Pasai

25 6 0
                                    

wilayah Pasai

sudah satu bulan sejak Nimari tinggal di wilayah yang berdekatan dengan Rengkang. Nimari tinggal di sebuah gubuk kecil tak jauh dari tempatnya bekerja, menjadi pembantu tabib Mantir. Satu-satunya tabib yang berada di wilayah Pasai. Seringkali Mantir merasa kerepotan dalam meramu obat-obatan. Sebab dia selama ini mengumpulkan bahan obat dan meramu seorang diri. Satu persatu pekerja Mantir mengundurkan diri. Sebab tidak tahan dengan kepribadian Manir yang disiplin dan teliti dalam meramu obat. Apalagi dengan sifat Mantir yang ketus,tegas dan berterus terang.

"ma'.. dimanakah aku harus meletakkan hal ini?" Tanya Nimari yang baru saja datang dari kebun belakang Mantir untuk mengambil daun dan akar obat yang telah dia jemur di bawah sinar matahari selama tiga hari.

"cari lemari obat nomor tiga dari kiri, dan masukkan di laci pertama,  ketiga dan kelima dari atas." Mantir sama sekali tak melihat Nimari. Tangannya memegang batu dan menggiling obat ramuannya.

"baik." jawab Nimari.

Sesekali Mantir mencuri pandang. Nimari memasukkan bahan obat-obatan dengan benar. Selama hampir satu bulan Nimari bekerja dengan Mantir. Dan tidak ada satupun kesalahan yang dilakukan oleh Nimari. Mantir berbicara dengan perlu, dan Nimari tidak keberatan dengan hal itu. 

Nimari kemudian duduk tak jauh dari Mantir. Menghadap Mantir dan mengamati bagaimana cara Mantir meramu obat. Tanpa sepatah kata pun terucap selain perintah dari Mantir. Lagi-lagi Nimari tak keberatan dengan hal ini.

Mantir mengernyitkan dahinya
Sambil meletakkan batu gilingan obatnya dengan kesal. Tiga kali ini dia gagal meracik obat. Ini tidak seperti biasanya. Pasien- pasien selalu sembuh dalam sekali racikan obat Mantir.

Ini sepertinya bukan racun biasa. Namun resep obat yang aku gunakan tidak salah. Apakah ada yang kurang? Atau kah proses peracikanku salah?

Gumam Mantir sembari berdiri meninggalkan gilingan obatnya.. dia meletakkan tangan kananya ke belakang badannya dan tangan kirinya memegang jenggotnya yang mulai memutih.

"Racun pada pasien ku kemarin sepertinya sangat ganas, kau tahu kan Nimari? Kemarin ketika dia minum dua kali racikanku suhu badannya pun sudah stabil. Akan tetapi kenapa dia belum sadar? Apa yang kurang dari racikanku?"

Mantir pun semakin kesal. Perkataanya itu adalah perkataan paling panjang semenjak Nimari bekerja kepada Mantir. Sebab kepada lagi Mantir bercerita tentang pekerjaannya selain kepada pekerjanya yang bernama Nimari. Pun anak perempuan satu satunya Mantir sama sekali tidak tertarik dengan pekerjaan ayahnya itu.

"Racikan gilingan obat Ma' Mantir sebaiknya di rebus, tambahkan Tujuh helai daun bratawali Ma'. Dia sebagai anti racun. Setelah meminum itu, pasien akan muntah darah. Karna memang itulah racun yang dikeluarkan." Jawab Nimari santai. Seperti dia pernah membuat ramuan seperti itu.

Mantir langsung terbelalak dengan ucapan Nimari. Dia berjalan cepat menghampiri Nimari. "Apa kamu bilang? Bratawali? Itu tumbuhan hutan Kapuas. Aku pernah mendengar bahwa daun itu adalah penawar racun ganas. Pun karena letaknya di hutan, sangat sulit untuk dicari." Mantir memutar bola matanya.  Sebab dia tak pernah menggunakan daun itu.

"Aku menanamnya di belakang gubukku ma'. Dan aku membawanya." Nimari kemudian berdiri  sambil mengeluarkan tas anyaman yang berisi tujuh helai daun bratawali. "Coba saja Ma'" kata Nimari sambil menyodorkan dedaunan itu.

Mantir lekas mengambil daun-daun itu tanpa ragu. Lalu  dia meracik ramuan seperti yang Nimari jelaskan

The Heart Of KapuasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang