Sorak-sorai penonton yang tadinya memenuhi arena seketika lenyap oleh satu kata dari Chaesaril. Semua orang, dari para Knight hingga para petarung yang masih berdiri, merasakan perubahan drastis dalam suasana. Kegembiraan yang seharusnya menjadi puncak kemenangan kini terhenti. Mata Althaf dan Nior beralih tajam ke Chaesaril, mencoba memahami maksud dari kata-katanya.
"Tunggu," ulang Chaesaril, kali ini dengan lebih menekan. "Ini belum selesai. Kegelapan yang lebih besar masih mengintai. Apa yang kita hadapi barusan hanyalah permulaan."
Seluruh arena terdiam. Aura kegelapan yang seolah telah memudar kembali merayap ke dalam pikiran setiap pejuang. Rasa lega yang sempat mengisi hati mereka kini berubah menjadi kecemasan. Nior, yang sebelumnya sempat tersenyum lelah, kini menyipitkan matanya. "Apa maksudmu? Kita sudah mengalahkan ancaman terbesar, bukan?" tanyanya dengan penuh ketidakpastian.
Salah satu Knight yang berdiri di barisan depan melangkah maju, tubuhnya penuh luka, namun suaranya tetap tegas. "Jika bukan karena kalian yang berada di tingkat Semi Spesial di sini, kami—para Knight dan Force Pooca—mungkin sudah kewalahan dan tidak akan selamat. Chaesaril, Evan, Nopla, Althaf, Nior... terima kasih atas bantuan kalian. Kalian menyelamatkan kami semua."
Althaf dan Nior saling menatap, mendapati sorot penghargaan dari para pejuang di sekitar mereka. Namun sebelum mereka bisa merespons, Evan melangkah maju, raut wajahnya serius. "Kalian jangan terlalu memuji dulu," katanya. "Kami hanya memperpanjang waktu sebelum ancaman sesungguhnya tiba."
Nior berkerut, jelas tak puas dengan jawaban yang menggantung di udara. "Bagaimana bisa kalian tahu ini belum selesai?" tanyanya, nadanya tegas namun dipenuhi penasaran.
Nopla, yang berdiri di samping Evan, tersenyum tipis, menandai bahwa informasi yang mereka miliki tidak datang dari sembarang sumber. "Tim informasi akademi yang memberi tahu kami," jawab Nopla sambil menyilangkan tangannya. "Juang yang memberitahukan ancaman ini kepada kami. Dia dan timnya berhasil mengumpulkan informasi bahwa gelombang serangan berikutnya, yang jauh lebih mematikan, sedang mendekat. Apa yang kita hadapi tadi hanyalah ujung dari rencana besar mereka."
Sebuah keheningan mencekam mengisi arena setelah penjelasan Nopla. Setiap orang mulai menyadari bahwa ancaman belum berakhir, dan rasa lelah yang sebelumnya hanya dirasakan fisik kini menjalar ke pikiran mereka. Nior menyadari bahwa pertempuran ini jauh lebih besar daripada yang ia bayangkan, dan tanpa informasi dari Juang serta tim akademi, mereka mungkin tidak akan siap.
Evan, yang selalu memegang kendali, langsung mengambil alih situasi. "Semua pejuang yang ada di sini, kalian sudah melakukan yang terbaik. Sekarang, aku perintahkan kalian semua untuk menuju ruang medis. Istirahatlah. Luka kalian harus dirawat dengan baik sebelum kita bisa menghadapi ancaman berikutnya." Suaranya lantang, penuh otoritas, dan para Knight serta pejuang lainnya segera patuh.
"Kita akan beristirahat sejenak," lanjut Evan. "Biarkan arena ini diatur kembali oleh mereka yang berada di tingkat Spesial. Mereka yang bertanggung jawab akan memastikan semuanya kembali terkendali."
Althaf dan Nior mengangguk setuju. Tubuh mereka terlalu lelah untuk melawan, namun semangat mereka tetap terjaga. Mereka tahu pertempuran belum usai. Arena yang hancur perlahan mulai dibenahi oleh mereka yang memiliki kekuatan jauh di atas manusia biasa, namun di balik perbaikan itu, ancaman kegelapan yang lebih besar tetap menghantui.
"Ini baru permulaan," gumam Althaf pelan pada dirinya sendiri, menatap langit yang kini kembali mendung.
Setelah perintah Evan untuk para Knight dan pejuang menuju ruang medis, arena perlahan-lahan mulai sepi. Langkah-langkah berat para pejuang terdengar samar, menyisakan rasa tegang di antara mereka yang masih berada di sana. Arena yang tadinya menjadi saksi pertempuran sengit kini mulai meredam dalam keheningan, tapi ketegangan masih terasa, seolah udara pun dipenuhi dengan ancaman yang belum sepenuhnya terungkap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia yang berdarah
FantasySeorang anak yang hidup dalam bayang-bayang kehancuran mendapati dirinya tersiksa oleh kenyataan yang tidak pernah bisa ia lupakan. Ia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri ketika desanya dihancurkan oleh monster raksasa, menyapu bersih seluruh...