Berapa banyak lagi buku yang harus ia baca sampai mengorbankan kewarasan otak? Buku ke sekian, namun belum kunjung ada titik terang. Semuanya hanya menjabarkan keagungan dewi Belavina. Apakah naga itu hanya delusi? Kalau pun naga itu memang ada, apakah ia ditipu oleh sesuatu yang mengaku dewa?
'Naga sialan, menambah beban pikiran saja. Kalau sudah seperti ini, aku tidak bisa berhenti. Lagipula hanya naga itu satu-satunya petunjuk!' Anniston mengacak rambutnya geram. Ruangan mewahnya cukup luas sehingga decakan frustasi seakan menggema, bak ingin mengejek ketidakberdayaan ini. Jika naga itu adalah dewa, bukankah dia tidak populer sama sekali? Tidak ada yang mencatat kehebatannya dimana pun!
Ia masih bisa bersabar saat ini, tapi ke depannya? Entahlah, ia takut jikalau akhirnya ia benar-benar menggila dan mengacaukan banyak hal. Namun, bayangan dirinya diusir dan menjadi gembel di jalanan seakan menghentikan ketidakwarasannya agar tetap rasional.
Manusia umumnya takut akan ketidaktahuan atas sesuatu. Sama halnya dengan ia yang kini tidak bisa memprediksi bahaya apa yang akan datang, tidak tahu caranya menyelamatkan diri dan tidak mengenali siapa musuh sebenarnya. Ini sangat menyesakkan karena bisa-bisa ia juga akan berhenti mempercayai diri sendiri.
Seakan tiap pasang mata yang melirik siap menghunuskan pedang di belakang punggungnya. Anniston tidak pernah merasa aman sejak berpindah ke dunia ini. Gambaran buruk yang selalu muncul dan menghantui, tidak jauh dari musuh-musuh yang mungkin sudah mengincarnya tanpa ia sadari.
Anniston sudah paham bagaimana sakitnya kematian menggapai tubuh manusia. Tapi itu bukan berarti dirinya siap untuk kembali menyerahkan hidup dengan mudah. Kematian pertamanya cukup untuk mengukir trauma. Ketakutan akan dirinya tidak benar-benar mati dan hanya berpindah ke tempat asing lagi.
'Kematian terbaik adalah ketika aku hanya perlu beristirahat dengan tenang. Jika semua ini adalah kematian, maka ini adalah neraka sesungguhnya!' Pikir Anniston. Wajar bukan? Hidup di tengah hewan buas akan lebih baik dibanding terjebak di tempat gelap tanpa tahu tujuan.
Kehidupan ini sama saja seperti dirinya dilepaskan di area perang dengan mata tertutup! Ia tidak tahu apa-apa dan rasanya seakan hanya menjadi bagian kecil yang siap dikorbankan.
Renungan itu harus terhenti paksa karena suara ketukan di pintu kamarnya. Dengan cepat semua pikiran tadi ia hilangkan sekejap. Ada kemungkinan kepala pelayan menghampirinya untuk mengantarkan surat balasan.
'Benar juga, tuan Felix dan nyonya Sophia belum juga membalas suratku. Semoga hari ini mereka akan mengabari bahwasannya mereka baik-baik saja,' pintanya dengan tulus.
Setelah pintu terbuka, kepala pelayan membungkuk hormat dan menyodorkan sebuah surat. Mata Anniston berbinar seketika.
"Apakah dari keluarga Romano?!" Tanya Anniston sebelum menyadari bahwa nyatanya surat tersebut memiliki lambang dari keluarga lain.
Raut kecewa itu tercetak dengan jelas. Lambang bunga mawar merah yang terukir seakan memperdayai dirinya.
"Maaf nona, kediaman Romano belum membalas suratnya. Hanya saja, ini adalah surat undangan pesta teh dari keluarga Roserburg," kepala pelayan menjelaskan.
"Evelyna Roserburg? Pesta teh?" Anniston mengernyitkan dahi sejenak, lalu langsung saja terlintas satu hal. Evelyna Roserburg membutuhkan badut untuk dipermalukan di pesta tehnya. Kejadian di festival tentu sangat melukai harga diri seorang Evelyna.
Undangan ini cukup mengejutkan. Tapi ia tahu betul tabiat Evelyna yang sangat keras dan egois. Gadis itu mungkin akan mendapat pujian karena berbaik hati mengundang seseorang seperti Anniston.
Anniston yang malang pastinya tidak punya pilihan selain menerima karena ini adalah kehormatan besar dapat bergabung di perkumpulan elit sosial. Tanpa mengetahui niat busuk yang menyelimuti intensi seorang Evelyna yang menahan dendam.
KAMU SEDANG MEMBACA
"The Villainess Doesn't Wanna be Here"
FantasyAyana hanyalah seorang anak kuliahan semester akhir yang sedang mengalami burnout akibat menghadapi skripsi. Dalam pelariannya mencari ketenangan, ia mulai menghabiskan waktu dengan membaca berbagai judul manhwa. Bukannya termotivasi, Ayana malah se...