11. Him & His Shadow

14 4 0
                                    

Alfred mengintip ke celah pintu kamar, melihat Agnest yang masih tertidur lelap. Pagi itu terasa sangat tenang, hanya suara burung di luar jendela yang menemani suasana.

Perlahan, Alfred mendorong pintu hingga terbuka lebih lebar. Langkahnya begitu hati-hati agar tidak menimbulkan suara yang mengganggu tidur Agnest.

“Capek banget kayaknya?” Alfred tersenyum kecil sambil menarik selimut, menutupi tubuh Agnest dengan lebih rapi.

Ia berdiri sejenak, memandangi Agnest dengan perasaan bahagia yang menyelimuti dadanya. Wajah Agnest yang tertidur terlihat damai, membuat Alfred merasa semakin mencintai wanita itu.

Tiba-tiba, suara pelan terdengar dari balik selimut. “Kamu kenapa malah selimutin aku lagi? Kan aku jadi males bangun kalau begini,” tutur Agnest dengan matanya yang masih terpejam.

Alfred membelalak kaget. “Oh, kamu udah bangun?” tanyanya sambil terkekeh, mencoba menutupi rasa terkejutnya.

“Puas-puasin aja kamu rebahan di sini,” lanjut Alfred, duduk di tepi ranjang. “Ini bukan di Jakarta, kamu gak perlu ngantor.”

Agnest terkekeh pelan. Rasa nyaman yang Alfred berikan membuatnya selalu merasa dimanjakan.

Meskipun ia adalah sekretaris Alfred, pria itu selalu memastikan agar Agnest tidak bekerja terlalu keras. Alfred sering mengomel jika melihat Agnest lebih sibuk darinya, bukan hanya karena khawatir soal kesehatan, tapi juga karena Alfred merasa perhatian Agnest jadi terbagi.

“Aku malu deh kalau muka bantal gini, tapi diliatin sama kamu,” kata Agnest sambil menutupi wajahnya dengan selimut.

Alfred hanya tertawa. “Kenapa malu? Aku udah biasa liat kamu tidur bertahun-tahun,” jawabnya santai. “Mana yang capek? Sini aku pijitin.”

Tanpa menunggu jawaban, Alfred mengangkat selimut dan mulai memijat kaki Agnest dengan lembut. Kemarin mereka berjalan cukup jauh, mengelilingi kota hingga malam hari.

“Gak usah, gak usah,” protes Agnest, menepis tangan Alfred dengan halus.

“Ssst, udah kamu anteng aja,” Alfred bersikeras, tetap melanjutkan pijatannya. Tangannya yang kekar namun lembut bergerak dengan cekatan, meredakan pegal di kaki Agnest.

Mata Agnest menatap ke arah tangan Alfred yang sedang memijat. Tanpa sadar, pikirannya melayang ke masa lalu.

Ada bayangan Yohan yang tiba-tiba muncul, cinta pertamanya yang dulu juga sering memijatnya saat ia kelelahan. Perasaan campur aduk menyergapnya, tapi ia berusaha untuk tidak menunjukkannya.

“Aku hari ini mau ngajak kamu staycation di tempat yang bagus banget walaupun sederhana,” kata Alfred sambil meraih tangan Agnest, kali ini memijat telapak tangannya. “Makanya aku pijitin biar kamu gak capek.”

Agnest tersenyum kecil, meski pikirannya masih berputar pada ingatan yang tak diundang itu.

“Hari ini, semua kerjaan kamu bakal aku yang selesaiin,” lanjut Alfred dengan tegas. “Tugas kamu cuma satu, seneng-seneng. Paham ya?”

Namun, Agnest tampak tenggelam dalam lamunannya. Kata-kata Alfred seolah terdengar samar, hanya melintas di benaknya tanpa benar-benar dipahami.

“Nest? Paham gak?” Alfred menatapnya dengan serius, sedikit khawatir.

“Hm?” Agnest tersadar dari lamunannya, menoleh dan tersenyum. “Kenapa?”

Alfred menghela napas panjang. “Aku bilang, semua kerjaan kamu bakal aku yang selesaiin. Jadi tugas kamu cuma seneng-seneng doang.”

“Y-ya masa bisa gitu?” jawab Agnest sedikit bingung. “Aku tuh sekretaris kamu, justru aku yang harus selesaiin semua kerjaan kamu!”

Alfred tersenyum manis. “Tapi aku bos kamu, aku bebas dong nyuruh apa aja ke kamu? Kalo aku bilang A, ya harus A. Titik,” ujarnya sambil melanjutkan memijat.

Second Life | Jaehyun X Karina X JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang