Jalan Pintas

763 90 1
                                    

Sentarum melepas baju kebesaranya, tampak rajah bermotif jata memenuhi seluruh dada dan punggungnya. Otot dadanya teerbentuk sempurna, begitu juga dengan otot lenganya. Badanya tinggi dan tegap, seperti layaknya seorang pangeran.

Dia berjalan menuju ruang kecil di dalam kediamanya yang dipenuhi berbagai macam senjata. Dan meraih sebuah kotak yang ia letakkan diantara jajaran mandau dan tombak. Dibukanya kotak itu yang berisi pakaian berbahan serat kulit nyamu dan sebuah ikat kepala.

Sebuah pakaian yang ia gunakan untuk untuk menyamar sebagai pemuda saat berkeliling di desa – desa kecil wilayah Muntai maupun menyamar sebagai pemburu biasa untuk menemui Nimari.

Sentarum lalu pergi menuju belakang istana, melewati kediaman para prajurit. sekilas dia melihat talawang para prajurit Simpei masih berjejer rapi. Dia lalu berpapasan dengan salah seorang hulubalang istana.

"Pangeran Sentarum." Sapa salah seorang hulubalang istana sambil menunduk hormat. "adakah yang bisa hamba bantu?"

"Apakah pasukan Simpei masih belum berangkat?" Sentarum mengalihkan pembicaraan.

"belum pangeran, tampaknya mereka masih mendiskusikan sesuatu."

"oh.." Sentarum merapatkan bibirnya.

"adakah pesan yang perlu saya sampaikan?"

Sentarum menggelengkan kepalanya, "tidak.. Aku akan pergi melalui belakang istana. Jika mereka menanyakan diriku, aku pergi ke desa Bakumpai untuk memenuhi tugas."

"baik, pangeran.." hulubalang itu mengangguk patuh

Sentarum lalu keluar istana, sembari sekilas melihat langit. Gugusan bintang masih terlihat jelas, begitu dengan sinar bulan yang tampak terang meskipun sinar matahari sedikit tampak.

Setelah sampai di pinggir sungai Kapuas, Sentarum menghampiri seseorang yang berdiri diatas sampan sambil memegang sebuah kayuh. Seseorang yang bertelanjang dada dan hanya memakai penutup pinggangnya itu melihat Sentarum sambil mengayunkan tanganya.

"ma' Kona?" sapa Sentarum.

"iya pangeran, kemarilah.. Langkau telah menyuruhku untuk menunggumu."

Sentarum lalu menaiki sampan, ma' Kona mengayuh sampan itu perlahan. Sungai kapuas tampak sangat sepi. Sehingga nelayan itu meyalakan obor sebagai petunjuk jalan.

"pangeran.. Kau datang sangat pagi sekali." Ma' Kona membuka pembicaraan.

Sentarum mengangguk, "ya, tampaknya aku terlalu bersemangat."

Mendengar jawaban Sentarum, ma' Kona terkekeh. "tidak buruk juga, pangeran. Dengan begitu aku bisa menyiapkan sesuatu untuk mengalihkan pasukan Simpei."

"ya.. terimakasih ma'"

"aku berhutang budi kepada Langkau. Dia selalu membantuku." Kata ma' Kona.

"pangeran, aku akan mengarahkan sampan ini di bukit kecil jauh dari Long Paka. Kau sedang menuju ke tengah hutan kan? Dengan melewati bukit ini kau akan cepat sampai. Selain itu pasukan Simpei tidak akan bisa menemukanmu."

Sampan mereka terhenti di pinggir sungai Kapuas, persis seperti yang ma'Kona katakan, terdapat bukit kecil di ujung hutan Kapuas.

"Ma'.. terimalah ini." Sentarum memberikan sebuah kantong berisi beberapa koin emas.

"pangeran, aku tidak mengharapkan sebuah imbalan. Aku hanya ingin membalas budi."

Sentarum meraih tangan ma'Kona dan meletakkan kantong itu di atas telapak tanganya. "anggap saja ini sebagai upah atas kerjamu."

"terima kasih.. Terima kasih pangeran." Ma'Kona menuunduk berkali-kali kepada Sentarum sebagai rasa syukurnya.

Sentarum lalu berlariuntuk menuju bukit kecil di hutan Kapuas


Talawang = perisai

The Heart Of KapuasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang