〔Chapter 14〕Persiapan karyawisata

13 8 0
                                    

Pukul dua siang. Hari Senin. Langit yang sejak pagi tampak mendung akhirnya menumpahkan bebannya. Hujan turun deras, namun tak disertai angin, hanya gemericik yang tenang membasahi jalanan. Suara rintiknya seperti simfoni alami yang mengiringi suasana rumah.

Di rumah, hanya ada aku dan Mama. Papa sedang bekerja, Bang Rian sudah berangkat ke kampus, dan Glan baru saja pergi untuk les bahasa Inggris. Minggu lalu, kami, kelas dua belas, baru saja menuntaskan ujian akhir yang melelahkan. Wali kelasku, Pak Dedi, mengatakan bahwa minggu ini adalah waktu istirahat. Kami diberi jeda untuk mengembalikan tenaga sebelum karyawisata selama tiga hari yang sudah direncanakan.

Senin hingga Kamis ini, sekolah mengizinkan kami beristirahat di rumah, memberi kesempatan untuk meregangkan otot dan pikiran setelah dua minggu bertarung dengan buku dan lembar soal. Namun, yang paling ditunggu adalah karyawisata pada Jumat hingga Minggu nanti. Itu akan menjadi momen terakhir kami bersama-sama sebagai siswa Harmony High School sebelum berpisah untuk menempuh jalan masing-masing.

Destinasinya sudah diputuskan-Golden Beach, pantai di timur kota kami. Sesuai namanya, pantai itu terkenal dengan pasir keemasan yang berkilauan diterpa sinar matahari. Meski tak bisa menyaksikan matahari terbenam, pesona sunrise-nya tak tertandingi. Pihak sekolah sengaja memilih tempat ini, ingin menyimbolkan bahwa meskipun perpisahan mendekat, seperti matahari terbit, kami akan terus melangkah maju, memulai babak baru, bukan tenggelam seperti senja yang memudar.

Mama tiba-tiba muncul dengan membawa dua cangkir teh hangat dan dua roti tawar panggang yang diolesi selai cokelat, ditaburi keju di atasnya. Aroma manis bercampur gurih memenuhi ruang tamu, seolah menghangatkan suasana di tengah hujan yang masih turun perlahan.

Mama membuka percakapan, "Bagaimana persiapan untuk karyawisatanya, Nak?" tanyanya sambil menyeruput teh perlahan.

Aku menggigit roti, menikmati kelembutannya sebelum menjawab, "Kami sudah mulai mempersiapkan barang-barang, Ma. Pakaian, peralatan mandi, peralatan tidur, dan tenda. Makanan ditanggung sekolah, jadi aku cuma akan bawa uang sedikit untuk beli camilan nanti."

"Oh, kalau soal tenda, kamu bisa pinjam punyanya Bang Rian. Mama sudah rapikan di gudang. Dia biasanya pakai kalau camping, tapi akhir-akhir ini sibuk jadi belum terpakai," kata Mama sambil tersenyum.

Aku mengangguk pelan, "Baik, Ma. Berarti aku tinggal persiapkan yang lain dan rapikan semuanya ke dalam tas dan koper."

Hujan terus mengguyur, menambah hangatnya suasana di dalam rumah. Kami duduk bersama di ruang keluarga, menyalakan televisi dan menonton acara favorit kami-drama Korea. Tak kusangka, ternyata Mama juga suka K-Drama. Siapa sangka seorang wanita seusianya bisa begitu menikmati hal yang kupikir hanya digemari oleh anak-anak seusiaku?

Waktu berjalan tanpa terasa. Satu setengah jam berlalu, hujan mulai mereda menjadi gerimis. Jam dinding menunjukkan pukul setengah empat. Glan sudah pulang, dan kami mematikan televisi, masing-masing menuju kamar untuk membersihkan diri. Rasanya hari ini begitu sempurna-hujan, teh hangat, dan kehangatan keluarga yang tak tergantikan.

Ketika malam tiba dan semuanya sudah selesai membersihkan diri, aku, Mama, dan Glan menuju dapur untuk menyiapkan makan malam spesial. Mama, dengan lembut seperti biasa, membagi tugas kami. Aku ditugaskan mengupas bawang dan memotong cabai serta tomat. Glan bertanggung jawab mencuci sayur, sementara Mama mulai mengolah ikan dan daging sapi. Di sela-sela kesibukan kami, hatiku tiba-tiba terasa sesak. Dulu, aku selalu malas membantu Mama di dapur, tapi sekarang, rasanya setiap momen begitu berarti. Aku sadar, waktu kami bersama tak akan lama lagi. Sebentar lagi, aku akan pergi kuliah di luar kota, walaupun aku belum berani memberitahu mereka.

Aku mengusir kekhawatiran itu. Ini bukan saatnya memikirkan hal itu. Malam ini, aku ingin menikmati kebersamaan kami. Ketika Mama mulai memasak, aku dan Glan menata piring di meja makan, merapikan kursi, dan memastikan semuanya tertata dengan baik. Aroma masakan Mama mulai memenuhi seluruh ruangan, membuat perutku bergejolak. Aroma gurih yang menenangkan, seolah menyimpan semua kenangan indah tentang rumah.

When Maple Saves EverythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang