancang rencana mereka. Setiap akhir pekan, mereka bertemu di café kesayangan mereka, membawa laptop dan catatan. Mereka berbagi cerita, mengedit tulisan satu sama lain, dan saling memberikan semangat.
Selama proses itu, Oty menyadari banyak hal tentang dirinya sendiri. Dia mulai memahami lebih dalam apa yang sebenarnya dia inginkan dalam hidupnya. Dia merasa terdorong untuk mengeksplorasi bakatnya dalam menulis dan seni.
Suatu malam, saat mereka selesai menulis, Rina berkata, “Oty, kamu tahu, aku merasa lebih kuat sekarang. Menulis itu membebaskan, ya?”
“Bener banget! Seperti melepaskan semua beban yang kita bawa,” jawab Oty, merasa terhubung dengan Rina.
Namun, di balik kebahagiaan itu, Oty merasakan satu beban lagi. Dia tahu bahwa keluarganya masih mengharapkan sesuatu darinya. Terutama ayahnya, yang selalu berharap dia bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Malam itu, Oty memutuskan untuk menghadapi ayahnya. Dia mengumpulkan keberanian untuk berbicara. “Ayah, bisa kita bicarakan sesuatu?”
Ayahnya menatap Oty, sedikit khawatir. “Ada apa, Oty?”
Dengan napas dalam, Oty berkata, “Aku ingin melanjutkan pendidikan, tapi bukan di jurusan yang Ayah harapkan. Aku ingin fokus pada seni dan menulis. Itu yang aku cintai.”
Ayahnya terdiam, terlihat berpikir. “Oty, seni itu… berisiko. Kamu harus memikirkan masa depanmu. Apa yang akan kamu lakukan setelah itu?”
“Iya, Ayah, aku tahu. Tapi aku tidak bisa terus-menerus melakukan sesuatu yang bukan passion-ku. Aku ingin mengejar impianku dan membuat Ayah bangga dengan caraku sendiri,” jelas Oty, berusaha meyakinkan ayahnya.
Akhirnya, setelah beberapa menit yang terasa seperti selamanya, ayahnya mengangguk perlahan. “Kalau itu yang membuatmu bahagia, Ayah akan mendukungmu. Tapi ingat, kamu harus berusaha lebih keras.”
Oty merasa lega, tetapi dia tahu bahwa perjalanan ini tidak akan mudah. Dia harus membuktikan kepada ayahnya bahwa dia bisa sukses dengan jalan yang dia pilih.
Keesokan harinya, Oty dan Rina kembali berkumpul di café. Oty tidak sabar untuk membagikan berita baik itu. “Rina, aku sudah berbicara dengan ayahku tentang rencanaku untuk melanjutkan pendidikan di seni!”
“Wow, Oty! Bagaimana reaksinya?” Rina tampak antusias.
“Dia setuju untuk mendukungku, asalkan aku berusaha keras,” jawab Oty sambil tersenyum lebar.
“Yess! Itu pencapaian besar! Kita harus merayakannya!” Rina menggenggam tangan Oty, merasakan kebahagiaan yang sama.
Mereka berdua mulai merencanakan acara kecil untuk merayakan langkah baru Oty. Rina mengusulkan untuk mengadakan acara di rumah mereka, mengundang teman-teman dekat dan keluarga. Oty setuju, merasa bahwa perayaan ini bisa jadi momentum untuk merayakan pencapaian mereka berdua.
Hari perayaan tiba, dan suasana sangat meriah. Teman-teman dan keluarga berkumpul, saling berbagi cerita dan tawa. Oty merasa dikelilingi oleh cinta dan dukungan, dan itu memberinya kekuatan baru untuk terus melangkah.
Di tengah-tengah acara, Oty mengucapkan terima kasih kepada semua orang yang telah mendukungnya, terutama kepada Rina. “Tanpa kamu, Rina, aku tidak akan bisa memiliki keberanian untuk melangkah maju seperti sekarang.”
Rina tersenyum bangga, “Kita saling mendukung, Oty. Kita akan terus berjuang bersama.”
Malam itu, Oty merasa lebih kuat dari sebelumnya. Dia tahu bahwa perjalanan ini masih panjang, tetapi dia tidak akan melakukannya sendirian. Dengan semangat baru, Oty siap menghadapi segala tantangan yang akan datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Apa ! Generasi Sandwich ! (Revisi)
Teen FictionBagaimana jadinya jika seorang gadis berusia 22 tahun menghadapi likunya era Generasi Sandwich di tengah-tengah jaman yang masih menganut sistem kepercayaan tradisi dan jaman digital modernlisasi? Yok ikuti terus kisah Oty gadis yang berjuang demi m...