(19). Mode Bahaya

31 8 2
                                    

Tepat pukul 12.30 Anata menginjakan kaki ke Restoran, satu setengah jam lebih cepat dari jam kedatangan yang seharusnya. Tapi Anata tidak peduli, datang lebih cepat lebih baik dari pada datang terlambat dan berujung kelimpungan.

"Lu shift middle apa gimane, cil?" Tanya Rafiq yang tak terbiasa melihat kedatangan member jam segitu.

Anata mengibaskan rambut sambil memasang ekspresi sombong, "biasa, anak rajin."

Rafiq tentunya memutar bola mata malas lalu mendorong tubuh Anata ke pintu keluar, membuat Anata tergelak karena ekspresi tidak suka yang dilempar lelaki itu sambil mendorongnya seakan-akan menghalangi pandangannya di sana.

Harusnya Disma masuk pagi hari ini, aneh rasanya ketika ia masuk ke Kitchen tapi dia sudah tidak melihat Disma di sana, begitu pula mas Fandi yang biasanya berkeliaran tapi sekarang sudah digempur pekerjaan baru di belakang.

Setelah meletakkan tasnya di ruang staff, Anata pun pergi ke Kitchen produksi yang sekarang sudah beralih ke Kitchen Restoran yang baru.

"Emang boleh sesibuk ini?" Tanyanya yang sontak membuat Disma dan Mas Fandi menoleh ke arahnya.

Disma mendengus, "apes banget gue dari pagi ngupasin udang 10 kilo gak selesai-selesai."

"Sumpah?"

"Ya, lo bayangin aja gue baru dateng, Mas Fandi nyengir-nyengir ke gue sambil bilang 'Dis, udang 10 kilo' kek ... Gue baru aja masuk 1 langkah ke sini."

"Tapi masa sampe jam segini kaga selesai-selesai, sih?"

"Ya, gimana mau selesai," Disma melirik sinis Mas Fandi, "baru juga gue 30 menit ngupas, disuruh ngurus ini lagi, ngurus itu lagi, Allahuakbar tabahkan hamba selama sebulan di sini."

Anata tergelak saat Mas Fandi hanya tersenyum disindir-sindir oleh Disma. Siapa lagi yang berani marah-marah ke Mas Fandi kalau bukan Disma? Dari semua member Kitchen, Disma doang yang berani.

Setelah omelan Disma itu, Anata hanya diam diambang pintu memperhatikan pekerjaan mereka berdua di sana. Sampai akhirnya ia pun memutuskan untuk pergi ke atas, memanfaatkan sisa 1 jam untuk tidur di kamar yang disediakan sambil scroll media sosial. Aduh, nikmat Tuhan mana yang kau dustakan.

"Loh, kamu udah dateng?"

Namun sesampainya Anata di kamar, ia malah dikejutkan dengan Jojo yang sudah tidur telentang di atas kasur dengan masih menggunakan kaos dan tidur beralaskan jaketnya sebagai bantal.

Mata lelaki itu yang awalnya terpejam pun terbuka karena mendengar suara Anata, "hmm?"

Setelah melewati malam yang panjang dan segala drama perdebatannya, Jojo seperti kehilangan energi tadi pagi. Ia baru bisa tidur jam 4 subuh, dan ia terbangun jam 10 karena merasa kepanasan sampai akhirnya ia memilih untuk mandi dan entah kenapa dia kepikiran untuk berangkat ke Restoran saat itu juga. Akhirnya waktu Jojo sampai, kamar ini lah yang dijadikan tujuan utamanya karena sempat merasa oleng saat berkendara.

Melihat Jojo yang hanya menjawab dengan deheman, akhirnya Anata pun mendekat pada lelaki itu dan menyadari kalau bibir Jojo sedikit pucat dari biasanya.

Reflek Anata menjulurkan tangannya dan menempelkan punggung tangannya pada dahi Jojo. Aksinya itu membuat mata Jojo kembali terbuka dan menatap gadis itu bingung, "kamu ngapain?"

"Kok gak bilang kalo demam?"

Jojo hanya diam, otaknya berusaha mencerna informasi sekaligus pertanyaan Anata barusan. Pantesan badannya nggak enak, mau tidur juga rasanya nggak nyaman, mana cuaca hari ini rasanya kayak lebih panas dari biasanya, ternyata dia demam toh.

Sabotase Rasa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang