"Rini....."
Nama yang berhasil lolos dari bibir pak Haris begitu melihat penampilan Airin agak beda dari biasa. Kalau tidak melihatnya sendiri. Pak Haris tidak menyangka, yang berjalan anggun menghampirinya itu Airin. Bukan Rini-Rini yang namanya digumamnya tadi. Rini senior pak Haris di kantornya dahulu, alias mendiang ibunya Airin. Berbeda dari kedua adiknya. Airin benar-benar salinan Rini, seolah tidak setetes DNA laki-laki brengsek itu ada tubuhnya. Kecuali satu, Airin yang gila kerja jelmaan sang ayah.
Rini. Sosok wanita yang paling pak Haris kagumi, selain cerdas dan lembut sedianya bak ombak tenang di lautan yang tidak pernah bisa ia selami isi hatinya. Teringat jelas di kepala saat dimana dirinya mengungkapkan isi hatinya. Tanpa ada sebuah penolakan seakan terus ada sebuah harapan.
"Mengapa bukan diwaktu yang tepat? Bulan depan aku akan bertunangan."
Ditatap wajah cantik Rini, cahaya lampu membiaskan air yang berpendar-pendar di matanya. Cintanya barusan ditolak, harusnya dirinya yang menangis! Bukan wanita itu. Mungkin cintanya terlalu tinggi, hingga sulit untuk diraih. Ia yang hanya seorang kacung tentu kalah saing dengan pria matang yang lebih mapan. Dari kabar beredar mereka dijodohkan. Pembuktian pada Rinilah yang mengobarkan kegigihannya sampai pak Haris dapat berdiri dititik ini. Melihat penampilan Airin kini mengingatkan kembali akan Rini. Wanita yang pernah singgah di hatinya atau mungkin masih? Kadang waktu tidak akan pernah mengubah perasaan hanya sebab lupa bukan berarti hilang.
Meski begitu bukan berarti pak Haris tidak mencintai istrinya tetapi ia memang tidak bisa memilih. Dia mencintai keduanya. Mungkin dirinya pria brengsek, setidaknya dia ayah yang baik. Pak Haris tidak mau perceraian memisahkan dirinya dari anak-anak. Namun keadaan terakhir Rini yang sengsara bersama suaminya membuat perasaannya jadi luluh. Makin sulit ia meninggalkan Rini. Cintanya tulus. Bukan kejutan jika Airin mencugai dirinya memiliki hubungan spesial bersama Rini. Tetapi nyatanya salah!
Meskipun pernikahan mereka hasil perjodohan, Rini tetap menjaga perasaan suaminya. Tentu pak Haris menghargai pilihannya. Mereka berdua saling menjaga jarak dan waktu berlalu. Sibuk kehidupan masing-masing sampai pertemuan yang hampir membuatnya tidak mempercayai matanya sendiri. Bertemu Rini yang masih secantik dulu, hanya wajahnya bertambah dewasa. Rini yang dewasa lebih santai terhadapnya. Mungkin sebab masing-masing dari mereka memiliki pasangan. Namun perasaannya tidak berubah, ia selalu disisi Rini setiap wanita itu butuh pertolongan bahkan sampai waktu memisahkan mereka.
Setelah Rini tiada. Ia membantu ketiga anaknya, alih-alih keluarga besarnya. Mereka acuh takut-takut terseret kasus yang menjerat suaminya. Karena ia tahu Rini begitu menyayangi ketiga anaknya. Tidak dibiarkan Rini tak tenang diatas sana melihat ketiga anaknya mengalami kesulitan. Itu sebab yang mengubah sikap Airin padanya perlahan berubah. Sebatas bentuk terima kasih dan perasaan bersalah. Ah, sekarang ia benar-benar merindukan Rini.
"Selamat pagi... Pak Haris?" Sapaan Airin seperti petasan yang meledak di depan telinga pak Haris.
"Pagi Rin."
"Maaf pak, sudah menunggu lama ya?"
"Engga, saya datangnya kecepetan. Ngomong-ngomong saya suka penampilanmu hari ini."
"Terima kasih pak." Airin tersenyum, bukan senyum yang biasa ia tampilkan, senyum malu yang rikuh bila dipuji. Tapi tersenyum bangga.
Pak Haris yang penasaran berusaha menyembunyikan dibalik pertanyaan yang dibuat sesantai mungkin. "Mood kamu sepertinya lagi bagus?"
"Ah, presale nanti saya cuma mau tampil menarik di depan client."
Tentu pak Haris tahu itu hanya alibi belaka, setiap presale penampilan Airin selalu sederhana namun sopan. Pasti ada sesuatu dibalik penampilannya hari ini. "Tapi ini cocok untukmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Elegi biru | BaekRene
FanficKisah pasangan suami-istri yang berjuang bersama melewati persoalan rumah tangga. Airin seorang istri sekaligus wanita karir, sementara suaminya Bian terpaut 5 tahun lebih muda. Semuanya terasa berbeda semenjak Airin mendapat promosi di perusahaan t...