...Pagi hari ini ia bangun lebih awal meskipun sedang tidak sholat. Ia melakukan olahraga ringan di belakang rumahnya. 45 menit berlalu dengan cepat, setelah ia olahraga ia mengambil ponselnya. Ia tiba-tiba ingin memposting sesuatu di instagramnya.
Alesha tersenyum menatap kamera ponselnya. Ia mengambil selfie setelah melakukan olahraga dan mempostingnya di instagram story dengan caption "Selamat Pagiii☀️" di akun ig aleshabianca_.
Beberapa menit kemudian ia mendapat notifikasi bahwa akun dengan username marvineijden_ menyukai cerita anda. Alesha hanya melihat notifikasi itu, mengedikkan bahu acuh lalu mematikan ponselnya bersiap mandi.
Alesha akan berangkat ke Amsterdam nanti siang diantar Ayahnya. Ayahnya menyempatkan waktu untuk mengantarkan putri semata wayangnya ke Amsterdam. Padahal, ia bisa berangkat sendiri menggunakan kereta.
Seusai sarapan, mereka dikejutkan dengan kehadiran Ramon Hoesen dan Bella Hoesen. Orang tua Stevan Hoesen alias kakek dan nenek Alesha juga. Wajah mereka bertatapan tegang antara Ramon, Bella yang menatap tajam kearah gadis ayu didepanya, Alesha. Raut wajah gadis itu juga turut gelisah. Kakek dan neneknya tidak menerima kehadiranya sejak ia lahir, itu yang ia tahu dari ibunya.
"Waarom is zij hier, Stevan?" (Kenapa dia ada disini, Stevan?) Tanya Ramon dengan nada rendah, menggeram seperti hendak marah.
Gio menarik lengan adiknya untuk lebih merapat disamping tubuhnya. Tangannya juga mengelus lembut punggung Alesha, menenangkan.
"Opa, zij zal bij ons wonen. Opa weet het, onze moeder is overleden. Alesha zal hier zijn, voor altijd bij ons." (Kakek, dia akan tinggal bersama kami. Kakek tau, ibu kami sudah meninggal. Alesha akan disini, selamanya bersama kami.) Kata Gio dengan yakin. Seluruh keluarga Hoesen tahu jika Ramon dan Bella memang belum menerima kehadiran Alesha, sedangkan Gio dan Arsen disayangi dengan penuh kelembutan. Entah apa alasanya Alesha begitu dibedakan dengan Gio dan Arsen. Padahal, Gio dan Arsen juga lahir dari rahim yang sama dengan Alesha.
Alesha dengan ragu melangkahkan kakinya menuju kakek dan neneknya hendal melakukan salim. Tetapi, hanya Bella saja yang menerima salam dari Alesha. Sedangkan Ramon melengos begitu saja duduk di kursi ruang makan.
"Ik zal zet hier niet toestaan. Zeg hem dat zij moet vertrekken." (Aku tidak mengizinkanya disini. Suruh dia pergi) ucap Ramon dengan ketus.
Sungguh, Alesha tidak tahan dengan penolakan dari orang yang masih berstatus keluarganya. Itu terlalu menyakiti hatinya, sangat. Matanya yang sedari tadi berkaca-kaca tak mampu lagi membendung air matanya. Air mata bening itu luncur dengan derasnya. Ingin berucap dengan lancar, tetapi entah mengapa ia tidak bisa. Seolah ada tali yang menjerat tenggorokanya.
"Sorry, sorry, want mijn aanwezigheid verstoorde de harmonie van deze familie." (Maaf, maaf karena kehadiranku mengganggu keharmonisan keluarga ini.) Ucap Alesha dengan menahan sekuat tenaganya untuk tidak mengeluarkan isakanya.
"Als je het al weet, waarom ga je dan niet?" (Jika sudah tahu, kenapa tidak pergi?) Kata Ramon tajam hingga melukai hati kecil Alesha.
"Eigenlijk weet ik niet wat ik verkeerd heb gedaan totdat je me haat. Als het is omdat vader met moeder trouwde, waarom behandel je mij, Gio en Arsen dan anders?" (Sebenarnya aku tidak tahu apa kesalahanku hingga kalian membenciku. Jika karena Ayah menikah dengan ibu, kenapa perlakuanmu kepadaku dan Gio juga Arsen berbeda?)
Perkataan Alesha membuat semua terdiam. Ia sungguh bingung, mengapa ia mengalami penolakan ini.
Stevan memeluk putrinya, mengucapkan kata kata penenang. Stevan juga menegur orang tuanya agar tidak meneruskan masalah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Offside Cinta di Negeri Kincir Angin
Ficção Adolescente"Kalau di duniamu, cinta kita menggambarkan situasi offside, artinya tidak sah." Kisah cinta yang tidak mudah antara Alesha Bianca Hoesen perempuan blasteran Indo-Belanda dengan Marvin Frans Eijden, seorang bintang sepak bola asal Negara Belanda. �...