〔Chapter 15〕Keseruan di Golden Beach

12 7 0
                                    

Pagi itu langit tampak kelabu, awan mendung menyelimuti seluruh kota, namun hujan belum juga turun. Udara pagi yang sejuk menyusup perlahan dari celah jendela, menciptakan suasana tenang yang membuat pikiranku melayang. Di hadapanku, koper sudah terisi penuh dengan barang-barang yang telah kusiapkan. Aku memeriksa kembali isinya, memastikan tidak ada yang tertinggal.

"Pakaian sudah, peralatan mandi juga... peralatan tidur, lengkap," gumamku, menutup koper dengan hati-hati. Setelah itu, aku mengecek tas kecilku, memastikan barang-barang pribadi seperti skincare dan makanan ringan sudah tersimpan rapi. Meski barang-barang ini tampak sepele, mereka selalu penting bagi keseharianku.

Selesai berkemas, aku melirik jam di dinding. Waktunya sarapan. Aku beranjak dari kamar, melangkah turun menuju ruang makan, di mana suara dari dapur mulai terdengar. Di meja makan, Mama sedang menyiapkan roti panggang, sementara Glan, adikku, duduk dengan ponsel di tangannya, asyik menatap layar. Bang Rian sedang menikmati secangkir kopi di ujung meja, terlihat santai seperti biasanya.

"Sudah siap semuanya, Kak?" tanya Glarenth, tanpa mengalihkan perhatian dari ponselnya.

"Sudah, tinggal tunggu berangkat saja," jawabku, mengambil duduk di kursi dan mulai meraih roti.

Papa kemudian muncul dari ruang tamu, masih dengan kemeja kantornya. "Hari ini Papa yang antar ke sekolah, ya?"

Aku mengangguk. Abang Rian tersenyum, meletakkan cangkir kopinya. "Karyawisata ke mana, nih? Pasti seru ya?"

"Ke Golden Beach, Bang. Tempatnya agak jauh, jadi kami berangkat naik bus bersama teman-teman," jawabku sambil mengoleskan selai di atas roti. Meskipun suasana mendung, semangat persiapan karyawisata membuatku sedikit lebih tenang.

Setelah selesai sarapan, aku kembali ke kamar untuk mengambil tas, lalu turun menuju depan rumah. Papa sudah menunggu di dalam mobil. Udara pagi yang dingin menyambut saat aku melangkah keluar, dan angin lembut menyapu wajahku ketika aku masuk ke dalam mobil.

Setelah kurang lebih sepuluh menit, kami sampai disekolah, suasananya ramai. Semua siswa kelas dua belas sudah berkumpul di lapangan, masing-masing dengan koper dan tas mereka. Beberapa tampak bercanda, yang lain sibuk memeriksa barang bawaan mereka. Dari kejauhan, aku melihat Tiara melambaikan tangan dengan antusias. "Vero! Sini!" teriaknya, senyumnya begitu cerah meskipun langit tetap kelabu di atas kami.

Aku turun dari mobil dengan tas besar di punggung dan tenda lipat yang terikat di atasnya. Di tangan, sebuah koper berat aku bawa dengan hati-hati. Udara pagi terasa dingin, mendung masih menyelimuti langit tanpa tanda-tanda akan berubah. Aku menatap Papa sejenak, tersenyum, dan melambaikan tangan.

"Hati-hati ya, Nak. Jaga diri baik-baik," ucap Papa lembut, matanya penuh perhatian.

"Iya, Pa. Terima kasih sudah mengantar," jawabku, sebelum berjalan menuju Tiara yang sudah menungguku di lapangan sekolah.

"Hari ini cuacanya sepertinya kurang mendukung, ya? Semoga saja tidak hujan. Besok juga, semoga kita tidak kehilangan kesempatan untuk melihat sunrise," Tiara membuka pembicaraan, sedikit cemas.

Aku mengangguk setuju. "Iya, benar. Meskipun sekarang belum hujan, rasanya seperti langit sedang menahan ribuan tetes air yang siap jatuh kapan saja," kataku sambil melirik ke langit yang semakin gelap.

Kami bergabung dengan kerumunan siswa yang sudah berkumpul. Kelas dua belas terdiri dari empat kelas, dan aku serta Tiara adalah bagian dari kelas dua belas A. Suasana ramai dengan tawa dan obrolan sesama siswa, namun ada juga yang tampak gugup menunggu instruksi selanjutnya.

"Anak-anak, perhatian! Berbaris dengan rapi, ya," suara tegas Pak James, kepala sekolah kami, memecah keramaian. Beliau berdiri di depan sambil memegang buku daftar absen, wajahnya serius memastikan semua siswa hadir.

When Maple Saves EverythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang