〔Chapter 11〕Kembali belajar bersama

17 9 0
                                    

Pagi itu, gerimis halus turun dengan lembut, seolah membasuh segala sudut kota, menyentuh atap rumah-rumah, dan mengalir di sepanjang trotoar yang basah. Hawa dingin menyusup pelan, namun aku tetap melangkah mantap di bawah payung kuning cerah yang gagangnya berwarna merah muda. Sesekali, aku menggenggam gagang payung itu lebih erat, seolah mencari kehangatan dari benda sederhana tersebut.

Mataku menatap lurus ke depan, hingga akhirnya sosok yang sudah tak asing bagiku terlihat dari kejauhan. Di bawah teduhan payung berwarna merah muda dengan gagang kuning, Tiara muncul dari halaman rumahnya. Senyum kecil terbit di bibirku. Payung kami kembar, dengan warna yang sengaja dipilih berlawanan. Aku dengan kuning-pink, sementara Tiara sebaliknya-sebuah tanda kebersamaan kami yang tak terpisahkan, meski sering kali berbeda pandangan.

Tanpa ragu, aku memecah keheningan pagi itu yang hanya diisi oleh suara air yang jatuh dari dedaunan, trotoar, dan genting. "Tiara!" teriakku lantang, suaraku bergema di antara rinai hujan. Aku melambaikan tangan, berharap sahabatku segera menyadari keberadaanku.

Tiara berhenti sejenak, lalu menoleh dengan senyum ceria yang sudah lama aku kenal. Tanpa menunggu lebih lama, aku segera mempercepat langkah, menghampiri Tiara, mengabaikan sisa air yang menetes di sepanjang jalan. Ada perasaan hangat yang menjalar di hatiku, meski pagi itu begitu dingin.

Setiap jejakku menghasilkan cipratan kecil di atas trotoar yang tergenang air. Jarak antara kami semakin dekat, dan senyum Tiara pun semakin lebar, seolah pagi itu tak diwarnai oleh langit kelabu dan hujan yang tiada henti.

"Vero!" sapa Tiara dengan nada riang ketika aku tiba di hadapannya. Nada suaranya menghangatkan suasana yang sebelumnya beku oleh gerimis. "Kukira kamu sudah sampai duluan di sekolah."

Aku tertawa kecil, lalu melirik payung kami yang begitu serupa namun berbeda warna. "Kalau kamu nggak keluar sekarang, aku yang akan menunggumu di sana. Lagi pula, aku nggak akan meninggalkanmu sendirian dalam hujan seperti ini," kataku, sambil memperbaiki pegangan payungku yang sedikit licin terkena air.

Tiara tersenyum, penuh arti. Kami melanjutkan langkah bersama, payung-payung kami berdiri kokoh di atas kepala, saling berdampingan, seperti kami yang tak pernah terpisah selama ini. Meski hujan turun membasahi, ada sesuatu yang hangat di antara kami-rasa kebersamaan yang tak tergantikan oleh apapun.

"Siang nanti kita mulai belajar bersama lagi, kan, Vero?" tanya Tiara, mencoba memecah kesunyian yang sempat terisi oleh suara tetesan hujan.

Aku mengangguk pelan, mataku menatap jalanan di depanku. "Iya, dua minggu lagi ujian kelulusan. Waktu terasa begitu cepat, ya?"

Tiara menghela napas panjang. "Aku merasa gugup... tapi setidaknya kita bisa melewati ini bersama. Seperti yang selalu kita lakukan."

Aku tersenyum lembut, penuh keyakinan. "Tentu saja. Aku nggak akan membiarkanmu jatuh sendirian, Tiara. Kita akan melangkah bersama, apa pun yang terjadi."

Kata-kata itu sederhana, namun mengandung makna dalam. Di bawah gerimis yang semakin deras, di jalan yang basah dan kelabu, persahabatan kami tetap kuat, seperti payung yang melindungi dari hujan, meski terkadang angin datang menerpa.

Gerimis yang lembut kini perlahan berubah menjadi hujan deras, mengguyur dengan ritme yang semakin cepat. Tetesan air menari di atas daun-daun yang bergoyang tertiup angin, menciptakan irama yang menghiasi pagi. Jalanan yang tadi sepi kini semakin ramai oleh para pelajar dan pekerja yang bergegas menuju tujuan masing-masing, semuanya berteduh di bawah payung dengan warna dan bentuk yang beragam.

Aku dan Tiara terus melangkah, kaki kami sesekali terperosok ke dalam genangan kecil di sepanjang trotoar. Tiara menggeser posisi payungnya sedikit lebih dekat ke tubuh, menghindari angin yang sesekali berhembus kencang, membawa serta dinginnya air hujan.

When Maple Saves EverythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang