Cantik. Itu pendapat Bian, tidak akan pernah berubah sejak pertama kali bertemu wanita yang duduk di hadapannya. Bahkan setelah mengenal banyak wanita dalam hidupnya, Airin tetap menjadi wanita tercantik dalam pandangan Bian. Selain ibunya tentu.
Wanita jelita dengan kulit putih kepucat-an, kontras dengan rambutnya hitam legam yang tergerai bebas hingga sepunggung. Meskipun gaya potongan rambutnya jarang sekali berubah tidak membuat Bian bosan sedikitpun. Tatapan redup alang-alang. Hidung mancung. Sementara bibirnya yang tipis melengkung halus. Menimbulkan kesan pemiliknya wanita pemalu. Sulit baginya tuk berpaling menatap wajah cantik Airin.
"Mau sampai kapan dilihat terus?" Mulai dibuat salah tingkah, Airin bertanya selugas mungkin.
Meskipun sering terlihat acuh dan jarang mengungkapkan rasa sayangnya, Bian sadar Airin begitu mencintainya. Seperti hari ini, sepulangnya dari kantor Airin membawa sebungkus makanan. Dibanding ikut makan malam bersama rekan kerjanya, ia memilih pulang lebih dulu dan makan malam bersama Bian di rumah. Kurang manis apa? Padahal berulang kali Bian katakan ia sama sekali tidak keberatan selama Airin mengabarinya.
"Engga boleh menatap istri sendiri?"
"Siapa yang ngelarang?"
"Nafsu makanku tiba-tiba hilang."
"Makanannya kurang enak?" Airin bertanya khawatir.
"Lebih enak menatap kamu."
Meledak tawa Bian melihat perubahan wajah Airin. Dia senang bisa menggoda istrinya. Disendoknya sesendok besar nasi terakhir lalu disuapkan kedalam mulutnya.
"Giana udah pulang?" Airin bertanya mengubah topik pembicaraan.
"Belum, nanti juga pulang engga perlu khawatir."
Melirik jam dinding menunjukkan pukul 9 malam, Airin menghela napas. Tanpa meninggalkan pesan, Giana tak kunjung pulang. Pesannyapun tidak dibalas. Dia tidak pernah mau mengerti betapa khawatirnya Airin. Tidak pernah berubah, selalu seenaknya sendiri. Kini tugas Airin makin lebih berat. Selain beban pekerjan, ia juga menggantikan peran orang tua bagi kedua adiknya. Tidak lupa perannya sebagai seorang istri.
Kadang-kadang Airin pusing membagi waktu. Sama pusingnya seperti kalau sesampainya di rumah. Menemukan rumahnya yang dulu selalu rapi itu selalu semeraut seperti kapal pecah. Pakaian kotor berserakan sana-sini. Piring bekas yang dibiarkan tergeletak diatas meja makan, plastik bekas makan yang tidak dibuang pada tempatnya. Lantaran perbuatan kedua adiknya, selama Airin di rumah tidak diizinkan Bian bantu merapikan. Sebenarnya ada bi Sri yang biasa bantu membersihkan rumah tetapi hanya dari siang sampai petang.
Begitu masuk kedalam kamar Bian mendapati Airin tertidur di atas kasur masih mengenakan pakaian kantor dengan tangan mengenggam ponsel. Pelan-pelan Bian berjalan mendekat, mengambil sesuatu dari meja rias. Meskipun ia tidak paham betul setiap fungsi botol-botol yang tertata rapi di atas meja rias setidaknya ia hapal urutan yang biasa Airin pakai.
Terjaga. Airin mengerjapkan mata ketika sensasi dingin menyentuh permukaan wajahnya. Dilihatnya Bian yang fokus mengusap wajahnya lembut menghapus sisa make-up. "Cape ya?"
"Lumayan namanya juga kerja."
"Mau cerita?"
"Seharian ini periksa dokumen yang dibuat sama tim dan ada satu orang yang banyak revisinya. Aku bacanya sampai sakit kepala."
"Anak baru?"
"Orang lama. Kantor terlalu baik, ngga kompeten tapi tetap dipertahanin."
"Mungkin bisa dapat tugas yang monoton dan berulang?"
"Kantor aku konsultan bi." Elak Airin pasrah, mengingat kerja ditempat yang menuntut bisa memberi masukan agar mempermudah alur sebuah binis.
"Kamu jangan terlalu keras sama tim kamu."
"Kalau aku keras, ngga bakal sakit kepala gini."
Bian terkekeh gemas seraya mencubit pelan hidung istrinya. "Kamu tidur lagi aja."
Airin bergumam. Perlahan matanya kembali terpejam menikmati setiap usapan kapas dari jemari Bian diatas kulit wajahnya membuat rasa kantuk kian bertambah, namun itu semua tidak bertahan lama sesuatu mengusik rasa kantuknya.
"Giana sudah pulang?" Tanya Airin masih dengan mata terpejam.
"Barusan, sama pacarnya."
Seperti itu Airin, bahkan dalam lelahnya masih memikirkan Giana. Tidak pernah memikirkan dirinya sendiri. Misalnya saat pandemi melanda, Giana salah satu orang yang tidak percaya covid. Santai berkerumun dengan banyak orang atau sekedar bertemu teman-teman sampai hasil test menunjukkan positif covid. Terpaksa Giana isolasi mandiri di rumah sebab gejala yang ringan dan sulitnya mendapatkan kamar rumah sakit. Mengingat asma yang diidap Airin, Bian bersedia bantu merawat Giana menggantikan Airin. Ah tetapi... Airin! Bersikeras merawat Giana. Lupa dengan kondisi tubuhnya? Tidak lama setelah kesehatan Giana yang mulai membaik ganti Airin mengalami gejala covid.
Asma yang diderita Airin memperburuk gejala covid. Dimana-mana rumah sakit penuh. Tidak ada pilihan, Bian bertolak ke rumah orang tuanya setelah enam bulan tidak pernah pergi mengunjungi kedua orang tuanya. Dimana ibu mantan seorang dokter yang pernah bekerja disalah satu rumah sakit di ibu kota, setidaknya satu kamar rawat untuk Airin.
"Mama.... Ku mohon. Aku enggak tega lihat Airin menderita." Pintanya setengah berlutut didepan nyonya Tanaka. Jika harus mencium kaki ibunya akan Bian lakukan demi keselamatan istrinya.
"Mama juga engga tega lihat kamu menderita nikah sama perempuan seperti dia."
"Ma, aku bahagia bareng Airin. Sekali ini saja... Kalau terjadi sesuatu dengan Airin bagaimana?"
Sejenak nyonya Tanaka terdiam, "Ma, aku mohon, tolong bantu aku..." Hanya ini satu-satunya yang Bian bisa lakukan. Bian nyaris bersimpuh. Cepat-cepat nyonya Tanaka menahannya. Sekesal apapun perasaannya, ibu mana yang sampai hati melihat anaknya bersimpuh memohon.
"Mama bantu, tapi ada syaratnya."
Segera Airin dilarikan kerumah sakit. Tuhan disisi Bian, beruntung masih ada satu ruang rawat inap yang kosong. Airin tertidur lelap bagai mayat hidup dengan alat bantu dan alat monitor disisi ranjang. Pedih rasanya melihat Airin menderita tanpa dapat melakukan apa-apa untuk mengurangi penderitaan itu. Tidak pernah terbayang oleh Bian bagaimana hidup tanpanya.
#to be continued#
Sesuai janjiii aku update haha.
Makasih ya gaes yg dah vote dan komen 😁
Btw disini Airin jd lead di kantor konsultan IT. Jgn bayangain kantornya guedeee bgt 😂 Kantor biasa dgn karyawan kurang dr 100. Jd dituntut bisa apapun 😀
KAMU SEDANG MEMBACA
Elegi biru | BaekRene
FanfictionKisah pasangan suami-istri yang berjuang bersama melewati persoalan rumah tangga. Airin seorang istri sekaligus wanita karir, sementara suaminya Bian terpaut 5 tahun lebih muda. Semuanya terasa berbeda semenjak Airin mendapat promosi di perusahaan t...