Chapter 1: Luneire

1.2K 101 0
                                    

Ayana tidak diberi kesempatan bernapas dan sedikit jeda untuk membiasakan diri di dunia baru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ayana tidak diberi kesempatan bernapas dan sedikit jeda untuk membiasakan diri di dunia baru. Kini belum sehari dan ia harus menghadapi permasalahan. Bagaimana bisa ia langsung menjadi orang plin plan? Apakah lebih baik pulang saja ke dunia asalnya? Bagaimana caranya?

Bukan tanpa alasan, tetapi dunia manhwa yang kini ia tempati memiliki alur angst dengan happy ending bagi karakter utamanya. Setiap alur yang ia ingat benar-benar diisi oleh bagaimana perjuangan Lucianne Luneire untuk bisa bebas dari kemalangan dan perundungan oleh saudari tirinya, Anniston Luneire. Belum lagi masalah-masalah lain yang akan datang.

Bagaimana bisa ia bertahan? Mengapa rasanya ia disudutkan untuk menyerah dan mengalami kematian lagi? Memikirkannya saja sudah membuat kepalanya pening. Ini tidak ada bedanya dengan memikirkan skripsi lumutan miliknya! Tidak, ini bahkan lebih ruwet karena ia sudah tahu bahwa apapun jalan yang ia pilih pasti yang akan datang hanyalah kesialan.

Ia yang mulai mengingat dengan keras alur sampai ending manhwa ini pun lagi-lagi hanya bisa tersenyum miris. Ia yakin harapan hidup bagi seorang Anniston Luneire tidak lebih dari seujung kuku. Ia hanya akan menjadi villainess yang berakhir tragis. Tatapan Ayana mulai terlihat lebih menyedihkan.

'Ini tidak adil,' batinnya mencelos.

Entah mengapa ia mulai menyadari satu hal. Bukankah ia lagi-lagi bersikap seperti pecundang?

'Mengapa ini harus terjadi? Apakah ini adalah balasan karena aku selalu ingin lari dari kenyataan? Bukankah ini tamparan?' Kini tatapan Ayana mulai menjelajah ke seluruh pasang mata yang sedari tadi menatapnya tajam.

Di depannya, ia bisa melihat dengan jelas Lucianne tengah berada di pangkuan seorang pria dewasa yang menatapnya dingin. Benar-benar tanpa ekspresi. Pria tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah Duke Andrew Luneire. Surai perak dan mata keemasannya sudah menjadi ciri khas yang selalu dideskripsikan di dalam manhwa. Pria itu adalah ayahnya juga.

Dua orang lainnya, termasuk remaja laki-laki yang menyeretnya dari kamar juga memiliki rupa identik dengan duke. Bedanya adalah remaja laki-laki di sebelahnya ini memiliki rambut yang lebih pendek dibandingkan dengan remaja laki-laki yang duduk di sebelah Duke sembari menggenggam tangan Lucianne.

Kakak laki-laki pertama, orang yang tadi menyeretnya merupakan sosok yang dideskripsikan akan menjadi pelindung terkuat bagi Lucianne. Adrian Luneire, calon ahli pedang terhebat di kekaisaran.

Kakak laki-laki kedua, William Luneire adalah sosok yang terkenal akan kecerdasannya. Di masa depan ia akan menjadi tangan kanan putra mahkota.

Lalu tokoh utama kita, Lucianne Luneire. Gadis polos yang sangat cantik dan manis. Surai perak panjangnya tampak cocok sekali dipadukan dengan manik hijau. Sorot indah yang diturunkan oleh mendiang Duchess.

"Kau," nadanya sangat dingin dan mampu membuat Ayana bergidik. Itu ditujukan padanya, lebih tepatnya ditujukan pada Anniston.

"Apa kau paham kesalahanmu?" Duke mulai memberikan pertanyaan menusuk.

Ayana hanya bisa terdiam. Bagaimana caranya untuk lolos dari masalah ini?

"Iya, saya paham tuan Duke. Saya sangat menyesali tindakan kekanakan sebelumnya yang malah membuat Lucianne terluka," tidak bohong, ia juga merasa iba melihat Lucianne yang kini menunjukkan raut sedih. Pipinya sedikit terluka dan Ayana yakin bahwa gadis polos itu baru sembuh dari demamnya.

Akan tetapi, sebagai orang yang mengetahui ending manhwa ini, Ayana yang awalnya sangat membenci karakter Anniston mulai menyesali hal itu karena kenyataannya adalah Anniston juga sama-sama korban. Bahkan takdirnya jauh lebih menyedihkan dibandingkan dengan Lucianne.

Anniston tidak punya siapa-siapa yang bisa membantunya. Berbeda dengan Lucianne yang meskipun diterjang masalah, ia selalu bisa bersandar pada kakak-kakaknya. Kini rasanya Ayana menjadi lebih iba terhadap kondisi Anniston di keluarga ini. Ini tidak berbeda dengan dirinya di kehidupan dahulu yang ditelantarkan oleh orang tua. Anniston pun sama. Ya, kini ia mengasihani dirinya sendiri.

'Seandainya aku menjadi Lucianne..'

"Bagus kalau kau paham, sebagai hukuman aku akan memindahkan dirimu ke area sayap kiri mansion. Hukuman ini akan berakhir sampai kau bisa merefleksikan tindakanmu," Duke menghela napas kasar.

Kedua kakaknya masih terkejut dengan ucapan Ayana sebelumnya yang malah langsung mengakui kesalahan. Itu benar-benar tidak seperti Anniston yang asli. Biasanya ia akan mengamuk dan bertindak lebih agresif ketika melakukan kesalahan. Baru saja lepas dari keterkejutan, kini mereka dihadapkan langsung dengan keputusan hukuman bagi Anniston yang menurut mereka terlalu ringan.

"Ayah! Itu tidak adil, Lucy hampir celaka akibat ulah gadis bodoh itu! Bukankah hukumannya terlalu ringan?!" William berdiri dari duduknya dan menunjuk Anniston dengan tatapan benci.

"Benar ayah, bukankah ini terlalu ringan? Dia bisa saja bertindak lebih nekat untuk melukai Lucy," Adrian mulai buka suara.

"Ini sudah menjadi keputusan ayah," Duke membalas singkat. Kini mengelus pelan surai Lucianne.

"Kakak, ayah benar. Lagipula kakak Ann juga sepertinya tidak sengaja," Lucianne menatap Anniston dengan iba.

"Lucy!"

"Tidak Lucy!"

"Kalian berhentilah berteriak, mengapa kalian tetap menentang keputusan ayah?"

Keduanya mulai terdiam dan kini melampiaskan kekesalannya dengan memelototi Anniston. Ya, bagi mereka hukuman ini sangatlah ringan tetapi pada kenyataannya ini akan menjadi awal mula kesialan beruntun bagi Anniston.

*****

Sayap kiri mansion merupakan area yang berdekatan dengan asrama para pelayan. Suasana yang sibuk dan berisik menjadikan tempat ini tidak cocok bagi orang-orang yang butuh ketenangan. Sangat berbeda dengan mansion utama yang terkesan tenang, damai dan nyaman.

Sayap kiri mansion merupakan kutukan dan tempat hukuman paling cocok bagi anak-anak bangsawan. Setidaknya itulah yang dipikirkan oleh Duke ketika memutuskan hukuman tersebut. Dahulu pun ia pernah dihukum untuk tinggal selama sebulan di sana dan ia merasa frustasi.

Namun, berbeda dengan Ayana yang kini duduk di ranjang barunya. Ruangan kamar ini tentu saja jauh lebih sempit dan tampak kusam. Benar-benar terlihat sudah lama tidak diisi oleh manusia. Sepertinya ruangan ini bekas kamar tamu.

Ayana tidak berpikir bahwa ruangan ini adalah neraka. Ini jauh lebih nyaman dibandingkan kamar kostnya dulu. Maka dari itu ia tetap merasa bersyukur. Bukan tempat ini yang akan membuatnya menderita, tetapi situasi yang akan datanglah permasalahannya.

Untuk saat ini, ada baiknya ia tidak perlu banyak berinteraksi dengan orang lain. Selain ia harus pintar menghindari masalah dan mengakali alur cerita. Kenyataan yang sebenarnya, ia masihlah belum bisa membiasakan diri di dunia baru.

Meskipun ia menantikan hal ini, tetap saja ia tidak bisa gegabah. Terlebih saat ini akan lebih banyak situasi yang memberatkannya. Ia juga hanyalah manusia biasa yang perlu banyak belajar. Salah satunya adalah belajar menerima kenyataan bahwa kini ia hanya memiliki dua pilihan. Bertahan hidup sebagai Anniston atau mencari cara agar bisa kembali. Pilihan kedua rasa-rasanya akan sangat sulit untuk diwujudkan, terlebih ia tidak tahu menahu harus bagaimana.

Maka dari itu, ia harus benar-benar menenangkan diri dan mulai menganggap dirinya sendiri sebagai Anniston. Ia harus mulai terbiasa dengan nama dan panggilan barunya. Sedikitnya ia berharap, pengetahuan tentang alur cerita dan pengetahuan dunia aslinya bisa membantu untuk bertahan hidup. Ya, semoga saja kali ini keberuntungan ada di pihaknya.

*****

To be continued

"The Villainess Doesn't Wanna be Here"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang