Chappter 14

43 6 0
                                    

Airin pulang tepat waktu, tidak diingkari janjinya lagi. Ketika membuka pintu kamar ia heran melihat koper di tengah kamar. Pintu lemari pakaian juga setengah terbuka dan selembar jaket yang tersampir di atas tempat tidur. Untuk apa semua ini? Bian ingin minggat? Segera Airin ke luar kamar mencari keberadaan suaminya. "Bian?"

Terdengar suara Bian dari dalam garasi. "Ya Rin!"

"Kenapa ada koper di kamar? Kamu mau pergi?"

"Iya, kita nanti pergi."

"Kita?"

"Lupa? Tadi siang aku bilang mau pergi sama kamu. Kita ke Bali."

Sesaat Airin termangu, mencerna apa yang barusan ia dengar. Telinganya tidak salah dengar. Mengingat keberadaan koper di kamar, Bian tidak sedang bergurau. "Malam ini?"

"Baju kamu sudah aku siapin. Tinggal cus berangkat." Jawab Bian santai seperti biasa, seolah mereka hanya pergi ke puncak!

Bukan Bian kalau tidak membuat kejutan! Tetapi kali ini diluar prediksi. Pikirnya hanya pergi menemani Bian menonton bioskop atau makan malam diluar, bukan mendadak pergi berlibur keluar pulau! Airin mendesis. "Kamu random banget si Bi..."

"Anggap penebus dosa kamu."

"Tapi aku belum siap-siap!"

"Nggak perlu ganti. Pakai baju kantor aja, sebentar lagi kita berangkat."

"Sebentar ada yang perlu aku bawa."

Bian langsung bisa menebak barang apa yang istrinya ingin kemas. "Ngga ada laptop, haram!"

"Tapi-"

"Ngga ada tapi tapi, pekan ini khusus kita berdua."

"Senin pagi aku ada meeting. Aku perlu buat materi."

"Ah kamu izin aja atau ubah jadwal meeting sore. Kamu kan atasan. Ngga akan ada yang negur. Cuek aja Rin." saran Bian seenak perutnya.

"Ngaco banget kamu! Karena atasan bukan berarti bisa seenaknya begitu."

"Sesekali ngga apa-apa. Santai Airin." Dihampiri Airin. Dirangkul pinggangnya, mencoba mengambil hati istrinya. "Kamu juga butuh liburan. Biar Theo yang urus." Bian menyeringai puas.

***

Satu jam yang lalu mereka tiba di kamar hotel kemudian menata sebentar barang bawaan mereka. Di kamar mandi Bian bersenandung sambil menyabuni tubuhnya, membasuhnya dengan air. Menyikat gigi. Setelah tubuhnya kering dikalungkan handuk dan dikenakannya celana pendek. Merapikan rambut sekilas dan melangkah keluar kamar mandi. Disampirkan handuknya itu asal di bangku rias "Segar!"

Lampu utama telah dipandamkan hanya tinggal lampu led platfon kuning yang masih menyala. Membuat suana di dalam kamar terasa semakin sejuk temaram. Airin telah berbaring di tempat tidur. Digulirkan layar ponsel seraya sesekali membenarkan letak kaca matanya. Dalam balutan piyama kimono Airin tampak konvensional makin membuatnya terlihat lebih dewasa. Barangkali begitu selera wanita usia kepala tiga. Pikir Bian.

Menyadari Bian selesai mandi, segera Airin meletakkan ponselnya di atas meja nakas. Diam-diam diamati suaminya yang tengah mengenakan T-shit. Airin terperanjat kaget, tanpa diduga Bian tiba-tiba melompat ke atas kasur, menyergapnya dan memeluknya erat-erat. "Bian!"

Tetapi Bian tidak peduli, sambil tersenyum jahil Bian menyembulkan kepalanya ke leher Airin mengecup-ngecup bagian lehernya hingga istrinya menggeliat geli. "Kamu... Aduh! Bian geli!" Desis Airin kewalahan.

Ketika Airin berusaha mendorong tubuh kekarnya, Bian mengalah. Ia menjatuhkan dirinya di sebelah Airin. Ia tertawa geli, tertelentang santai menertawakan Airin yang sedang bersingkut bangun sambil mengomel. "Bisa-bisa kita ganti rugi kasur hotel, dikira kamu ringan asal loncat ke atas kasur!"

Elegi biru | BaekReneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang