Lorong rumah sakit mendadak ramai oleh kabar bahwa Jepang akan segera memperluas serangan ke berbagai wilayah Asia, termasuk Hindia Belanda. Situasi ekonomi dan politik Belanda yang kacau balau semakin menambah ketidakpastian.
Agnest, yang tak begitu memahami politik, hanya bisa menyimpan kegelisahannya dalam hati sambil mengernyitkan dahi.
Ia berjalan cepat menuju ruang inap Yohan, mencoba mengabaikan rasa takut yang mengintip di benaknya.
"Udah makan siang, kah?" tanya Agnest begitu ia masuk ke ruang rawat Yohan.
Yohan tersenyum lemah. "Iya, tadi aku coba makan pelan-pelan. Ternyata bisa."
Agnest tersenyum lega. "Bagus kalau begitu, tapi kalau kamu kesulitan makan, jangan dipaksa. Bisa minta bantuan suster, ya," katanya sambil melepas jas dokternya, merasa sedikit lebih tenang melihat perkembangan Yohan.
Ia baru saja selesai rapat dengan para dokter di aula, jadi beberapa jam ia harus meninggalkan Yohan sejak pagi.
"Lancar meetingnya?" tanya Yohan pelan.
"Lancar, sih, tapi ya... pusing juga," Agnest menghela napas panjang, mencoba meredakan beban pikirannya yang mulai bertumpuk.
Tok tok tok
Suara ketukan di pintu membuat keduanya menoleh bersamaan.
"Selamat siang, maaf mengganggu, Dok, Pak," sapa seorang suster yang masuk dengan sopan.
"Ada apa, Sus?" tanya Agnest.
"Ada perwakilan dari militer, ingin bertemu dengan Tuan Yohan untuk suatu urusan."
"Harus sekarang, kah?" tanya Agnest dengan nada keberatan. "Saya sudah kirim surat cuti ke unit militer Yohan."
"Tampaknya ini urusan mendadak, Dok," suster itu menjelaskan.
Agnest merasa frustasi. Ia kira dengan surat dokter itu Yohan akan bisa istirahat sepenuhnya, tetapi kenyataannya militer masih terus menuntut kehadiran Yohan.
"Baiklah, panggil beliau ke sini," kata Yohan dengan berat hati.
Yohan hanya pasrah. Ia tahu, melawan perintah atasan hanya akan memperkeruh masalah.
Tak lama kemudian, seorang pria berseragam militer masuk. "Selamat siang," ucap Mayor Louis dari Korps Genie, beruntung ia bisa berbicara dalam Bahasa Indonesia.
"Selamat siang," jawab Agnest dengan sopan.
"Selamat siang, Mayor Louis," sapa Yohan sambil berusaha bangkit memberikan hormat.
"Saya mendengar tentang insiden kemarin di sel tahanan, dan saya turut menyesal atas apa yang terjadi. Saya berharap cepat sembuh, Sersan," ucap Mayor Louis dengan nada serius.
"Terima kasih, Mayor," jawab Yohan dengan tenang.
Mayor Louis kemudian mengarahkan pandangannya kepada Agnest. "Anda pasti Dokter Agnest, ya?"
"Betul, Mayor. Saya Dokter Agnest."
"Saya juga turut menyesal atas insiden tersebut. Apa Anda juga terluka?" tanya Mayor Louis penuh perhatian.
"Tak ada yang serius, hanya luka ringan," jawab Agnest singkat.
Mayor Louis mengangguk lega, tapi wajahnya tetap tegang. "Oh, saya kemari juga untuk memberi tahu bahwa surat cuti untuk Sersan Yohan belum bisa kami terima."
Agnest dan Yohan saling berpandangan dengan kebingungan yang jelas.
"Kenapa tidak bisa diterima, Mayor? Tapi secara penanganan medis, Yohan bahkan dianjurkan istirahat beberapa bulan," tanya Agnest, tak paham dengan situasinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Life | Jaehyun X Karina X Jeno
Roman d'amourAgnest, seorang dokter yang mati tahun 1942, kembali bangkit dari kematiannya. Ia terbangun di tahun 2024, karena sebuah mesin penelitian yang dibuat oleh seorang mantan militer Hindia Belanda. Namun, ia harus bergelut antara masa lalu dan masa dep...