Liburan berakhir waktunya menghadapi realita. Airin sibuk memimpin projek, sementara Bian sebagai penerjemah lepas kebanjiran job. Tanpa diduga disela kesibukannya sesuatu yang hebat terjadi. Pertemuan yang telah lama Bian impikan akhirnya menjadi kenyataan. Ia menandatangani kontrak sebuah agensi model. Acap kali mendatangi berbagai event cosplayer seiring berjalannya waktu Bian juga mulai menyukai dunia model. Sebaliknya kedua orang tuanya justru menentang. Terlebih ibu. Sangat mendambakan anak semata wayangnya menjadi seorang dokter.
Semenjak menikah Bian mulai bebas mengekspresikan penampilan dan bentuk tubuhnya agar terlihat lebih atletis. Airin sendiri jarang berkomentar tentang penampilannya, kecuali di depan koleganya. Sempat beberapa kali Bian mencoba melamar masuk ke sebuah agensi, tidak satupun lamaranya berhasil tembus. Pernah terbesit untuk menyerah tetapi kenyataan berkata lain. Berkat kenalan ayahnya Wendy, salah satu agensi model tertarik dengan Bian. Waktu makan siang di temani Wendy, ia bertemu pihak agensi.
"Sampai jumpa nanti lusa." Ujar pria berpakaian modis usai menjabat tangan Bian.
"Saya sangat menantinya. Hati-hati dijalan pak!" Sahut Bian gembira.
Tatkala pihak agensi sudah tidak terlihat dari pandangan, Bian berseru lantang sampai tidak sadar memeluk Wendy erat. "Yeay! Thanks Wen."
Tentu Wendy ikut gembira melihat kebahagiaan Bian, dibalas pelukannya. Pelukan yang begitu ia rindukan. Harum tubuhnya tidak pernah bisa Wendy lupakan. Sepertinya bertolak kembali ke ibu kota bukan keputusan yang tepat, kiranya bisa kembali tanpa ada sebuah rasa. Perasaannya yang telah lama terkubur justru perlahan muncul.
"Sorry Wendy, aku terlalu senang tadi." Buru-buru Bian melepaskan pelukannya bersama serta kebahagiaan Wendy. Padahal ia masih menikmati setiap waktu peluknya.
"It's oke. Selamat Bian! Akan selalu aku dukung kamu."
"Semua berkat kamu!" Ujar Bian tanpa pernah melepas senyumnya.
Raut kebahagian terpampang nyata pada air mukanya. Pepatah cinta tidak harus memiliki seperti benar adanya, hanya dengan melihat senyum manis milik Bian nyaris menghayutkannya dalam suka cita. Jika ia tidak bisa memiliki Bian, paling tidak ia menjadi salah satu alasan kebahagiaannya. Wendy sadar, ia benar-benar mencintai pemuda yang duduk dihadapannya. Dengan cinta yang paling tulus. Meskipun bukan cinta pertamanya. Cintanya yang terlarang. Justru semakin kokoh.
Dengan Bian, cintanya terasa berbeda. Lebih banyak pahitnya daripada manisnya. Pahitnya bertepuk sebelah tangan. Tetapi justru karena pahit, cinta itu terasa lebih indah. Meskipun getir tertampar kenyataan pria yang dicintainya telah milik wanita lain, setiap bertemu Wendy merasa cintanya terhadap Bian semakin dalam. Cintanya yang tak pernah menuntut balas. Tanpa sadar Wendy ikut tersenyum melihat betapa bahagianya Bian.
***
Selesai makan malam, semua anggota tim projek masuk ke ruang meeting siap menyambut presure. Tidak seorangpun berani pulang, lebih-lebih Airin ikut lembur memastikan projek berjalan lancar. Memang tidak pernah ada pertanyaan tertulis, timnya seperti hapal kebiasaan Airin. Mengumpulkan tim waktu sore artinya lembur.
Sebuah panggilan telepon masuk. Seraya fokus memandang layar laptop, sebelah tangan Airin mengangkat telepon. "SAYANG!" Begitu mendengar suara Bian, ia tahu sesuatu yang besar telah terjadi.
"Ada apa?"
"Aku punya suprise buat kamu. Coba tebak!?"
"Kamu telefon cuma buat main tebak-tebakan?"
"Hayoo tebak dulu!"
"Aku lagi lembur. Di rumah saja ya."
"Apa susahnya menebak sii."
KAMU SEDANG MEMBACA
Elegi biru | BaekRene
FanfictionKisah pasangan suami-istri yang berjuang bersama melewati persoalan rumah tangga. Airin seorang istri sekaligus wanita karir, sementara suaminya Bian terpaut 5 tahun lebih muda. Semuanya terasa berbeda semenjak Airin mendapat promosi di perusahaan t...