Menyadari

156 28 0
                                    

"Pangeran.. Bukan itu maksud kedatanganku kemari."

Simpei kemudian menyodorkan sebuah serat kulit yang ia bawa, kemudian membukanya. Tampak sebuah kain tenun indah berwarna hijau dan hitam bermotif tinggang.

Melihat motif tinggang, Sentarum melebarkan bola matanya, "apa ini?"

"Aku menemukannya, di bawah ranjang milik panglima Ladepa. Aku kira ini adalah benda penting bagi ma' Ladepa." Kata Simpei.

Perkataan Simpei membuat Sentarum menyipitkan kedua matanya. Dia bahkan tidak tahu menahu mengenai kain tenun buatan tangan itu. Sentarum bahkan tidak pernah melihatnya sekalipun ketika ia mengunjungi gubuk Nimari. 

"kenapa kau menyerahkan benda itu kepadaku? aku bahkan belum pernah melihatnya."

"kain tenun ini, pasti milik gadis itu. Gadis yang kau sebut rusa betina, Adalah dia, bukan?" terka Simpei sambil menatap tajam Sentarum.

Sentarum tersenyum sinis, "sejak kapan kau menyadari hal itu?"

"sejak aku bertarung dengannya, dia benar-benar memiliki mata seperti rusa betinya. Dan caranya bertarung sangat mengingatkanku pada ma' Ladepa."

"kenapa.. Kau tak membunuhnya saat itu? bukankah kau sangat patuh terhadap perintah bapa." kata Sentarum.

"Dia bukan seorang gadis yang mudah ditaklukkan."

"jika hanya dia seorang gadis gadis biasa, kau sudah pasti akan membunuhnya saat itu juga, bukan"

"pangeran.. Aku tidak akan menghentikan jalanmu untuk membangkitkan kembali Jantung Kapuas."

Mendengar hal itu, Sentarum tertawa keras, "jangan bicara seolah kau seperti orang munafik, Simpei.. Aku sangat membenci hal itu. Jika kau berbicara terus terang bahwa kau tak setuju jika Jantung kapuas bangkit, aku lebih menyukai hal itu."

Simpei menghela nafas berat, kemudian menggelengkan kepala, "jika aku memang munafik, aku pasti akan membicarakan gadis itu kepada baginda raja tanpa sepengetahuanmu, pangeran.. Tapi aku menahan itu semua karena dirimu,"

Sentarum berdiri memunggungi Simpei sambil menghadap jendela, "lalu, bagaimana dengan penduduk desa terpencil di pinggir hulu sungai Kapuas. Aku sering membagikan hewan buruanku kepada mereka.. Tapi beberapa hari yang lalu aku mendengar kabar bahwa seluruh penduduk telah dibunuh dalam satu malam oleh seorang tak dikenal."

Sesaat suasana menjadi hening, Sentarum memutar bola matanya kesamping, menunggu jawaban Simpei.

"Kau tau Simpei, sejak saat itu tidak ada penduduk yang mau menerima buruanku. Mereka lebih memilih mati kelaparan daripada satu desa mati karena menerima buruan dari orang tak dikenal. Padahal aku telah menyamar sedemikian rupa untuk menolong mereka."

Simpei menghela nafas berat, "baginda raja ingin kau tidak terlalu  sering meninggalkan istana, Sentarum. Tidak mudah aku melakukan hal ini. Tapi baginda raja melakukan ini untuk memperingatkanmu."

Sentarum membalikkan badan dan mendekati Simpei. "Lalu.. Apa kau ingin aku menjadi raja seperti bapa yang hanya diam di istana dengan memberi aturan-aturan kejam dan upeti yang tinggi?"

"Tidak... Cukup baginda raja Peguntur saja. Bukankah aku pernah mengatakan suatu hal  kepadamu, pangeran. Sementara ini menetaplah di istana, dan hentikanlah penyamaranmu itu. Kondisi baginda raja sedang tidak baik-baik saja."

Sentarum memutar bola matanya, kali ini Simpei benar. Kondisi Peguntur sedang tidak baik-baik saja. Akan tetapi di sisi lain dia harus melindungi Nimari sebelum peguntur menemukanya. Sebab, selama ini Peguntur tidak tahu bahwa anak Nabadau masih hidup.

The Heart Of KapuasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang