Wanita itu kemudian mendatangi Nimari dan Mantir dengan membawa semangkuk air panas. "apakah segini cukup?"
Nimari mengangguk, ia kemudian meraih mangkok pemberian wanita itu. mata mereka saling bertemu, akan tetapi wanita itu justru terpaku menatap Nimari. "kenapa?" tanya Nimari heran.
"ah, tidak.. Mungkin ini hanya perasaanku saja."
"ah,ya." Nimari pun bergegas menuangkan ramuan yang telah di seduh sedkit air di mangkok.
Sedangkan Simbara membantu Mantir membangunkan lelaki itu yang terbaring lemah sehingga ia bersandar di lengan Simbara yang berotot.
Nimari menyuapi sedikit demi sedikit obat ke dalam mulut lelaki itu. Tidak ada penolakan, secara lemah lelaki itu menelan sedikit demi sedikit obat yang diberikan Nimari, Matanya sedikit terbuka, menatap seorang gadis yang tiba-tiba memnyuapi obat di mulutnya, mata Nimari.. Lelaki itu sepertinya kenal. Kemudian, ia menatap istrinya yang tampak sangat cemas dengan saling meremas kedua tangannya.
Nimari pun juga melihat rajah tinggang yang terukir di lengan kanan lelaki itu, motifnya hampir sama dengan istrinya. Ia tampak senang dan berharap penuh kepada obat-obatan yang ia beri. karena jika lelaki itu sembuh, harapan Nimari adalah dapat mencari informasi lebih dalam tentang Rengkang, tanah kelahirannya.
Nimari meletakkan mangkuk ramuan yang telah habis. Kemudian Simbara membaringkan kembali lelaki itu. "kini kita saatnya menunggu obat itu bereaksi, kita tunggu sampai orang ini memuntahkan darah." jelas Nimari.
kemudian mereka bertiga, Mantir, Simbara dan Nimari duduk melingkar tak jauh dari tempat tidur lelaki itu, sembari mengawasi kerja obat mereka pun memanggil istri dari pasien lelaki yang terbaring lemah itu.
"ma'.. Bagaimana bapak itu, Suami mu bisa terkena racun kecubung? aku mendengar bahwa racun kecubung adalah racun terlarang Rengkang. Untuk sembuh saja sangat kecil kemungkinannya. Sebab obat penawarnya, daun bratawali hanya tumbuh di pedalaman hutan Kapuas. Akan tetapi, kau sangat beruntung sekali. sebab Ma' Mantir telah meracikkan obat untukmu." Jelas Nimari.
Mantir berdehem, ia tersenyum kecil. Nimari telah melebih- lebihkan Mantir di depan pasiennya. Padahal, Nimarilah yang menganjurkan agar ditambahkan daun bratawali pada racikan Mantir.
NImari tidak menakut-nakuti wanita itu, Namun memang itulah kenyataanya. Racun telarang Rengkang sangat mematikan. Memang orang terkena tak langsung mati, menggerogoti bagian tubuh yang paling rentan, Hati. Perlahan-lahan rasa sakit akan semakin intens dan semakin menyakitkan. Ladepa yang dahulunya menjelaskan kepada Nimari pun hati-hati dan tampak takut dalam menceritakan. Sebab itu adalah racun terlarang.
"Suamiku.." Jawab wanita itu dengan hati-hati, "dia bekerja setiap hari seperti biasanya. Mengayak emas di pinggir sungai Kapuas bersamaku. Namun Setelah pembagian makan siang suamiku lantas pingsan dan tak sadar hingga saat ini-"
Belum sempat menyelesaikan ceritanya, wanita itu menangis tersedu-sedu. Nimari lantas bangkit lalu duduk menenangkan, menggosok-gosok punggung wanita itu hingga tangisannya sedikit reda.
"Aku tidak menyangka jika itu adalah racun kecubung. Tapi kenapa hanya Suamiku yang terkena. Padahal saat itu makan siang dibagikan kepada seluruh pekerja. Seharusnya mereka semua terkena racun." Lanjut wanita itu.
"Sebenarnya, racun kecubung itu hanya butuh sedikit serbuk sarinya saja untuk membuat korban rusak hatinya lalu mati," Sahut Mantir. Alisnya mengkerut, ia masih tidak paham kenapa hanya satu dari sekian banyak pekerja yang keracunan.
"Apa setelah bekerja, suamimu melakukan hal lain?" Tanya Simbara
Wanita itu menggelengkan kepala, "setelah bekerja, kami pulang. Sangat lelah bagi kami yang memulai ini semua mulai fajar datang sampai terbenam."
Simbara mengeluarkan nafas berat. Para pekerja di Rengkang lebih mendekati budak daripada hanya sekedar menjadi pekerja dengan upah yang mencukupi kebutuhan sehari-hari.
"Tapi suku kami menjadi sedikit sejak bertambahnya pekerja-pekerja baru yang Peguntur dapat saat perluasan wilayah." Wanita itu mengingat sesuatu. Ia memutar bola matanya, tidak salah lagi. Mereka terlalu lelah bekerja siang dan malam hingga tidak menyadari bahwa penduduk asli Rengkang menjadi sedikit.
"Bagaimana bisa?" Tanya Simbara "Apakah mereka semua sudah tua atau.. kelelahan?"
"Mereka mati." Jawab wanita itu. Yang semakin menimbulkan pertanyaan besar bagi Mantir, Simbara, dan Nimari.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Heart Of Kapuas
Fiksi SejarahSembilan belas tahun setelah pembantaian Muntai terhadap Rengkang, Ladepa sang panglima setia bersembunyi di dalam hutan bersama dengan Nimari. Nimari putri kerajaan Rengkang bermaksud untuk membalas dendam.