21. How?

35 45 0
                                    

"Terus gimana, Fiq? Masa depan Saskia juga masih panjang, kamu nggak pikirin masa depan dia?!"

Bunda Waffiq membentaknya di depan Ayahnya dan Saskia, disana juga ada Hana yang sedang mengelus lembut bahu Saskia yang masih terus menangis.

"Tapi bukan aku yang mulai, Bun. Bukan salah aku!"

"Masih bisa kamu bilang ini bukan salahmu?!"

"Bunda... Udah, Bun..." Hana memegang kedua tangan Bundanya yang tiba-tiba menangis. Sekacau apa perasaan seorang Ibu jika di hadapkan dengan masalah seperti ini.

Saskia seperti sudah menjadi bagian dari keluarga itu, mengingat dirinya yang sudah tinggal bersama dengan keluarga ini dari lahir. Tentu Ayah dan Bunda Waffiq juga menganggap Saskia adalah anak mereka, apalagi Bunda yang menghabiskan lebih banyak waktu dengan mereka.

Maka dari itu, Bundanya sangat marah ketika Saskia mengakui perbuatan yang mereka lakukan waktu itu. Bundanya shock bahkan tidak bisa berkata-kata saking kecewanya.

"Kamu pengecut kalau nggak tanggung jawab, Fiq." Ayahnya buka suara, Ia menatap anak laki-laki satu-satunya itu yang sedang menunduk lesu.

Waffiq menutup wajahnya, Ia pun menangis di balik tangan itu. Tidak pernah ada bayangan seperti ini yang Ia kira akan terjadi dalam hidupnya, di tambah Saskia lah yang menjadi sebabnya.

Waffiq memang brengsek jika memainkan hati perempuan. Namun Saskia yang menjadi korban bukan bagian dari rencananya. Waffiq hidup bersama dengan perempuan itu dari kecil, tentu rasa ingin melindungi Waffiq rasakan.

Ayahnya memimpin jalan Bunda untuk diantar ke kamar. Bersamaan dengan Saskia yang juga diajak, meninggalkan Waffiq bersama Hana disana yang hanya diam menatap adiknya itu.

"Bukan gue, Kak...

Bukan gue yang minta..."

"Gue tau, gue percaya. Gue ada disana waktu itu. Tapi Bunda sama Ayah nggak. Jadi, tanggung jawab. Cuma itu yang gue minta, cuma itu yang Bunda sama Ayah mau.

Lo nge-hamilin Saskia, Fiq. Saskia. Lo nggak bakal bisa nolak ini semua." setelah berucap, Hana pergi darisana. Namun, Ia mengusap surai hitam Waffiq sejenak sebelum pergi.

Waffiq menendang meja di hadapannya dengan kuat, remote TV dan ponsel entah milik siapa tejatuh darisana.

Waffiq berdiri dari duduknya, Ia berjalan keluar menuju motornya, memakai helm dan pergi darisana.

Menuju rumah Laila kesayangannya.



































waffiq mengetuk pintu rumah Ella dengan tidak sabaran. Membuat gadis di dalam sana berlarian dengan tergesa-gesa untuk membuka pintu.

Ketika Ella membuka pintu, Waffiq langsung menyambar dengan memeluk tubuh gadis itu dengan sangat erat. Ia menangis disana, membuat Ella bingung akan apa yang terjadi.

Ia memeluk tubuh Waffiq juga, mengusap punggung pacarnya itu sekedar menenangkan. Ella bahkan tidak berani untuk bertanya karena kacaunya keadaan Waffiq yang tiba-tiba datang dengan keadaan seperti ini.

Ella membawa Waffiq kedalam tanpa pelukan yang terlepas. Ia menyuruh Waffiq duduk diatas sofa sembari Ia menutup pintu.

"Jangan nangis..." Ella berlirih ketika Waffiq kembali memeluknya saat gadis itu duduk.

"Ssstt... Aku disini, jangan nangis." Ella mengusap lembut kepala Waffiq.

waffiq masih menangis tersedu-sedu disana, pelukannya semakin mengerat. Seperti ingin mengutarakan betapa sedihnya Ia di tangisan kali ini.

Be Your Side Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang