Masyaallah! Ganteng e

239 24 44
                                    

BAB I
Masyaallah! Ganteng e

Waktu berlalu dengan cepat, sudah seminggu sejak dia pindah sekolah. Embun Hazika-siswi pindahan dari sebuah kota kecil di Jawa, yang jarang dikenal orang. Kota asalnya terletak di antara dua kota besar, Yogyakarta dan Solo.

"Hei!" Hazika terkejut, lamunannya tentang kampung halaman terputus. "Kamu kenapa?" tanya Akira Queena-teman sebangku Hazika yang sudah cukup dekat.

Hazika hanya menggelengkan kepala dengan lesu, tersenyum tipis.

"Ceritain aja. Siapa tahu bisa bantu, tapi nggak maksa kok, kalau kamu mau aja," kata Akira dengan nada lembut.

"Makasih," jawab Hazika tulus.

"Kamu nggak lapar?" Akira mengalihkan topik. "Aku mau ke kantin, mau nitip atau ikut?"

"Ikut!" jawab Hazika antusias.

Hazika adalah gadis ceria, ramah, dan cantik. Baru seminggu di sekolah, dia sudah bisa bergaul dengan teman-teman sekelasnya, meski belum ada yang seakrab dirinya dan Akira.

"Kamu mau jajan apa hari ini?" tanya Akira.

"Cilok!" seru Hazika penuh semangat.

"Kalau ciloknya habis?"

"Hmm ... Apa ya? Kamu mau jajan apa?" Hazika balik bertanya, karena sejujurnya dia hanya menginginkan cilok. Tapi kalau cilok kesukaannya habis, dia belum terpikirkan apa yang ingin dimakannya.

"Batagor."

"Ya udah, batagor aja deh," jawab Hazika.

"Kamu cari tempat duduk dulu, ya. Biar aku yang beli," kata Akira saat mereka tiba di kantin yang dipenuhi siswa-siswa kelaparan.

"Oke!"

Keduanya pun berpisah. Hazika mulai mencari tempat duduk, meski harus berbagi meja dengan orang lain, dia tak keberatan.

"Masya Allah! Ganteng e," gumam Hazika kaget, matanya terpaku pada sosok laki-laki tampan. "Kenapa baru hari ini aku lihat dia?"

Dengan percaya diri, Hazika mendekati laki-laki itu. Dia duduk di hadapannya. "Hai, boleh duduk di sini?" sapanya sopan.

Namun, laki-laki itu tetap acuh, seolah tak menyadari kehadiran Hazika. Dia tetap tenang, tak terganggu. Meski begitu, Hazika tak menyerah.

"Kenalin, aku Embun Hazika," ucapnya memperkenalkan diri.

Tetap saja, laki-laki itu tidak merespon, bahkan sekadar melirik pun tidak.

"Kamu nggak bisa ngomong?" tanya Hazika penasaran. "Oh! Bisu ya?"

"Bisu kalau sama cewek," sahut seorang siswa yang tiba-tiba duduk di samping laki-laki itu. "Lo siapa?"

"Siapa? Aku?" Hazika menunjuk dirinya sendiri, bingung.

"Iya, siapa lagi yang ngajak ngomong Pradip selain lo?"

Ekspresi Hazika berubah dari bingung menjadi terkejut. Akhirnya dia tahu nama laki-laki tampan di depannya. "Jadi namanya Pradip?" tanya Hazika tertarik.

"Iya, nama lo siapa?"

"Aku Hazika. Salam kenal." Hazika mengulurkan tangan, tapi Pradipta menepis tangan temannya yang hendak menyambut uluran tangan Hazika. Hal itu malah membuat Hazika tersenyum senang.

"Cabut!" Pradipta memberi perintah pada temannya.

"Mau ke mana? Boleh ikut?" Hazika buru-buru bertanya.

Pradipta hanya berjalan pergi tanpa menjawab, meninggalkan temannya yang masih duduk di depan Hazika.

