Chappter 2

53 11 0
                                    

Selesai membuat segelas es kopi Airin membawanya ke kamar. Baru menaiki beberapa anak tangga dari dalam kamarnya suara musik rock merambat keluar. Begitu membuka pintu gendang telinganya diajak berolahraga berat. Mendapati Bian bertelanjang dada duduk di meja kerjanya. "Astaga, kamu ngapain? Pakai baju."

"Panas Rinn."

Di rumah hanya kamar Giana dan Karina yang pakai AC sedangkan kamar mereka tidak. Airin sendiri tidak terlalu kuat dingin, adakalanya ia terenyuh melihat Bian yang kegerahan tanpa protes.

Airin menghampiri. Penasaran yang tengah dilakukan oleh suaminya. Merakit pola-pola. "Kamu beli gundam?"

"Aku nggak beli."

"Terus?"

"Waktu itu mendadak mama bilang mau datang jadi sekalian aku minta bawa gundam lamaku."

"Mama kerumah?"

"Iya."

"Kok kamu ngga cerita?"

"Kamu kan tahu mama, cuma penasaran kabar aku habis itu pulang."

"Ah."

Airin memalingkan wajahnya. Bian membaca kesedihan dalam suaranya. Tetapi dia tidak mengizinkan Airin berduka. Tidak selama dia masih berada disampingnya."Kebetulan Mama datang pagi-pagi pas kamu kerja. Bukan engga mau ketemu kamu." Bian menggenggam tangan istrinya menenangkan. "Mama khawatir berlebihan aja, takut aku nggak diurus sama kamu. Tapi lihat aku sehat, sixpack dan makin ganteng setelah bareng kamu. Nggak perlu dipikirin ya Rin."

"Laptopku dimana?" Kebiasaan Airin mengubah topik.

"Itu." Bian mengangkat dagu mengarahkan ke kasur. "Jangan dipikirin ya..."

"iya." sahut Airin lalu berbalik membelakangi Bian.

"Katanya ngga dipikirin."

"Aku mau ambil kipas angin buat kamu."

Bian terkekeh malu. "Makasih."

"Aku kerja sebentar di ruang tamu. Pusing denger lagu kamu."

"Semangat sayang!"

***

Bian masih menekuk bibirnya merajuk agar Airin ikut pergi. "Nonton sendiri saja." ucap Airin akhirnya. "Aku engga tertarik nonton anime. Sudah tua aku, malu."

"Siapa yang bilang kamu tua? lagi pula tua dari mana? Cantik gini. Kamu mau aku digodain tante-tante?" Meski Airin kekeh menolak, Bian masih bergurau seperti biasa. "Tega biarin aku nonton sendiri? Ayo nonton."

Terpaksa Airin ikut ke bioskop. Seperti biasa Bian selalu tampil nyentrik. Satu hal yang Airin masih tidak habis pikir warna rambutnya bahkan sengaja dicat putih seperti tokoh anime favoritnya Gojo Satoru. Sekarang memang tidak sedang bercosplay, namun outfit yang dikenakan sengaja dibuat mirip dengan style Gojo. Entah mengapa Airin selalu merasa mereka sedang dilirik setiap orang yang berjalan berlainan arah. Ditambah tubuh Bian yang atletis dibalut kaos hitam ketat makin menarik perhatian. Airin tahu yang dilirik bukan dirinya, tetapi ia ikut merasa tidak nyaman.

Sebelumnya Airin tidak pernah terbayang menikah dengan laki-laki seperti Bian, laki-laki yang jauh dari kata ideal baginya. Mungkin justru itu yang Airin butuhkan. Kepercayaan diri, ceria, tawanya yang lepas dan kadang-kadang nakal, mengisi kekosongan hatinya. Kehadiran Bian memberi secuil kesegaran dalam hidupnya.

Pertengahan sampai akhir film Airin teridur di bangku. Begitu lampu bioskop menyala, Bian membangunkannya dengan mengguncang-guncang lengannya. "Filmnya udah selesai. Bangun atau mau aku gendong?"

Tentu buru-buru Airin bangun. Takut Bian betul-betul menggendongnya. Airin bangkit seraya membenarkan letak kacamatanya. Kantuknya seketika hilang begitu Bian mengajaknya makan sup iga di restoran dalam mall. Bukannya Airin tidak suka makan di kedai pinggir jalan. Airin menghindari asap rokok, pernah positif covid membuatnya kian rentan dengan debu terlebih asap rokok. Mudah sesak dan asmanya jadi sering kambuh.

Sementara menunggu pesanan mereka datang Airin sesekali mengecek ponselnya. Bian menggeser posisi duduk kesamping agar lebih rapat dan di letakkan dagunya di atas bahu Airin. Ikut memandang layar ponsel istrinya. "Asik banget kayaknya."

Memerah paras Airin, diliriknya sekilas sekeliling tempat makan. Kuatir salah seorang pengunjung melihat kegemasan tingkah Bian. Tubuh mereka begitu menempel sampai Airin bisa mencium wangi rambut milik suaminya. "Bian malu...." Bisiknya.

"Siapa peduli. Kamu kan istri aku."

"Tapi ini tempat umum. Malu kalau dilihat orang." Alih-alih menjaga jarak Bian justru sengaja merangkul pinggang kecilnya, menghiraukan perkataan Airin.

"Biarin, biar orang-orang pada iri lihat kita."

"Ci Airin!" Sapa seorang gadis yang baru saja masuk bersama seorang laki-laki. "Selamat malam ci."

Keduanya menoleh, Airin tersipu malu kepergok kasmaran berdua. "Oh. Gisel."

Airin bangkit seraya memaksakan sepotong senyum. "Kenalin ini Bian suami saya, Bian ini Gisel teman kantorku."

"Halo Gisel salam kenal." Salam Bian ramah sambil menjabat tangan Gisel kemudian tangan pacarnya juga.

Mereka berbasa-basi sebentar, sebelum Gisel dan pacarnya dengan sopan mohon diri dan mencari tempat duduk. Hingga selesai makan mengapa Airin tidak dapat mengenyahkan pikiran itu. Pasti Gisel bersama pacarnya membicarakan mereka. Begitu muda suami Airin bahkan terlihat sepantaran dengan Gisel, salah satu freshgraduate di kantor. Huh!kenapa Airin begitu ambil pusing dengan pemikiran orang lain tentang dirinya.

Setibanya di rumah Bian dan Airin basah kuyup. Lupa membawa mantal hujan. Letak mall yang dekat membuat Bian memilih mengendarai motor menghindari macet jalanan, padahal seharian tadi panas begitu terik tidak menduga malam turun hujan.

Masuk kedalam kamar, Bian membawa secangkir teh hangat. Disuguhkan teh itu kepada Airin. "Diminum dulu, nanti kamu kedinginan."

"Terima kasih." Sahut Airin sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil, satu tangannya menerima secangkir teh hangat.

Bian memandangnya sejenak. Airin memalingkan wajahnya yang memanas tidak tahan bagaimana suaminya menatapnya lamat-lamat. "Engga pakai hair dryer?"

"Rusak, aku belum beli." Airin menggerai-geraikan rambutnya yang setengah basah.

"Kamu makin keliatan seksi kalau rambut kamu basah."

"Tiap hari aku harus hujan-hujanan kalau begitu."

Bian tertawa, makin manis melihat bagaimana senyumnya yang merekah.

"Boleh aku bantu keringkan?"

"Kenapa harus minta izin?"

Bian duduk di ranjang sebelah Airin, mengusap rambutnya dengan handuk kecil. "Boleh ku sisirkan?"

"Semua milikku milikmu juga Bian."

Ketika Bian menyisiri rambutnya... begitu lembut... Begitu penuh kasih sayang. Membawa serta pergi lelah dan resahnya.

#to be continued#

Makasih yg dah vote 😁
Alasanku cepet update mungkin bakal sibuk bsk2 hahahahaha

Elegi biru | BaekReneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang