Ketika pintu lift terbuka Airin bergegas keluar, lima menit yang lalu Bian meninggalkan sebuah pesan. Letak meja resepsionis yang tidak jauh dari pintu masuk lift membuat salah seorang resepsionis menyadari Airin yang keluar dari dalam lift. "Ibu Airin sudah ada yang menunggu."
"Oh." Airin menoleh kearah sang resepsionis kemudian pandangan matanya bergulir, namun seketika itu ia dibuat terperangah melihat penampilan suaminya dari kejauhan. T-stirt ketat tanpa lengan. Celana jeans pendek. Sandal gunung. Dengan penampilan seperti ini Bian datang kekantor. Astaga!
Airin menghela napas berat. Melihat istrinya datang Bian melambaikan tangan dan tersenyum sumringah. Buru-buru Airin menghampiri Bian, berdoa semoga tidak ada rekan kerjanya yang melihat penampilan suaminya sekarang. Diajak Bian kesisi ruangan agar tidak lebih menarik perhatian lagi. Tepat sebelum Airin ingin memberi komentar, Bian lebih dulu menyodor totebag yang dibawanya. "Aku bawain makan siang spesial buat kamu." Ujar Bian setulus air mukanya.
Mengetahui niat baik suaminya, datang jauh jauh demi mengantarkan bekal makan siang membuat Airin kian didera perasaan bersalah, sementara itu belum lama tadi ia makan siang bersama pak Haris. "Ma-makasih bi."
Bian mengernyit heran reaksi Airin yang gagap. "Kamu nggak suka?"
"Aku terharu...." jawab Airin sekenanya dan menerima totebag yang disodorkan Bian.
"Gimana meeting tadi, lancar?"
"Lancar, tumben kamu tiba-tiba datang ke kantor?"
"Mau lihat istri aku kerja."
Airin memalingkan wajahnya, malu. "Ini udah lihat. Kurang puas tadi pagi?"
Makin salah tingkah semakin bertambah senang Bian. "Ngga usah malu gitu, kayak anak ABG aja."
"Sudah tua memang istri kamu ini?" Airin tersenyum masam.
"Tapi selalu cantik kapanpun."
"Ah, sudah. Habis ini pergi ngegym?"
Tidak menjawab, Bian justru bergulir mengikuti arah pandang Airin. Pak Haris kebetulan lewat, lebih celaka lagi pak Haris tidak sendirian, dia bersama direksi lain.
"Selamat siang." Sapa Airin separuh terpaksa.
"Rin. Mau keluar?"
"Tidak bu, saya baru mengambil makan siang. Oh, ya kenalkan, suami saya....." Airin menoleh ke arah Bian dengan perasaan serba salah. Bian pasti tersinggung kalau tidak diperkenalkan apalagi di depan pak Haris.
Alis bu direksi terangkat, terkejut. Tetapi berusaha cepat-cepat meralat sikapnya. "Ah romantisnya, beruntung kamu Rin. Jarang-jarang punya suami yang perhatian." puji bu direksi yang tidak sampai hati sebab sikapnya barusan.
"Terimakasih bu." sahut Airin rikuh.
"Kami duluan ya Rin." pamit pak Haris.
"Baik pak."
Airin tidak dapat mengeyahkan perasaan itu dari hatinya. Reaksi terkejut bu direksi. Laki-laki berpenampilan santai itu suami bu Airin. Kalau ia tidak mengenalkan pasti dikiranya Bian kurir antar barang! Ada saja tingkah laku Bian, sialnya justru berpapasan dengan direksi.
"Suka banget pamer otot." Sindir Airin.
"Memangnya ada larangan?"
"Tidak ada, tapi ini kantor Bian. Sopan sedikit."
"Diluar panas banget, salah aku melepas jaket?"
"Apapun itu. Pakai yang rapi dan pantas."
"Aku kurang rapi bagaimana lagi? apa yang kurang pantas?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Elegi biru | BaekRene
Fiksi PenggemarKisah pasangan suami-istri yang berjuang bersama melewati persoalan rumah tangga. Airin seorang istri sekaligus wanita karir, sementara suaminya Bian terpaut 5 tahun lebih muda. Semuanya terasa berbeda semenjak Airin mendapat promosi di perusahaan t...