"Gue Arkan, salam kenal, Hazika," kata teman Pradipta. "Sabar ya, temen gue emang gitu kalau sama cewek cantik," tambah Arkan sambil tersenyum.

Hazika hanya tersenyum tipis, rasa penasaran pada Pradipta semakin besar.

"Heh, bantuin lah, jangan ngelamun mulu," tegur Akira yang datang membawa dua piring batagor dan es teh.

"Maaf," sahut Hazika sambil mengambil salah satu piring dan segelas es teh.

"Gila! Lo cuma ambil punya lo sendiri," keluh Akira kesal.

Hazika tertawa puas melihat Akira cemberut.

Ƹ̵̡⁠Ӝ̵̨̄⁠Ʒ

Pradipta Pratama-mantan anggota OSIS. Sekarang dia sudah kelas XII, artinya sebentar lagi akan lulus. Pradipta dikenal sebagai sosok yang sangat sulit didekati, terutama oleh perempuan. Setiap ada gadis yang mencoba mendekatinya, dia selalu bersikap dingin dan acuh.

Bagi Pradipta perempuan seharusnya memiliki rasa malu. Karena malu adalah sebagian dari iman, rasa malu juga menjadi kehormatan dan martabat perempuan.

Dalam ajaran Islam, perempuan itu ibarat ratu, tidak sembarang orang dapat melihatnya. Juga seperti mutiara dalam cangkang di dasar laut, tidak sembarang orang dapat memilikinya.

Bukan seperti gadis yang baru saja dia temui di kantin.

"Ya Allah, lindungi hamba dari gadis tadi," gumam Pradipta pelan setelah menjauh dari kantin.

Tawa keras terdengar di sampingnya. Pradipta menoleh, menatap aneh pada temannya, Arkana Fikri.

"Kenapa lo?" tanya Pradipta kesal.

Arkan masih tertawa terbahak-bahak, sampai perutnya terasa sakit. "Hahaha ... Maaf, gue nggak tahan, Dip."

Pradipta merasa jengkel. Dia memutuskan untuk meninggalkan Arkan, tapi Arkan malah makin tertawa.

"Pradip gila! Gue ditinggal terus," umpat Arkan.

"Lo yang gila! Ketawa nggak jelas," sahut Pradipta sambil berjalan menjauh.

Arkan kembali tertawa, puas melihat Pradipta kesal. Jarang sekali Pradipta bisa dibuat kesal hanya karena seorang gadis mengajaknya berkenalan.

"Hahaha ... Lo aneh banget. Masa diajak kenalan doang langsung kabur?"

Pradipta hanya mendengus kesal.

"Tuh cewek cakep lagi! Lucu juga," tambah Arkan, membayangkan ekspresi Hazika tadi. Tapi tawa Arkan berhenti seketika saat Pradipta melayangkan tinju tepat di depan wajahnya, membuat Arkan terdiam kaku.

"Inget! Dia bukan jodoh lo!" ucap Pradipta serius.

Arkan bingung. "Terus? Hazika jodoh siapa?" tanya Arkan. "Jodoh lo?" lanjutnya, menggoda.

Pradipta hanya terdiam, tak tahu harus menjawab apa. Yang dia tahu, gadis tadi bukanlah untuk Arkan. Menurutnya, jika Arkan dan Hazika dekat, mereka hanya akan bertengkar. Begitu pikir Pradipta sebelum akhirnya melangkah pergi.

Ƹ̵̡⁠Ӝ̵̨̄⁠Ʒ

Note :

Hallo!
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Apakabar semuanya?
Aku balik lagi nih, hehehe.
Yang baru ketemu aku di Embun Hazika, jangan lupa follow dulu biar kalian nggak ketinggalan informasi terbaru :D
Buat yang suka sama bab pertama, jangan lupa di vote komen dan share ke teman-temen kalian ya😁

IG : @blueskynya_
Tiktok: @blueskynya

Embun Hazika Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang