Saat ayam pejantan berkokok menatap ufuk timur, Nimari merapikan seluruh tanaman herbal yang ia petik di dalam hutan kedalam keranjang. Hari pertama di Long paka membuatnya tampak bersemangat berangkat ke pasar.
melihat mandau dan busur panahnya, suasananya hatinya berubah. Ia teringat perkataan Simbara yang melarangnya membawa senjata di Long paka. Dengan berat hati Nimari menggantung busurnya di dinding kayu rumah panggungnya. Dia lalu mengambil mandau sambil menatapnya, tidak mungkin jika aku meninggalkan kau sendiri disini... Kau adalah peninggalan ma' Ladepa..
Nimari mengambil sepotong serat kayu dan membalut mandaunya. Kemudian dia menyematkanya di pinggang kirinya dan ditutupinya dengan rompi bajunya. Bagaimanapun juga mandau itu sudah seperti bagian dari dirinya.
Nimari mengambil keranjang berisi tanaman dan memikulnya di punggung, sambil menghirup udara segar di pagi hari, dia bersiap untuk berangkat di pasar Long paka.
Hilir mudik pedagang yang tinggal di pemukiman Nimari tampak ramai. Sama seperti Nimari, mereka juga mulai menyiapkan daganganya. Tak jauh letak pasar diantara pemukiman.
sesampainya di pasar, Nimari mencari tempat kosong diantara jajaran pedagang. Di samping kanannya terdapat seorang pedagang kain batik yang mengenakan sebuah ikat kepala, sedangkan di samping kirinya terdapat pengrajin sandal yang sedang menganyam pelepah pisang yang sudah mengering.
Nimari meletakkan keranjangnya dan menggelar sebuah alas. Lalu menata tumbuhan herbal miliknya. Seorang pedagang di samping kirinya yang sedang duduk lesehan dengan kaki kanan ditekuk, menatap gerak-gerik Nimari seolah baru pertama kali melihatnya.
"Hei anak muda, apa kau pedagang baru disini? Aku baru tahu ada seorang gadis cantik menjadi pedagang di Long paka." Tanya seorang pedagang kain batik yang terlebih dahulu membuka pembicaraan.
"Nimari.. Namaku Nimari." Jawab Nimari singkat.
Pedagang batik itu tertawa kecil, "ah, ya.. Nimari. Itu karena kau belum memberitahukan namamu."
Pengrajin sandal hanya berdecak sambil menggelengkan kepala, "hentikan, Suroto.. Kau hanya membuatnya takut. Aku saja yang melihatnya dari tadi enggan untuk memulai percakapan. Kau saja yang terlalu percaya diri, seharusnya seorang lelaki yang terlebih dahulu mengenalkan diri. Nimari, maafkan temanku yang dari Jawa ini."
"Hahaha.." Tawa Suroto. "Baiklah, aku Suroto.. dari Jawa. Kau tau pulau Jawa? Itu pulau yang saaangat jauh dari Dayak. Aku harus menaiki kapal besar berhari-hari untuk sampai disini. Untuk berdagang mencari nafkah."
Nimari sedikit merasa risih dengan pembicaraan Suroto yang penuh percaya diri. Dengan gerak-gerik tangannya, dia menggambarkan seberapa jauh pulau Jawa. Nimari hanya mengangguk mengiyakan Suroto, dia beranggapan bahwa saat inilah dia mencari teman.
Nimari lalu menoleh ke arah pengrajin sandal. Pengrajin tersebut dengan sigap merapikan posisi duduknya menghadap Nimari, "ehem.. Perkenalkan, namaku Ampong." Ampong lalu mengulurkan tangannya.
Nimari hanya melihat tangan Ampong. Ia teringat ketika ia pertama kali bertemu dengan Simbara, Simbara melakukan hal yang sama seperti Ampong lakukan sekarang.
"Ayo.." Ampong menggoyang-goyangkan tanganya, matanya memberi isyarat kepada Nimari untuk menjabatnya.
Dengan ragu Nimari meraih tangan Ampong, Ampong lalu tersenyum, "kau memiliki tangan halus tapi kuat, Nimari. Senang bertemu denganmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Heart Of Kapuas
Historical FictionSembilan belas tahun setelah pembantaian Muntai terhadap Rengkang, Ladepa sang panglima setia bersembunyi di dalam hutan bersama dengan Nimari. Nimari putri kerajaan Rengkang bermaksud untuk membalas dendam.