O9. A Good Day With You

43 5 0
                                    

“Ayo, turun pelan-pelan,” Alfred menuntun Agnest yang matanya ditutup kain hitam.

“Kenapa harus ditutup matanya sih? Aku jadi deg-degan, tahu,” Agnest terkekeh, berjalan perlahan mengikuti arahan Alfred.

Setelah pulang kerja, sesuai dengan rencana Alfred, ia membawa Agnest untuk kembali ke rumah lamanya. Penantian Alfred selama lima bukan untuk mendapatkan rumah ini telah selesai, kini tugas terakhirnya adalah memberikan rumah itu sepenuhnya kepada Agnest.

Alfred memimpin dengan penuh hati-hati, mengarahkan langkah Agnest melewati halaman, sebelum akhirnya berhenti di depan pintu. Setelah perjalanan cukup jauh dari tempat mereka memulai, Alfred melepaskan kain hitam yang menutupi mata Agnest.

"Oke, sekarang kita udah sampe. Aku buka ya?" Alfred melepas kain hitam itu dengan lembut dari wajah Agnest.

Meski kain penutup sudah terlepas, Agnest masih menutup mata rapat-rapat dengan senyum di wajahnya, ia tampak penasaran. "Aku buka mata sekarang?"

Alfred tertawa kecil sambil menyembunyikan sesuatu di balik punggungnya. “Iya, sekarang buka mata.”

Agnest perlahan membuka matanya dan pemandangan yang langsung ia lihat membuatnya terpana. Rumah lamanya—tempat yang penuh kenangan—kini sudah kembali seperti dulu, namun dengan beberapa sentuhan baru yang lebih modern. Setiap detil di rumah itu disesuaikan dengan cerita yang pernah Agnest bagikan.

"Hah? Alfred?!" Agnest langsung menutup mulutnya dengan tangan, matanya membulat tak percaya.

"Hehe, kejutaaan!" sambut Alfred dengan bahagianya.

Ia melangkah masuk, meraba setiap perabotan yang familiar baginya. Dulu, rumah ini sudah hampir tak dikenali, berubah menjadi sebuah restoran, tapi kini semuanya berbeda.

"Restorannya mana?!" Agnest menoleh ke Alfred, matanya penuh pertanyaan.

Alfred mengangkat bahu sambil tertawa dengan santai. "Gak tau ke mana. Aku suruh pindah."

Agnest tak bisa berkata-kata. Semua barang-barang di dalam rumah ini—mulai dari kursi kayu di ruang tamu, televisi tua, hingga lemari antik—ditata persis seperti saat ia masih tinggal di sini bersama keluarganya.

"Kamu serius?" tanya Agnest dengan suara yang masih bergetar. Ia menoleh ke setiap sudut ruangan, dari ruang tamu hingga ruang makan.

Hatinya terasa campur aduk, antara kebahagiaan, nostalgia, dan haru.

Alfred mendekat, mengambil sesuatu dari belakang punggungnya. Sebuah buket mawar merah yang terikat rapi dengan pita putih kini terlihat di tangan Alfred, memancarkan aroma segar.

“Selamat datang di rumah, Agnest,” ucapnya dengan senyum yang tulus, sambil menyodorkan bunga tersebut kepada Agnest.

Agnest menerima bunga itu dengan tangan yang sedikit gemetar. Tatapannya kini tertuju pada bunga itu, lalu ke Alfred, lalu kembali ke ruangan di sekelilingnya. Ia terdiam beberapa detik sebelum akhirnya air mata mulai mengalir.

"Ini. . . Masih gak bisa aku percaya, Fred. Kamu bener-bener bikin rumah ini hidup lagi... persis kaya yang aku inget," suaranya parau karena haru.

Alfred tersenyum, merasa lega melihat ekspresi bahagia di wajah Agnest. "Jadi, kamu udah maafin aku, kan? Gak cemburu lagi?" ledeknya sambil menyenggol bahu Agnest pelan.

Agnest mengusap air matanya, tertawa kecil sambil memukul pelan lengan Alfred. “Ih! Ngeselin. . . Masih aja kamu bahas,” pipinya memerah karena malu.

Agnest menggigit bibirnya, tersipu malu. Mengingat semua kebaikan Alfred dari awal, bahkan sampai sekarang yang tak disangka-sangka, bahwa Alfred mampu mengembalikan rumah ini padanya.

Second Life | Jaehyun X Karina X JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang