No Way Out

25 5 0
                                    

Kening Jin berkerut dalam, pun dengan kedua ujung bibirnya yang tertarik kebawah membentuk sebuah kurva.

Sore itu, tepat ketika perawat mengganti perban luka dan memberinya obat penahan rasa sakit, Jin yang sendirian dan butuh sesuatu untuk mengusir kebosanan, menghidupkan televisi.

Ketika jari telunjuknya berhenti pada sebuah stasiun tv yang menayangkan berita, perhatiannya langsung tertuju pada informasi yang sedang terputar di layar datar berukuran 30 inci itu.

"CEO AIK Corporation, Park In Ha, akhirnya diserahkan ke pihak berwajib setelah satu minggu lamanya menjalani masa perawatan. Seperti diketahui bersama, Park secara ilegal melakukan penyerangan terhadap lawan bisnisnya, HD Corp, sehingga menyebabkan banyaknya korban nyawa berjatuhan.

Perusahaannya pun disegel dan sedang diusut oleh pihak berwenang dibantu PBB, sementara memastikan biaya ganti rugi untuk keluarga korban yang ditinggalkan tetap disalurkan oleh perusahaan.

Park yang awalnya menerima dakwaan vonis seumur hidup di penjara, tampak dipertimbangkan mengingat kondisi mentalnya yang terganggu. Sejak ditangkap tanpa perlawanan, pihak rumah sakit yang merawatnya mengatakan bahwa Park mengalami kondisi amnesia dan mengira dirinya masih berusia belasan tahun. Dokter yang merawat menjelaskan bahwa kondisi itu terjadi akibat trauma dan stres berat berkepanjangan yang dialami selama puluhan tahun hidupnya.

Atas pertimbangan tersebut, muncul kabar bahwa tuntutan hukuman akan dirubah, dengan menjadikannya tahanan rumah-"

Belum selesai berita itu bergulir, jari telunjuk Jin segera menekan tombol bulat merah di remote kontrol yang digenggamnya. Helaan nafas keluar dari mulut, sementara keningnya berkerut semakin dalam.

'Amnesia...? Gangguan mental...?' Gumamnya. 'Seorang Park In Ha ternyata juga memiliki tekanan yang sama dengan yang kurasakan?'

Jin menggeleng sebelum sekali lagi menghela nafas yang terdengar lebih berat dan panjang.

"Sepertinya ini kurang masuk di akal. Ada yang janggal," ujarnya pada diri sendiri.

Jin yang duduk di atas brangkar pasien, mencoba meraih ponsel yang diletakkan di nakas. Ia berniat menghubungi Eunji, karena sejak menemaninya sarapan pagi tadi, sang wanita belum kunjung kembali.

Eunji yang awalnya beralasan tertinggal kunci mobil, memang pada akhirnya tak kembali lagi ke kamar Jin. Ia mengatakan bahwa ada urusan mendadak di kantor perihal dokumen yang harus disiapkan untuk pemeriksaan PBB atas keterlibatan HD Corporation pada perang yang terjadi dengan AIK.

Begitu Jin hendak melakukan panggilan dengan sosok yang kini menjadi prioritas utamanya itu, pintu kamar dibuka dari luar. Maniknya melebar tatkala mendapati sosok pembesuknya.

Seorang wanita, memiliki paras dan postur tubuh yang sama persis dengan wanita yang kini menghuni tempat spesial di hatinya, berdiri di balik pintu sambil menyunggingkan senyum. Siapa pun yang hanya melihatnya sepintas pasti mengira kalau mereka adalah orang yang sama.

"Hai Jin," bahkan suaranya pun nyaris tak ada bedanya. "Boleh aku masuk?"

Jin tertegun. Ia sempat heran mengapa para sekuriti yang berjaga di luar membiarkan wanita itu lolos. Namun, ketika menyadari warna rambut yang biasanya menjadi pembedanya dengan kakak kembarnya kini sudah dicat dengan warna sama, Jin pun langsung mengetahui bahwa mereka mengira Jung Minji sebagai Jung Eunji.

Walaupun sempat ragu, Jin akhirnya memberikan ijin. Ia tidak takut jika seumpama saudari Eunji yang diketahuinya punya sifat licik dan membenci kakak kandungnya itu, ingin mencoba mencelakainya. Biar bagaimana pun, kekuatan asli Jin jauh melebihi Minji, kecuali Jung Minji memang sengaja ingin mengantar nyawa.

JIN's BodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang