"Jangan sia-siain orang sebaik Kak Aril."
Ella menghela napas ketika mendengar ucapan Nurul. Ia meremat ujung hoodie yang dikenakan. Perasaan bingung benar-benar menguasai tubuhnya saat ini.
"Gue nggak tau, Rul."
"Buat keputusan lo sendiri, Ell. Jangan buat Kak Aril nunggu, jangan buat Waffiq kejar-kejar lo lagi.
Pilih atau pergi. Itu aja."
Ella tak menjawab apapun. Ia tidak tau dan tidak mengerti kata apa yang pas untuk menjawab semua permintaan dan pertanyaan bertubi-tubi yang menghantui.
Jika ada orang yang lebih jahat dari Waffiq, Ella selalu menganggap bahwa orang itu adalah dirinya sendiri. Membuat dua orang sekaligus menunggu perasaannya yang gundah. Tidak mudah pastinya untuk memutuskan, namun jika tidak begitu, perasaan orang lain akan terluka.
Ella selalu berpikir kenapa bisa serumit ini. Kenapa bisa selama ini hati nya untuk memantapkan keputusan yang akan Ia jalani.
Nurul berdiri ketika Aril memasuki area taman dengan menenteng kantong plastik kecil. Dengan senyum yang merekah Aril menghampiri kedua gadis yang tadinya asik bercengkrama berdua.
"Gue pulang dulu, udah sore." ujar Nurul.
Ella tau jelas, Nurul menyuruhnya untuk berbicara langsung mengenai perasaannya yang sebenarnya. Jangan menunda dan jangan membuat orang lain menunggu, itu yang selalu Nurul katakan padanya.
"Nggak mau di pesanin gojek, Rul?" tanya Aril ketika Nurul berpamitan akan pulang.
Nurul menggeleng, "Nggak usah, Kak. Sekalian di jemput Kayla sama Azzam, mereka pulang nge-date selalu lewat sini soalnya." tolaknya.
"Yaudah, hati-hati ya." ujar Aril akhirnya.
Nurul hanya membalas dengan senyuman. Lalu gadis itu pergi darisana setelah menepuk bahu Ella beberapa kali, Ia juga mengepalkan kedua tangan yang Ia angkat keatas pertanda memberi semangat untuk Ella.
Setelah Nurul pergi. Aril beralih duduk di bangku sebelah Ella. Ia mengeluarkan teh botol yang Ia beli barusan.
"Makasih, Kak." ujar Ella sambil mengambil botol teh yang Aril berikan padanya.
"Demam nggak?" tanya Aril, mengingat mereka yang hujan-hujanan tempo hari.
"Kakak yang demam, kenapa masih bisa-bisanya nanyain aku." Ella geleng-geleng saat mengatakannya.
Aril hanya terkekeh mendengar itu. "Waffiq masih chat kamu terus?" tanya Aril lagi.
Ella mengangguk, "Aku bingung, Kak."
"Aku udah pernah bilang kalau aku bakal nunggu, Laila." balas Aril, Ia menatap netra gadis di sebelahnya yang sudah berkaca-kaca.
"Ngapain nunggu aku, Kak? Kakak bisa cari orang lain..."
Aril menghela napas panjang. Ia mendongak menatap langit sore yang di hiasi warna jingga yang indah. Berusaha sebisa mungkin menahan air matanya agar tidak turun.
Aril menatap Ella kembali, "Cuma kamu yang aku mau."
"Aku bukan terbebani karena rasa Kakak buat aku.
Aku cuma takut Kakak sakit hati."
Aril menatap Ella semakin dalam. Gadis itu sudah menitikkan air mata sedari tadi. Aril mengangkat tangannya untuk mengusap buliran bening yang jatuh dari mata milik seseorang yang paling di sukainya itu.
"Hey... Jangan nangis...
Kamu udah mau bilang sekarang?
Jadi, siapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Be Your Side
Teen Fiction[END] Hanya kisah cinta seorang remaja, yang berunjung dengan dua pilihan.