Pusara Ladepa

823 96 0
                                    

"aku hanya ingin memberi salam kepada bapa. Ah.. Aku tidak menyangka dia akan pergi secepat ini meninggalkanmu."

Mendengar perkataan Simbara, Nimari hanya menunduk sedih. Ketika Ladepa masih hidup, dia ingin suatu saat bertemu dengan seorang lelaki yang dikenal oleh Nimari.

"maafkan aku," lanjut Simbara " ketika kita berburu bersama terakhir kali, aku mengikutimu. Kau tampak sangat mencemaskan bapamu. Aku melihat dari kejauhan kau memasuki gubukmu yang kecil. Tampaknya, hanya kau dan bapamu yang tinggal dihutan ini."

Simbara mencoba memancing masa lalu Nimari. Seperti dugaanya, Nimari memutar bola matanya, dan sesaat berfikir untuk mencari alasan yang masuk akal.

"mm.. ya, seperti yang aku bilang padamu saat itu, bapaku adalah seorang pertapa. Kami telah tinggal disini sejak dulu." Jawab Nimari

"dengan indumu?" Simbara mulai tertarik dengan arah pembicaraan Nimari, dia menaikkan ujung bibirnya dan bertopang dagu, seolah dia tidak mengetahui apa-apa dan hanya tertarik dengan jawaban Nimari.

"tentu saja," sahut Nimari. "Simbara,. ceritakan aku tentang dirimu. Setelah beberapa pertemuan kita, kau belum menceritakan darimana kau berasal." Nimari mencoba mengalihkan pembicaraan.

Simbara menaikkan kedua alisnya, sedikit saja dia bisa memojokkan pembicaraan Nimari. Namun dia tak mengira bahwa Nimari juga pandai bersilat lidah.

"aku hanyalah seorang pedagang dari desa Long paka. Namun terkadang aku suka berburu di hutan." Jawab Simbara sambil menatap wajah Nimari.

Nimari mengerutkan alisnya, dia tampak penasaran dengan sebuah desa yang namanya baru pertama kali ia dengar. kebohongan Simbara benar-benar tidak tercium sedikitpun oleh Nimari. Kau adalah gadis hutan yang hebat, tapi kau sangat polos Nimari, pikir Simbara.

"Long paka? Dimanakah itu?" tanya Nimari penasaran.

"keluar dari hutan ini, kau akan menemui desa Long paka. Desa para pedagang emas, maupun pedagang lain. Kau ingat aku pernah ingin mengajakmu turun ke desa? Ya, disanalah.. Di desa Long paka."

Nimari merapatkan bibirnya, dia tidak pernah melupakan janji Simbara waktu itu. Tapi saat ini ketika harapanya hampir menjadi kenyataan, Nimari tampak ragu.

"ya, aku mengingatnya. Waktu itu aku memang ingin turun melihat luasnya bumi Dayak. Tapi, meninggalkan Ladepa sendiri di hutan Kapuas, aku tidak bisa."

Simbara menghela nafas, "kau bukan tidak bisa meninggalkan Ladepa, tapi kau tidak terima dengan kepergian Ladepa, Nimari."

Mendengar hal itu Nimari mengerutkan alisnya, "tau apa kau mengenaiku Simbara? mengenai bapaku, atau apapun tentangku?" lalu berdiri dan hendak berpaling meninggalkan Simbara. Malam ini Nimari sedang tidak ingin berdebat dengan siapapun.

"bagaimana jika aku tahu semua tentangmu, Nimari? apakah kau akan mengurungkan niatmu untuk tetap disini?"

Simbara menghentikan langkah Nimari, tapi Nimari enggan untuk berbalik arah menatap Simbara. Dia merasa sangat jengkel dengan perkataan Simbara yang seolah-olah tau segalanya mengenai dirinya.

"pergi.." Jawab Nimari datar.

"Nimari, aku hanya ingin kau lebih mengenal bumi Dayak, bumi tempat kita memijakkan kaki. Jika kau terus berdiam disini, kau tidak akan pernah tau apa-apa Nimari." Simbara berbicara dibalik punggung Nimari. Dia enggan memalingkan badannya menatap Simbara.

"Tidak lama matahari akan terbit. Tinggalkan aku sendiri.." kali ini Nimari menjawab dingin.

"tapi—"

Simbara memegang pergelangan tangan Nimari. Namun dengan cepat Nimari mengambil gagang mandau dan menariknya. Dihadapkanya mata mandau yang tajam itu tepat dileher Simbara. "mandau ini bisa saja membunuhmu jika kau tidak meninggalkan aku sekarang juga."

Simbara berusaha tetap tenang, dia melirik mandau itu tepat berada di lehernya, lalu menatap Nimari "apakah dengan membunuhku kau merasa lega?" dia melangkahkan kakinya ke depan mendekatkan diri kepada Nimari.

Mandaunya menggores leher Simbara, sedikit darah membasahi mandau Nimari. Tubuh Nimari tanpa sadar memundurkan langkahnya, jauh di lubuk hatinya dia tidak ada niat sedikitpun untuk melukai Simbara. Dia hanya menggertak Simbara agar meninggalkanya, tapi tampaknya Simbara menganggapnya serius.

"lakukan.. jika itu memang bisa membuatmu lega." Simbara menatap dalam mata Nimari. Meskipun dia tahu bahwa Nimari tidak akan pernah melakukanya.

"kenapa.. kenapa kaumelakukan ini semua padaku?!" Suara Nimari mulai bergetar. Dia menatap Simbarayang hanya membatu dengan luka yang semakin melebar di lehernya.

The Heart Of KapuasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang