Sehari sebelumnya. Sore itu, matahari bersinar lembut, memberi kehangatan di antara angin yang berembus pelan. Tidak ada hujan seperti biasanya. Setelah berpamitan dengan Mama, aku melangkah keluar dari rumah, perasaan campur aduk mengguncang hatiku. Langkah-langkahku mengarah ke tempat yang akrab, tempat yang menyimpan banyak kenangan-taman kota, di mana semuanya berawal dengan Elnathan.
Aku berjalan perlahan, seperti menunda pertemuan dengan sesuatu yang begitu dekat di hati namun begitu sulit untuk dihadapi. Di sanalah, pohon maple kami, berdiri kokoh tapi kesepian. Pohon itu adalah sahabat ketiga kami, pengingat akan masa kecil yang dulu terasa tak akan pernah berakhir. Besok, aku akan pergi, meninggalkan kota ini, dan aku tahu aku tak bisa pergi tanpa mengucapkan selamat tinggal pada sahabat setia kami. Meski akhir-akhir ini, aku takut datang ke sini. Takut perasaan-perasaan yang kusimpan rapi selama ini akan meledak dan meninggalkan luka yang tak tertutup.
Tanganku meraih batang pohon maple itu, kulit kasarnya terasa hangat di telapak tanganku. Daun-daunnya, kini hanya tersisa sedikit, berguguran satu demi satu. Padahal, tak ada musim gugur di negeri ini. Awalnya, dedaunannya rimbun dengan warna merah kekuningan yang cerah. Namun, sejak Elnathan pergi, daun-daun itu perlahan berubah menjadi kuning kecoklatan, lalu jatuh berguguran, seakan ikut merasakan kepergian El. Dan sekarang, hampir tak ada lagi yang tersisa. Pohon itu seperti merindukan sesuatu yang tak kunjung kembali.
Aku menunduk, suara hatiku pecah di udara yang sepi. "Jangan mati, jangan kehilangan daunmu... Jangan sedih. Aku akan kembali. Aku nggak akan meninggalkanmu seperti El," bisikku, suaraku bergetar saat jariku mengelus batang pohon itu, berharap bisa menenangkan kesedihannya.
Mataku terpaku pada satu daun yang tersisa, masih merah muda, tergantung di ujung ranting. Aku meraihnya, memetiknya dengan hati-hati. Entah mengapa, daun itu terasa begitu istimewa, seperti harapan terakhir. Sama seperti saat aku memetik daun ini untuk El ketika dia pergi dulu. Apakah dia masih menyimpannya? Atau sudah hilang, terbawa waktu?
Hatiku tercekik oleh pertanyaan itu, karena jawaban yang kutakutkan mungkin akan menghancurkanku lebih dari apa pun.
Aku menggenggam daun itu dengan lembut, merasakan teksturnya yang halus di antara jari-jariku. Rasanya begitu rapuh, namun penuh arti, seolah mengandung seluruh kenangan yang pernah kami bagi bersama di bawah naungan pohon maple ini. Dengan hati-hati, aku menyimpannya di dalam buku catatan kecil yang selalu kubawa, memastikan agar daun itu tetap utuh dalam perjalanan panjangku nanti.
Besok, aku akan meninggalkan semuanya-kota ini, kenangan yang menyakitkan, dan pohon maple yang kini berdiri sepi tanpa kami. Tapi, daun ini akan kubawa bersamaku. Bukan hanya sebagai kenang-kenangan, melainkan sebagai pengingat bahwa persahabatan kami, meski diuji oleh waktu dan jarak, masih ada. Meski Elnathan tidak lagi di sini, aku akan terus membawa bagian dari kami yang pernah tumbuh bersama.
Aku mulai melangkah meninggalkan taman, perasaan berat menghimpit dadaku. Setiap langkah seolah semakin menjauhkan diriku dari masa lalu yang dulu begitu aku cintai. Tapi aku tahu, aku tak bisa tinggal selamanya di sini. Waktu terus bergerak, dan aku harus ikut bergerak bersamanya.
Saat aku melewati pintu gerbang taman, aku menoleh sekali lagi ke arah pohon maple kami. Angin berembus, menggoyangkan ranting-rantingnya yang hampir tandus. Seolah memberikan salam perpisahan, atau mungkin... harapan bahwa suatu hari nanti, kami akan bertemu lagi.
"Selamat tinggal untuk sekarang," bisikku pelan. "Tunggu aku..."
Dengan daun maple ini dalam genggaman, aku akan membawa bagian dari kisah kami ke kota sebelah, berharap bahwa di sana, aku akan menemukan jawaban-atau setidaknya, ketenangan. Entah apa yang akan menantiku di depan, tapi aku tahu, kenangan ini akan selalu menjadi bagian dari diriku. Dan meski Elnathan tak lagi ada di sini, dia akan tetap hidup dalam setiap hembusan angin yang melintasi pohon maple kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
When Maple Saves Everything
Teen Fiction〔BLURB〕 "Pohon itu adalah makhluk hidup yang dapat mendengar, merasakan, dan melihat kita. Ia memiliki perasaan, merasakan sakit, dan menyimpan kenangan kita. Mungkin terdengar mustahil, tetapi jangan mengartikannya secara harfiah. Ibarat sahabat, k...