Mata rusa

975 111 0
                                    

"busur ini terbuat dari bambu tua yang dipoles. Jelas ini bukan busur biasa." Kata Nimari sambil menatap busur milik Simbara.

Simbara merapatkan mulunya, "mmm.. Kau bisa mendapatkan ini dipasar."

"pasar? Apa itu?"

Mendengar pertanyaan Nimari membuat Simbara tertawa. "apa ini lelucon? Pertanyaanmu seperti seorang gadis yang terkurung di dalam hutan selama hidupnya."

Nimari mengangguk, " ya, kau benar. Aku tidak pernah keluar dari hutan ini selama hidupku. Hutan adalah rumahku."

Simbara tidak melihat adanya kebohongan dari sorot mata Nimari. Sorot mata yang tajam itu berbicara apa adanya. Pantas saja jika dia bisa menghindari anak panah Simbara. Sebab, ketangkasanya adalah sebuah cerminan dari gadis hutan. Dia merasa bersalah karena telah menertawakan Nimari .

"aku bisa mengajakmu ke pasar. Jika kau mau pada pertemuan kita selanjutnya."

"baiklah,"

Simbara tersenyum lega mendengar persetujuan Nimari. Dia berjalan mengikuti Nimari mencari seekor rusa buruannya. Nimari yang polos tak menyadari bahwa Simbara berusaha untuk mencari alasan lain untuk kembali bertemu denganya.

Nimari terdiam sejenak, dia mengamati arah angin berhembus. Tepat di depannya rusa betina sedang lahap memakan rumput. Mereka berdua mengamati dibalik belukar yang tinggi. Simbara sempat berfikir bahwa itu adalah rusa yang dia kejar tadi. Melihat matanya yang Indah, mirip seperti mata Nimari.

"Aku rasa, kita sebaiknya berburu babi hutan." Simbara mengalihkan perhatian Nimari. Nimari berdecak kesal karena rusa incaranya berlari mendengar suara mereka berdua.

"kenapa kau tidak bilang dari tadi?" tanya Nimari kesal.

"maafkan aku. Setelah melihat mata rusa betina yang indah itu, aku teringat dirimu." Kata Simbara. Meskipun ada hal lain yang menjadi alasan dia mengganti buruannya, yakni mengulur waktu agar dia terus bersama Nimari.

"ayolah, aku tidak punya waktu banyak hari ini."

"apa kau akan meramu obat?" tanya Simbara sambil melihat tanaman obat yang dibawa oleh Nimari.

"ya.. Uw- mm.. maksudku bapaku sedang sakit. Aku tidak boleh terlalu lama meninggalkannya." Nimari hampir saja menyebut Ladepa.

Simbara memiringkan kepalanya, dia menatap Nimari dalam. Sebuah kebohongan jelas tersirat di bola matanya, dia menyadari hal itu. Akan tetapi Simbara berlagak seolah dia percaya dengan ucapan Nimari. Sehingga Nimari akan merasa lebih nyaman berbicara dengannya.

"saat kita pertama kali bertemu, aku kira rajah di tanganmu itu karena kau pandai menyulam dan memasak. Ternyata kau seorang tabib. Kau memang susah ditebak, Nimari."

Nimari tersenyum kecil, "aku mempelajarinya ketika masih kecil."

"bolehkah aku ikut bersamamu mengunjungi bapamu?" pinta Simbara. Dia berharap untuk mengenalkan diri kepada ayah Nimari.

Nimari mengelak, dia tersentak atas permintaan Simbara, "tidak, tidak.. bapaku adalah seorang pertapa. Dia tidak asal bertemu dengan orang lain."

Lagi-lagi Simbara tersenyum kecil, perlahan dia semakin memahami Nimari. Raut wajahnya mudah sekali dibaca oleh Simbara. Membuat Simbara terus menerus bertanya kepada dirinya seperti apa Nimari sebenarnya.

Sontak Nimari berlari meninggalkan Simbara, sehingga membuatnya terkejut. Nimari dengan cepat menarik busur panahnya dan mengenai seekor babi hutan. Simbara terbelalak melihat kecepatan Nimari yang melebihi kecepatan angin yang sedang berhembus.

"Nimari, kau.." Simbara kehabisan kata-kata.

Nimari menyodorkan busur dan anak panah milik Simbara. "aku rasa aku harus kembali. Aku memanah babi hutan seperti yang kau inginkan."

Nimari pergimeninggalkan simbara.

The Heart Of KapuasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang